V

104 5 0
                                    


Suara tembakan terdengar menggema didalam hutan yang masih diselimuti kegelapan itu. Namun, bukan berasal dari arah pria yang ada dibelakang Alex. Suara lain yang berasal dari kejauhan. Sebuah hembusan nafas lega keluar dari mulut lelaki sipit yang masih meringkuk dibawah jubah itu. Berbeda dengan Alex yang sama sekali tidak memberikan reaksi apapun atas suara tadi. Dirinya masih sibuk mengguncang tubuh Feng.

"Aku masih mengantuk. 10 menit lagi," Feng justru memilih kembali memejamkan mata dan menarik kembali jubah yang ia jadikan selimut. Hal ini membuat Alex berdecak. Ia kemudian menunduk dan menarik kembali jubah yang Feng kenakan.

"Ada seorang lagi yang mengawasi kita. Di atas pohon. Beberapa meter dibelakangmu," bisik Feng sebelum ia mendorong Alex menjauh. Alex yang sudah geram langsung bangkit dan menarik paksa selimut Feng.

"Dia sudah mati. Ayolah!"

Feng yang sudah terbangun hanya bisa mencibir karena ia tidak mengetahui hal itu. Barangnya yang sudah dibereskan oleh Alex membuatnya hanya perlu mencuci muka, mengenakan jubah coklatnya, lalu menunggani kudanya kembali.

Ditengah perjalanan, Alex memberikan dua buah pistol buatan Amerika kepada Feng. Feng sendiri tersenyum dan menerima pistol itu dengan senang hati. Lelaki itu memang dapat menggunakan pistol dengan baik berkat Alex yang mengajarinya di pertanian 2 tahun lalu.

Semburat kemerahan yang nampak di ufuk timur menandakan jika pagi akan segera tiba. Kedua pria itu kini tengah makan disebuah kedai kecil di tepi salah satu desa di wilayah Ya'an. Selesai mengisi perut dengan sup hangat dan seporsi mie serta olahan daging khas wilayah itu, keduanya lalu memacu kudanya menuju sebuah jembatan tua yang tidak terawat di tengah hutan. Disana sudah ada seorang pria dengan mantel tebal krem yang duduk dibawah sebuah pohon yang menunggu kedatangan mereka. Pria yang merupakan tangan kanan Alex, Steven Wayne.

"Siapa dia?" tanya Steve yang masih duduk di tempatnya.

"Biarkan dia yang bercerita kepadamu. Huan, dia Steve. Steve, bawa dia kepulauku. Jaga dia," Steve mengangguk mengerti, "apa kau sudah memiliki pesananku?"

Alex mengerutkan keningnya saat melihat Steve yang mengerutkan keningnya. Dengan positif, ia berfikir jika Steve lupa akan pesanannya saat terakhir kali bertemu. Lagi pula, Alex memang tidak mengatakan jika ia akan meminta informasi itu sekarang. Namun pria kaukasian itu mulai mencurigai sesuatu.

"Black Thunder, Steven-san," ucap Alex langsung pada apa yang ia minta. Steve hanya ber oh ria lalu mengambil secark kertas dan pena dari saku celananya.

"Kau pasti mengenal sosok yang mengincarmu ini, Alan. Seorang Professor muda berdarah Jepang. Aku tidak dapat mencari lebih jauh mengenai identitasnya. Tapi, dia berbasis di sebuah wilayah di Amerika," jelas Steve memberikan secarik kertas kepada Alex yang nampak berfikir.

"Oke, aku mengerti. Tolong siapkan tiket pesawat dan pasporku. Kutemui kau di Bejing 7 hari lagi," Alex berbalik dan ia berjalan pergi hingga sebuah tarikan di jubah hitamnya menghentikannya.

"Kau lebih membutuhkan ini, Alex. Berhati-hatilah," Feng menyerahkan dua pistol yang beberapa hari lalu Alex berikan kepadanya. Alex tersenyum lalu memasukkan kedua pistol itu kebalik jaketnya yang tertutup jubah.

Kaki Alex terhenti di sebuah penginapan kecil saat matahari sudah mulai terbenam di barat. Dengan langkah ringan ia melangkah masuk lalu memesan sebuah kamar privat. Setelah mengunci pintu, ia lalu mandi, mengingat hampir 3 minggu ini dirinya tidak mandi menggunakan sabun, hanya air.

Alex yang hanya mengenakan training hitam lamanya kini terdiam didepan cermin. Ia menatap pantulan dirinya disana. Rambut kecoklatannya panjangnya kini nyaris sedada. Jambangnya pun nampak begitu berantakan. Alex menghela nafas lalu keluar dari kamar mandi. Ia mengenakan kaus tipis berwarna hitam kemudian ia lapisi dengan sweater berwarna putih. Tangannya bergerak mengambil handuk yang tadi ia lemparkan asal ke atas kasur lalu kembali mengeringkan rambutnya yang masih basah. Ia ambil tas ransel hitamnya kemudian berjalan keluar dari penginaapan itu.

The (Psyco) GodfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang