Suara ketikan terdengar samar saat wanita itu mengetikkan nama yang kini harus ia cari. Disana, ia bisa mencari siapapun yang terlibat dengan organisasi bawah tanah. Data milik Interpol, kepolisian, dan segala intelijen mengenai buronan ada dalam buku virtual yang telah ia susun untuk dirinya pribadi. Tak hanya data para criminal, seluruh manusia yang mimiliki kartu identitas pasti masuk ke dalam database bukunya.
Menunggu loading pencarian nama Edward Stevenson bukanlah hal yang singkat. Bukan karena proses hardware maupun softwwarenya yang memakan waktu, melainkan untuk mengambil dan menyisihkan pemilih nama itu dari beberapa milyar penduduk bumi lah yang cukup memakan waktu. Andaikan pria itu memiliki info lebih mendetail mengenai Edward, tak hanya nama, pasti pencarian ini dapat dilakukan dengan cukup cepat.
"Edward yang mana?" mata Hanna memiccing melihat jumlah hasil pencarian yang menyentuh angka 4 dengan 6 nol dibelakangnya, "pemilik nama ini tersebar merata di peta bumi, bodoh,"
"Yang tinggal di Hongkong," Jason hanya menatap sekilas peta yang terbentang di layar laptop Hanna yang menampakkan sebuah titik merah di wilayah Laut Cina Selatan. Matanya melotot saat mengetahui ada informasi lain yang bisa ia gunakan sebagai filter untuk pencariannya.
"Apa kau yakin dia Edward yang kau cari? Dia hanya seorang akuntan," Hanna menyodorkan laptopnya kepada Jason yang kini membaca dengan cermat identitas Steven.
"Ya, selidiki dimana keberadaannya sekarang. Aku ingin tidur," dengan tak acuh, Jason berjalan menuju sebuah sofa bed yang berada di sisi lain ruangan. Langsung dihempaskannya tubuh kekar itu, dan dimulailah perjalanan pria itu menjemput mimpinya.
Hanna yang melihat tingkah menyebalkan tamunya kali ini hanya mendengus. Ia hanya pasrah saat laptopnya kembali melakukan proses pencarian yang ia yakini akan menghabiskan waktu hingga matahari kembali melakukan tugasnya menyinari bumi. Wanita itu sendiri lebih memilih untuk memejamkan matanya di lantai dengan punggung ia sandarkan pada bean bag empuk di belakangnya.
Matahari mulai memancarkan sinarnya di langit saat seorang wanit keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang masih basah. Suara beep yang berasal dari laptopnya yang berada di meja dengan kabel pengisian daya tersambung menarik perhatian wanita itu. Dilihatnya tampilan layar yang menampilkan seorang pria bermata sipit dengan setelan formal yang tengah berjalan dengan cukup mencurigakan di dermaga.
Dengan langkah cepat dihampirinya pria yang masih meringkuk di atas ranjang. Selimut pun menutupi Jason langsung ia singkapkan. Ditariknya hidung mancung pria itu hingga siempunya membuka mata dan menatap wanita yang masih mengenakan handuk kimono itu dengan tatapan ingin membunuh.
"Manusia yang kau cari ada di dermaga. Dia ada di Kai Tak," ucap Hanna yang kini telah kembali duduk di sofa.
Tanpa menyahut, Jason langsung masuk ke dalam kamar mandi membawa pakaian yang semalam ia beli di toko kelontong. Ia keluar dengan rambut basah 20 menit kemudian. Dipakainya jaket putihnya lalu dipindahkannya sembilan ikat uang yang ada dalam wine bag hijaunya kedalam tas ransel yang tergeletak di atas bean bag. Telinganya sendiri mendengarkan penjelasan Hanna mengenai lokasi keberadaan pria yang ia cari.
"Itu bayaranmu, terima kasih," Jason langsung berlalu keluar setelah mengambil beberapa bungkus roti dari meja. Diletakkannya wine bag yang masih berisi beberapa puluh ribu dolar di pangkuan Hanna sebelum ia melangkahkan kakinya keluar dari gedung tua itu.
Mengingat posisinya yang berada di Kowloon, mungkin butuh 15 menit untuk sampai di Kai Tak. Dicegatnya sebuah taksi merah dengan bagian atas berwarna putih yang melintas. Langsung diutarakan tujuannya pada sang supir taksi yang langsung melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Jalanan masih cukup lengang karena jam masih menunjukkan pukul 5.15 pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The (Psyco) Godfather
OverigJangan mencari masalah denganku. Jika tidak aku yang akan datang membantaimu dengan tanganku sendiri - Alexandro Alvaro