Chapter 33

5.3K 624 248
                                    

Haloo anak-anak, sudah siap untuk ngehujat Vibra?

Yuk gaskeun baca, tapi sebelum itu Vote dan komen dulu boleh lah ya, jam berapa kalian baca?

Happy reading 🌈✨

***

Nafas Vibra tersengkal sesampainya didepan ruang operasi, tempat Vio dirawat saat ini. Adam yang memberitahu soal Vio dan kedua putranya kecelakaan, kabar paling mengejutkan yang sampai saat ini Vibra sendiri masih tidak percaya. Dengan peluh yang membasahi kening hingga lehernya, Vibra mengatur nafas sebelum Adam mengatakan sesuatu yang membuatnya merosot terduduk dilantai, masih tak percaya.

"Dokter bilang, Vio mengalami pendarahan parah. Bayi di kandungannya meninggal dan harus segera dioperasi,"

Perkataan Adam seolah menjadi peluru yang menghujam lalu menembus dada Vibra. Laki-laki itu tak mampu berkata-kata, matanya memanas menahan amarah sekaligus rasa penyesalan yang teramat. Jika saja ia tidak meninggalkan Vio, mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.

"Al lukanya nggak terlalu parah, tapi-" Vibra kini menatap Adam memberi isyarat kepada laki-laki itu untuk melanjutkan ucapannya.

"El, El pendarahan di otak," untuk kesekian kalinya dada Vibra sesak, sulit sekali untuk bernafas. Air matanya sudah lolos tanpa ia sadari. Kepalan tangannya semakin kuat sebelum akhirnya ia lampiaskan dengan memukul lantai keramik itu.

"Percuma Lo nangis, nggak akan ngembaliin keadaan yang udah terjadi." Sinis Adam.

"Kenapa Lo bisa ada dirumah sakit ini juga?" Tanya Adam tanpa menatap lawan bicaranya.

"Fara dirawat dirumah sakit ini juga," tidak. Vibra tidak menjawab pertanyaan Adam, laki-laki sibuk berperang dengan isi kepalanya. Kedua tangan ia gunakan untuk meremas rambutnya, kepalanya terasa pusing dan berisik.

Adam nampak tenang tapi sejujurnya laki-laki itu sangat hawatir dengan keadaan Vio sekarang tapi memilih menyembunyikan perasaannya.

Berbeda dengan Vibra yang kini  berdiri didepan ruang operasi, sesekali melihat dari balik pintu memastikan keadaan Vio sekarang baik-baik saja. Meskipun kenyataannya ia sama sekali tidak bisa melihat Vio dari celah manapun.

Adam menepuk pundak Vibra, laki-laki itu mengatakan,"ada yang harus gue urus, gue yakin kasus Vio bukan murni kecelakaan."

Baru beberapa langkah Adam kembali berbalik, "Besok orang tua Vio balik ke Indo, gue harap Lo tau harus berbuat apa. Gue duluan," terakhir ditepuknya pundak Vibra.

Berjam-jam Vibra menunggu tapi ruang operasi tak kunjung dibuka, bahkan belum ada satupun Dokter atau perawat yang keluar. Begitu juga diruang operasi El, Vibra mengintip dari balik pintu kaca belum ada tanda operasi usai.

Beberapa jam kemudian, Kini dirinya berada di Bansal tempat Al dirawat. Baru saja ia masuk, diambang pintu air matanya lolos begitu saja kala melihat putra kecilnya terbaring lemah sendirian. Luka dibeberapa bagian tubuhnya membuat Vibra  merasakan ngilu.

"Jagoan papa udah bangun?" Buru-buru Vibra mengusap air matanya, tak mau Al melihat betapa lemah dirinya sekarang.

"Pa-pa, ta-kut hiks,"

Tangan Vibra menggenggam tangan mungil yang kini tertanam selang infus,"Papa disini, nggak akan kemana-mana Al nggak usah takut,"

Dengan masih terisak Al mengadu, "Hiks, pa-paa. El, bobok dijalan Telus banyak dalahnya," ingatan kecelakaan tadi rupanya masih terekam jelas dibenak Al.

EUPHORIA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang