XI

59 4 0
                                    

Suara terputus yang dihasilkan oleh alat elektronik hitam kecil yang terpasang di telinganya. Meskipun ia tahu jika suara itu hanya dapat didengar olehnya, tetapi rasa takut menyelimutinya saat pria yang sedang ia amati beberapa kali menatap langsung ke arahnya membuatnya merasa seolah suara itu terlalu keras sehingga pria yang berjarak 100 meter darinya itu dapat ikut mendengarnya. Dihembuskannya napas leganya saat pria jangkung itu pada akhirnya masuk kedalam rumah setelah kepergian kendaraan yang dikemudikan oleh pria yang nampak pergi dengan tergesa.

"Pria dengan tampang remaja itu bernama Matthew Peterson, dia seorang dokter bedah professional. Ia memiliki rumah sakit besar di Massachussets dan setahun ini ia cuti dari pekerjaannya dan memilih menghabiskan waktu dengan sang kakak. Sedangkan pria lainnya bernama Xavier Peterson, kakak Matthew sekaligus pemilik ¾ hutan pinus di Ontario, termasuk hutan tempatny berada. Dia juga memiliki perusahaan pengolahan kayu di Montreal. Keduanya bersih," jelas seorang lainnya dari sebrang.

"Lalu apa hubungan antara Petersons dan Alan?" tanya pria setelah mengetahui identitas keduanya.

"Tidak ada. Sama sekali tidak ada catatan tentang mereka. Mungkin salah satu dari Peterson menemukan Alan yang bersimbah darah, lalu membawanya pulang. Matthew merawatnya," penjelasan itu membuat si pria mengangguk.

Dengan perlahan ia merangkak mundur. status keduanya yang bersih dapat membuatnya kembali ke markasnya setelah memasang sebuah kamera yang akan merekam keadaan rumah itu. Tanpa ia sadari, sepasang mata yang sosoknya kini berdiri di balkon rumahnya mengamati dengan pasti pergerakan bayangannya dalam kegelapan.

Sorak sorai kemeriahan malam pergantian tahun dapat dijumpai di seluruh penjuru dunia, terkecuali di wilayah hutan yang begitu kelam dan terkucilkan dari hingar bingar dunia dunia luar. Kening Alex berkerut saat sebuah truk berhenti di halaman rumah Jason. Alex yang sedang duduk di kursi kamar Kevin di lantai atas langsung bangkit dan melihat sosok yang berkunjung di saat seperti ini. Disana, ia melihat dengan jelas seorang pria dengan mantel tebalnya baru saja berjalan dari truknya menuju teras yang langsung dihampiri oleh Jason. Keduanya tampak mengobrol sesaat sebelum pria yang datang dengan truk itu mengangguk lalu pergi membawa truknya kembali.

"Bagaimana?" tanya Alex yang kini sudah dapat berjalan seperti biasa. Jahitan yang sempat nyaris terbuka pada tubuhnya pun telah mengering.

"Semuanya berjalan sesuai rencana. Aku akan pergi nanti pagi. Kebetulan aku harus menemui beberapa orang di Eropa. Awal Juli mungkin aku baru selesai," jelas Jason yang kembali duduk di sofa ruang tamu. Pria itu mengambil sebuah buku tebal yang ia letakkan di atas nakas samping sofa, kemudian kembali membacanya.

Alex mengangguk mengerti. Ia kembali menuju kamar Kevin dimana beberapa buku tentang ilmu anatomi manusia terpajang rapi di rak bukunya. Kapasitas otak Alex yang termasuk dalam kategori very superior, sama seperti ketiga rekannya, membuatnya mudah menyerap dan memahami apa yang ia baca. Mata hazel itu terus bergerak mengikuti arus bacaannya. Kepala yang beberapa jam sedikit menunduk itu mendongak saat ia merasakan kram ringan pada leher belakangnya. Keningnya berkerut saat melihat semburat kekuningan yang begitu samar nampak menghiasi langit di ufuk timur yang masih gelap. Terlalu asik membaca, ia tidak menyadari jika hari sudah kembali pagi.

Pria tegap itu bangkit dan meregangkan otot-ototnya sejenak. Ia lalu berjalan menuruni tangga dan mendapati Jason yang sedang memasukkan beberapa barangnya kedalam sebuah ransel merahnya. Lebih tepatnya beberapa botol bird an anggur kedalam wine bag ransel miliknya. Jason yang merasakan kehadiran tanpa suara mendongakkan kepalanya menatap Alex yang berjalan ke dalam kamarnya.

"Kau berangkat sekarang?" tanya Alex yang melihat Jason yang kini mengenakan jaket denimnya. Yang ditanya hanya mengangguk.

Tanpa ada yang angkat suara, keduanya lalu berjalan beriringan menuju teras. Alex bersandar pada tiang kayu sedangkan Jason langsung masuk ke dalam truk pickup GMC hitamnya. Suara knalpot mobil itu memecah keheninganyang sedari tadi meliputi keduanya. Mata hazel Alex menatap kepergian Mobil itu dengan datar.

Pria berbadan tegap itu kemudian berbalik, kembali berjalan memasuki rumah lalu mengambil money case silver milik Kevin yang diberikan kepadanya beberapa hari lalu. Tas silver yang terbuka itu menampakkan satu set mata scalpel berbagai tipe dan beberapa tipe gagang scalpel yang terpisah. Senyuman tipis nampak di wajah yang beberapa hari ini tak menampakkan senyuman itu. Dengan cekatan dirangkainya gagang dan bilah pisau bedah yang telah ia pilih. Meski Alex masih menyimpan dua buah scalpel kesayangannya, tidak ada salahnya berjaga-jaga kan?

Matahari yang kian meninggi hanya mampu meningkatkan suhu satu derajat celcius. Rasa dominan akan hawa dingin yang berhembus sama sekali tidak berkurang. Angina sesekali bertiup menjatuhkan salju yang menutupi bagian atas dedaunan pada pohon yang masih mempertahankan daun jarumnya yang berwarna hijau. Suara samar klakson truk yang melintasi jalan raya beberapa kilometer dari rumah itu masih dapat ditangkap oleh telinga. Gonggongan anjing liar yang sesekali terdengar bersahutan menemani kesunyian yang merayap memenuhi rumah yang kini hanya dihuni oleh satu orang manusia.

Alex yang kini bertelanjang dada hanya menatap pantulan dirinya di cermin. Sorot tajam mata itu terfokus pada luka-luka yang mana masih bertahan pada tubuhnya yang kini sudah nyaris pulih 100%. Mata itu kini beralih pada refleksi wajah yang tertutup oleh rambut pada bagian rahang kokohnya. Tangannya bergerak mengusap jambang yang kini kembali memanjang. Tanpa krim cukur dan tanpa ragu Alex mengarahkan sebilah scalpel yang biasa ia gunakan dalam mengeksekusi musuhnya. Scalpel Swann Morton yang ia pesan khusus melalui Kevin dengan inisial AA di gagangnya. Mata tajam scalpel itu bergerak mengikuti lekuk rahangnya, mencukur habis jambang miliknya hingga ke pangkal. Sedangkan rambutnya? Ia telah memangkas rambut itu saat ikut bersama Jason ke kota beberapa hari sebelumnya.

Musim dingin perlahan memudar berganti dengan sedikit kehangatan saat matahari kembali beranjak menuju sisi utara bumi. Salju yang sebelumnya turun seperti hujan yang mengguyur negara tropis kini mulai berkurang intensitasnya. Meskipun demikian, hawa dingin masih saja melingkupi wilayah utara yang memang masih mengalami musim dingin. Tumbuhan yang sebelumnya hanya menyisahkan ranting-ranting kering seolah olah tidak ada lagi kehidupan disana, kini kembali menghijau sedikit demi sedikit.

Salju menggunduk di tepian jalan tua berwarna kelabu yang membelah hutan pinus seluas ribuan hektar yang kini masih tertutup salju. Tak ada satupun kendaraan yang melintasi jalanan yang terbuat dari cor itu selain sebuah Harley Davidson lawas yang melaju dengan kecepatan sedang. Rambut coklat pengendaranya bergerak bebas mengikuti angin yang bergerak berlawanan. Wajahnya dibingkai sebuah kacamata Aviator, menutupi mata dengan manis indah hazel kehijauan.

Pengendara itu hanya mengenakan kaus tipis dan kemeja putih yang dibalut jaket kulit bewarna hitam, celana jeans, dan sebuah boot semata kaki bewarna seanada. Ia hanya memabwa beberapa lembar uang seratus dollar Amerika serta dokumen imigrasi yang kini mengisi saku bagian dalam jaket kulit itu. Untuk saat ini yang ingin ia lakukan hanyalah berkendara menyusuri jalanan beraspal menyamarkan kehadirannya. Mengikuti kemanapun jalanan membawanya.

The (Psyco) GodfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang