XIV

46 5 0
                                    


Sebuah guncangan pelan di lengan kanan Kevin membuat pemiliknya menggeliat pelan. guncangan itu sudah lebih kuat dibandingkan dengan guncangan sebelumnya, namun tidaklah cukup untuk membuat lelaki itu membuka mata. Nath berdecak sebal sekali sebelum akhirnya ia beranjak menuju kamar mandi yang berada di balik tangga di sudut basement tanpa sekat itu. Dengan tangan menadahi air dingin yang ia ambil dari washtafel, ia kembali menghampiri Kevin dan mencipratkan air yang ia tadahi menggunakan tangannya tepat ke wajah mulus nan bersih lelaki itu. Kevin sendiri langsung terduduk dengan mata terbuka setelah air itu mampir membasahi wajahnya.

Kevin mendengus menerima perlakuan manis dari Natasha untuk membangunkannya. Ia menatap tajam wanita yang kini tertawa ringan sesaat setelah menyaksikan reaksi Kevin yang cukup lucu dimatanya. Ekspresi sebal Kevin mengikuti sorot matanya yang kini mengikuti sosok wanita menyebalkan yang mengganggu paginya itu.

"Aku harus pergi. Jam kerjaku sebentar lagi,"

Lelaki itu hanya berdehem menjawab ucapan wanita yang kini telah lengkap. Sosok yang begitu cantik itu berubah dalam sekejap mata menjadi sosok wanita dalam tampilan khas wanita era 90an. Nath yang menangkap ekspresi sebal Kevin itu kini menghampirinya. Dikecupnya singkat pipi tirus lelaki itu yang langsung melunturkan ekspresi dongkol yang sedari tadi terukir di wajah rupawannya sejak kelopak mata miliknya pertama kali terbuka.

Nath bangkit mengambil tasnya dan beranjak keluar melalui tangga basement yang akan membawanya ke lantai dasar meninggalkan Kevin yang masih duduk berdiam diri mengumpulkan seluruh nyawanya yang masih tercecer. Setelahnya, ia memilih memasuki kamar mandi untuk menyegarkan tubuh, pula dengan pikirannya.

Jarum jam menunjukkan angka 9.10 saat Kevin melangkahkan kakinya kedalam sebuah supermarket terdekat yang dapat dicapainya dengan berjalan kaki. Lelaki itu hanya mengenakan kemeja maroon dan jeans lamanya yang sengaja ia tinggalkan di rumah Nath saat terakhir kali ia berkunjung, beberapa tahun yang lalu. Ia keluar dari supermarket dengan mengenakan sebuah jaket di badannya pula sebuah topi berwarna soft pink yang menutupi rambutnya yang baru ia beli. Sebuah papperbag berukuran kecil juga ia tenteng di tangan kirinya.

Mata lelaki itu terpejam selama perjalanannya menuju kota kecil yang terletak di perbatasan disktrik Spring Valley. Bukan karena mengantuk, karena ia sadar ada sesuatu yang salah dengan supir dari taksi yang kini ia tumpangi. Meskipun ia mengenakan kacamata Peeekaboo, topi, serta tudung jaketnya, Kevin tahu jika ia tidak bisa bertindak gegabah dengan menatap supir yang duduk dihadapannya secara terang-terangan. Dengan santai, tangan pria itu mengambil sebuah botol kaca kecil yang ada dalam tasnya, memastikan jika botol itu ada disana.

"Terima kasih," ucap Kevin dengan sebuah senyuman menghiasi wajahnya dengan hangat.

Ia menegakkan badannya kembali. Soorot matanya yang hangat disapukannya ke lingkungan disekelilingnya. Beberapa rumah tua dengan halaman luas nampak berjajar dengan rapi di kanan dan kiri jalan. Di masukkannya kedua tangannya kedalam saku jaket soft pinknya. Dengan santai ia mengambil langkah pendek menuju sebuah rumah yang terletak di ujung jalan. Setelah memastikan tidak ada yang melihatnya, ia melangkah masuk kedalam sebuah rumah yang kondisinya jauh dari kata baik dan terawat.

Mata dokter itu memicing saat mencium suatu aroma yang tidak asing baginya secara samar saat baru hendak melangkah menuju teras rumah yang terbengkalai itu. Dengan cepat ia basahi sapu tangan yang baru ia beli dengan air mineral miliknya sebelum akhirnya ia gunakan untuk menutup mulut serta hidungnyakeinginannya untuk masuk melalui pintu depan pupus begitu saja saat ia teringat akan sesuatu. Dengan langkah ringan, ia memutar arah mencari pintu belakang rumah itu. Matanya memicing saat ekor matanya menangkap sesosok bayangan dari balik gorden jendela berwarna putih yang lusuh itu.

"Jika dan hanya jika," gumam Kevin saat sebuah premis akan bayangan itu terlintas dalam kepalanya.

Ia berjalan menuju ke bawah sebuah pohon apel yang berada beberapa meter dari pintu belakang yang baru saja ia temukan. Dimasukkannya sapu tangan basahnya ke dalam saku jaketnya sebelum ia memakai sebuah masker gas khusus yang ia ambil dari rumah Natatsha sebelum ia berangkat tadi. Tak lupa, ia keluarkan sebuah botol kaca kecil dari dalam tasnya. Dengan berhati-hati dituangnya satu tetes cairan dari dalam botol itu kedalam botol kaca sebuah parfum semprot. Dengan cepat pula, botol kaca kecil miliknya ia tutup dan ia masukkan kembali kedalam tas. Setelahnya, Kevin langsung menutup botol parfum itu dan berjalan masuk kedalam rumah tua didepannya itu. Sepanjang langkahnya, tangan lelaki itu terus mengocok botol kaca parfum pria aroma citrus itu.

PSST

Dengan santai disemprotkannya parfum yang ia bawa setiap 4 meter. Tak lupa disemprot pula ruangan-ruangan kosong yang ia lewati. Langkah dokter itu terhenti saat memasuki ruangan tengah. Disana hanya ada seperangkat komputer tabung tua, kursi kayu, meja besi, rak yang berisi sejumlah buku dan kertas, dan dinding yang berisi sejumlah kertas yang ditempelkan dengan paku payung yang saling terhubung dengan pita merah.

Langkah pendeknya terhenti sejenak, dikeluarkannya sarung tangan karet steril yang cukup tebal dari saku celananya. Dengan cepat, ia kenakan sepasang sarung tangan itu, melapisi sarung tangan super tipis yang telah ia kenakan sebelumnya. Sarung tangan khusus yang ia buat sendiri menggunakan silicon khusus untuk bisa menghasilkan sarung tangan transparan dengan sidik jari dari seseorang yang bahkan tidak pernah ada.

Kevin yang sudah menarik kursi langsung berbalik dan berjalan menuju sebuah pintu yang berada tepat dibelakangnya. Disemprotkannya parfum yang ia bawa ke tangga ruang bawah tanah yang ada dibalik pintu itu beberapa kali. Ia kemudian beralih menuju pintu yang ada disampingnya, pintu tangga menuju ke lantai atas. Setelah puas memberikan pengharum ruangan, Kevin duduk di kursi yang tadi ia tarik setelah membaca hubungan-hubungan potongan berita yang menempel di dinding. Diraihnya setumpuk kertas yang berada di depannya dan dibacanya dengan santai. Sesekali ia kembali menyemprotkan parfum beraroma citrus itu ke udara.

Fokus membaca sejumlah berkas yang cukup mengejutkan baginya tidak membuat Kevin lupa diri. Telinganya yang selalu awas menangkap suara derap langkah dari tangga dan suara lainnya dari sisi lain rumah. Kevin menopang dagunya dengan kedua tangan. Pikirannya melayang memikirkan benang merah pemburu Alex yang kini ia ketahui. Bukan hal rumit sebenarnya, tetapi cukup menjebak. Kini, ia tahu siapa sosok culprit dibalik nama Black Thunder.

Mata lelaki itu memejam. Berawal dari sebuah plat truk trailer ia mengetahui identitas penyewa truk itu. Dari sana ia dapat memecahkan dan merumuskan sejumlah orang terkait yang bekerja sama dengannya dengan melakukan transaksi uang. Sebuah nama yang ia tebus dengan uang sebanyak dua juta dollar membawanya ke rumah terlantar di sebuah distrik tua yang nyaris terlupakan ini Dan segala informasi yang Alex butuhkan kini sudah ada didalam kepalanya. Segalanya.

CKLREK

Suara tarikan pelatuk tepat di belakang Kevin membuat dokter itu membuka matanya. Ia menoleh kebelakang secara perlahan. Sebuah pistol ditodongkan tepat ke kepalanya dari jarak yang tidak begitu jauh. Kevin hanya bisa diam saat pria itu berjalan mendekatinya.

"Bodohnya aku sampai ketahuan," rutuk lelaki itu yang masih terduduk kaku di atas kursi.

The (Psyco) GodfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang