Jason menganggukkan kepalanya setelah membaca secarik kertas itu. Ia berterima kasih kepada pelayan itu sebelum akhirnya memberikan uang tip padanya. Jason bangkit dan mulai melangkahkan kakinya keluar dari restaurant setelah pelayan itu pergi dari hadapannya.
Entah berapa lama waktu yang ia habiskan di restaurant itu, tapi saat ia melihat kaca yang menunjukkan lapangan terbang terdapat sebuah pesawat pribadi dengan cat hitam legam dengan corak putih-biru-merah di salah satu sisi landasan pacu. Pesawat itu menarik perhatian Jason yang kini berdiri dalam dibalik dinding kaca boarding room
Masih dengan langkah tenang, Jason menghampiri seorang petugas bandara yang langsung mengantarkannya menuju beberapa pria dengan pakaian formal yang sedang berbincang tak begitu jauh darinya. Ketiga pria itu langsung menunduk hormat kepada Jason. Pria yang tak lain adalah pilot, co-pilot, dan ajudan Jason itu langsung berjalan menuju pesawat pribadi bos mereka yang sudah siap sejak sejam lalu.
Jason mengulas senyumannya saat melihat sebuah koper medium size diseret oleh seorang lelaki yang berjalan tergesa untuk menyusulnya.
"Jadi, tuan, kemana tujuan kita kali ini?" Tanya seorang pria dengan kemeja putih. Pertanyaan ini selalu dilontarkan saat hendak mengantarkan tuannya karena memang, Jason tidak pernah menyebutkan kemana tujuannya.
"Hongkong," satu kata itu keluar dengan lancar dari bibir Jason yang langsung membuat kedua penanggung jawab pesawatnya saling berpandangan.
Selesai berurusan dengan petugas imigrasi, pria berbadan tegap itu langsung berjalan menuju stasiun MTR. Dengan octopus card yang ia beli di Counter Airport Express di bandara selepas mengurus dokumen imigrasi, ia langsung masuk kedalam kereta berwarna silver yang cukup lengang. Tidak membutuhkan waktu yang cukup lama untuk Jason tiba di stasiun MTR yang berada di wilayah Kowloon dengan menggunakan MTR Airport Express.
Jason menatap sekelilingnya yang cukup ramai akan aktivitas jual beli sebuah pusat perdagangan pada umumnya. Kowloon memang bukanlah sebuah kota besar metropolitan seperti Hong Kong. Dibandingkan dengan Hong Kong, kota ini tampak memiliki sisi lain. Jason mengabaikan banyak mata yang menatapnya secara terang-terangan. Dilangkahkan kakinya menuju sebuah gang sempit.
Mata elang pria itu membaca tulisan berbahasa Huayu di atas pintu kayu yang dilapisi oleh sebuah pintu besi. Tanpa ragu, diketuknya pintu itu beberapa kali. Tanpa menunggu lama, seorang wanita kaukasian keluar membukakan pintu itu. Tubuhnya menegang sesaat mengetahui siapa yang berkunjung ke tempatnya. Dengan cepat pula, Jason dipersilahkan untuk masuk.
"Xavier, lama kau tidak berkunjung kemari," ucap wanita itu saat keduanya baru saja menuruni tangga besi yang menuju ke ruangan bawah tanah.
Pandangan pria yang mengikuti wanita itu menerawang. Langkahnya menuruni tangga terhenti sejenak. Aroma rempah yang cukup kuat menyeruak dalam hidungnya. Tatapannya beradu dengan sorot tajam wanita yang kini berkacak pinggang dekat sofa. Jason yang sempat terdiam di tangga, kini kembali melangkah menuruni satu persatu anak tangga yang terletak di tepi ruang lapang itu.
"Ya. Mungkin 3 atau 4 tahun lalu," Jason langsung duduk di bean bag yang terletak di sudut ruangan.
Mata Jason memicing mengamati ruangan yang nampak begitu modern, berbeda dengan keadaan luarnya. Dua buah mesin pendingin ruangan berukuran besar yang terpasang di dinding, sebuah loker besi yang terletak di sisi ruangan, lemari besi yang terletak disamping loker, sebuah akuarium yang menjadi sekat antara ruang tengah dengan ruang tidur, serta dua buah monitor yang terletak di sisi lain ruangan. Dinding yang di cat dengan warna biru gelap dengan ceiling berwarna kelabu memberikan kesan nyaman. Mata Jason kini memejam, menikmati situasi tenang yang baru saja ia dapatkan, ditambah lagi dengan mengalun lirihnya lagu jazz dari speaker yang keberadaannya tidak nampak dimatanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/157477999-288-k806110.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The (Psyco) Godfather
AléatoireJangan mencari masalah denganku. Jika tidak aku yang akan datang membantaimu dengan tanganku sendiri - Alexandro Alvaro