Chapter22

22.2K 1.4K 490
                                    

Happy reading...

Dua bulan berlalu, kini usia kandungan Vio sudah memasuki usia tiga bulan lebih dua minggu. kabar kehamilan Vio sudah didengar oleh orang tuanya yang masih di LA, berbagai nasehat dari mommy dan daddynya selalu ia patuhi.

selain itu, ada bunda Areta yang setiap hari memintanya untuk rutin minum Vitamin dan makan makanan yang sehat. Tapi, sosok Vibra yang perhatian dan penuh kasih sayang yang Vio inginkan, karena selama ia hamil Vibra tidak pernah bertanya soal keadaan kandunganya ia seolah tidak peduli, tapi Vio berusaha keras untuk selalu berpikir positif dan memberi pengertian pada Vibra yang mungkin terlalu lelah karena sibuk di Kantor. Untuk masalah bekas cakaran itu Vio masih ingat dan sampai kapan pun ia tidak akan pernah lupa akan hal itu, Vio masih menyimpan rasa kecurigaannya pada Vibra. Vio hanya ingin Vibra jujur dengannya.

Kini Vio tengah membereskan pakaian milik Vibra, ia tersenyum ketika melihat pintu yang sedikit terbuka menandakan ada seseorang yang masuk, ia kembali mengulas senyum melihat dua putranya tengah membawa nampan berisi susu dan roti.

"Mama..." pekik Al dan El.

Vio meletakkan baju yang tadi ia pegang, meletakkannya ke atas ranjang.
"Kalian ngapain sayang?"

"Buatin salapan buat mama, tadi embok ilah yang buatin telus kita bawa ke sini," ujar El menjelaskan. Diangguki oleh Al,

"Wah makasih, ayok makan sama-sama," Ucap Vio lembut, mengajak Al dan El duduk bersimpuh dilantai untuk sarapan bersama.

"Kita kan sudah makan mama, sekalang tinggal mama yang belum, ayok dimakan," ucap El.

"Mama buluan makan! Kalo nggak mau makan tabok nih," timpal Al.

"Iya ini mama makan," mengusap pipi El.
"Al berani nabok mama hmm?" Ucap Vio, mencubit hidung mancung Al.

"Enggak belani, nanti dosa. Al kan anak soleh yang belbakti dan tidak sombong plus suka menabung,"

"Terserah kamu Al, mama makan ya kalian beneran nggak ingin?" Al dan El menggeleng serempak.

Vio akhirnya menyantap hidangan pemberian putra kembarnya dengan senyuman tulus, sekelebat ia ingat Vibra yang kini terasa asing untuknya.

"Enak kan?" Suara El membuyarkan lamunan Vio.

"Eh iya, enak bangett makasih anak mama yang ganteng-ganteng,"

"Sama-sama," jawab El.

"Iya dong, Al mah emang ganteng dari lahir kali mah."

"Iya percaya," Selesai menyantap roti Vio meraih segelas susu di atas nampan, ia meminumnya sampai tandas.

****

Vibra memejamkan matanya sembari mendongak menyandarkan punggunya dikepala kursi agar lebih rileks. Selama berhari-hari Vibra mendapat pesan minterius entah dari siapa, pesan yang berisi ancaman dengan mengirim foto istri dan dua putranya yang berlumur darah membuat Pikiran Vibra semakim kalut. Kenapa masalah kini silih berganti dan tak kunjung usai.

Vibra sadar akhir-akhir ini lebih sering diam. Ia juga sadar sering mendiamkan Vio meskipun Vio tidak salah, tapi percayalah saat ini Vibra hanya ingin sendiri dulu untuk menenagkan pikiranya.

****

Seorang perempuan berambut sebahu duduk bersimpuh dilantai dengan berurai air mata. Lewat cahaya yang remang nampak perempuan itu tengah memegang benda pipih tak terlalu panjang berwarna putih dengan paduan warna biru terang. Ia menatap nanar alat pegecek kehamilan yang menunjukkan tanda dua garis merah disana. Saat ini juga ia seolah ingin lenyap dari muka bumi karena rasa bersalah menyelimuti hatinya.

EUPHORIA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang