Chapter 38

5.8K 568 296
                                    

Hay bestie , happy new year (telat 2hari gapapa)

Apa kabar? Semoga tahun ini semua cita-cita kalian tercapai, stay healthy dan kedepannya lebih baik lagi. Aamiin.

Happy reading.

***

Hening mendominasi ruangan serba putih tempat Vibra berbaring, langit-langit rumah sakit menjadi objek utama yang dia lihat ketika membuka mata. Pandangannya beralih pada selang infus dan beberapa alat bantu lain yang menempel ditubuhnya. Entah sudah berapa lama dia berbaring , Vibra  tidak ingat apapun kenapa dirinya bisa berakhir ditempat ini. Tapi Samar-samar ia mengingat terakhir kali tengah mencari Vio.

Vibra berusaha untuk bangun meski tubuhnya seperti remuk, dan  sadar merasakan tangan kirinya digenggam seseorang. Aroma vanilla menyeruak di indera penciumannya, Vibra sedikit menunduk melihat wajah lelah Vio yang tertutup poni rambut.

Sebelah tangannya terulur untuk mengusap puncak kepala Vio lembut. Ternyata bukan mimpi, yang ia sentuh sekarang adalah Vio. Seingatnya Vio pergi ke Los Angeles, kenapa sekarang biasa ada di sini menemaninya?

Vio terbangun menyadari puncak kepalanya diusap lembut oleh Vibra, ia menarik tangan yang sebelumnya menggengam tangan suaminya. Sedikit gugup, wajah Vio terlihat sangat lelah, bahkan tidak berani menatap Vibra sekarang.

"Kamu nggak apa-apa?" Pertanyaan itu bukan dari Vio melainkan Vibra, rasanya seperti lama tidak bertemu keduanya kikuk dan tidak tau harus bicara apa. Vibra yang terselimuti rasa bersalah dan Vio masih belum bisa menerima rasa sakitnya  tapi dipaksa untuk terlihat baik-baik saja.

"Aku seneng liat kamu sadar, tapi aku nggak mau nunjukin itu." Batin Vio.

"Em, Aku tadi nggak sengaja ketiduran," ucap Vio gugup. Jujur saja dia tidak Ingin seperti ini, rasanya seperti orang asing.

Vibra menyentuh pipi kanan Vio, tangannya gemetar hebat. Sudut matanya mengeluarkan cairan bening tanpa dia sadari, kemudian dia berucap,"Kamu keliatan capek banget, Sayang,"

Vio menggeleng cepat, "enggak, aku nggak capek. Cuma kurang tidur aja,"

Diturunkannya tangan Vibra dari pipi Vio,  pandanganya tidak lepas dari wajah cantik istrinya meski tanpa riasan apapun.

"Cantik," ucap Vibra lirih, namun mampu membuat semburat merah dipipi Vio.

"Beribu maaf nggak akan cukup buat maafin kesalahan aku, tapi kamu satu-satunya orang yang ada disamping aku ketika sedang jatuh-jatuhnya,"
"Aku makin ngerasa nggak pantas buat kamu," ujar Vibra dengan senyum pasrah. 

"Aku nggak pernah ngerasa sempurna tanpa kamu." Jawab Vio, ia berniat untuk beranjak pergi tapi ditahan oleh Vibra.

"Maaf," kalimat itu terucap lirih nyaris tidak terdengar.

Demi tuhan rasanya Vio ingin menangis disana, menangis di pelukan Vibra menumpahkan segala amarah dan rasa sakit yang ia pendam selama ini. Vio berulang kali menghela nafas berat, dan mengigit bibirnya menahan air mata yang siap lolos kapan saja. Bahkan Vibra tak mengijinkannya untuk pergi dari sana, cowok itu masih memberi tatapan teduh dan tersirat akan penyesalan yang begitu mendalam.

"Vio..." Panggil Vibra dengan suara serak.

"Uhm?"

"Aku nggak pernah baik-baik aja tanpa kamu," kalimat itu mampu membuat pertahan Vio runtuh seketika, perempuan itu menghambur memeluk Vibra. Ia menangis terisak menenggelamkan wajahnya di dada bidang suaminya itu.

EUPHORIA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang