Bibir pria itu yang sebelumnya terbuka seolah hendak mengeluarkan suara, kini tertutup kembali. Pikirannya melayang mengingat apa yang sudah ia lakukan untuk menyelesaikan tugasnya.
"Hmm. Baik. Aku sudah menelusuri latar belakang orang yang menyewa tronton itu. Keberadaannya terakhir kali di Nevada, mungkin setelah selesai dengan pekerjaanku aku akan kesana," jawab Kevin yang tersenyum ramah kepada beberapa perawat dan dokter yang menyapanya.
Tut
Kevin menatap gagang telpon yang ia genggam dengan sorot mata tidak percaya. Panggilan itu langsung diputuskan secara sepihak begitu saja oleh Jason yang kini sedang berada di Jepang. Dengan perasaan dongkol, disimpannya kembali gagang telepon berwarna kelabu itu dengan bantingan pelan. Baru saja ia hendak melangkah kembali ke ruang bedah, seorang perawat muda menghampirinya dengan tergesa. Ia hanya bisa mengangkat sebelah alisnya melihat itu.
"Dokter," perawat itu langsung menunjukkan sebuah berkas yang membuat kening Kevin berkerut.
"Ya, aku akan segera kesana setelah selesai dengan pasien yang sekarang kutangani,"
Kevin hanya bisa menghela nafas saat ia harus memeriksa seorang wanita yang mengalami kerusakan saraf spinal berat akibat cedera tulang belakang. Hal ini berarti ia harus membatalkan jadwal penerbangannya dari Boston menuju Nevada yang seharusnya pukul 8 pagi nanti, mengingat ada satu lagi operasi besar yang harus ia tangani.
Lelaki itu mungkin masih tertidur dalam posisi duduk di kursi pesawat yang dinaikinya sore tadi jika saja ia tidak dibangunkan oleh salah seorang pramugari yang kini bersiap untuk turun pula. Dengan langkah berat ia kenakan sebuah bodypack hitam berukuran kecil yang sedari tadi ia letakkan di pangkuannya. Senyum ramah yang ia lemparkan ke beberapa pramugari yang masih sibuk dengan beberapa pekerjaan mereka di kabin, Kevin berjalan keluar dengan santai. Tangannya bergerak membuka sebungkus permen karet, memakannya, kemudian membuang bungkusnya kedalam tong sampah yang ada di setiap sudut bandara.
Kevin merogoh isi tas hitamnya kemudian mengeluarkan sebuah kacamata dari dalam sana. Hanya kacamata dengan model round Peekaboo hitam dengan lensa normal untuk melindungi matanya dari serangga yang sesekali terbang menabrak matanya. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, mengamati kendaraan yang berlalu lalang disekitarnya sebelum memilih mencegat sebuah taksi kuning kosong yang melintas.
Dirogohnya saku celananya, diambilnya secarik kertas lusuh sebulum akhirnya ia tunjukkan kertas berisikan sebuah alamat yang tak begitu jauh dari bandara internasional kepada supir yang duduk didepannya. Sang supir mengangguk, dijalankannya taksi yang ia kemudikan itu dengan kecepatan sedang.
"Terima kasih," Kevin sedikit membungkuk sebelum berbalik lalu langsung memasuki sebuah rumah yang cukup tua di pinggiran distrik Spring Valley.
Lelaki itu tidak menyangka apabila perjalanannya membutuhkan waktu yang tidaklah singkat. Cukup banyak pula uang yang harus ia bayarkan kepada sang supir untuk sampai ditempatnya sekarang. Bulan kini telah mengambil alih tugas matahari untuk menyinari bumi saat lelaki itu menatap rumah lama dengan sorot mata yang sulit diartikan. Jantungnya menghentak kuat beberapa kali saat Kevin berjalan menyeberangi jalanan yang sepi.
Angin yang hangat memecah keheningan dengan menggerakkan dedaunan yang kini bersemi, menimbulkan bunyi gesekan dari pergerakannya. Lampu jalanan yang menerangi trotoar yang berada tepat di depan rumah tanpa cahaya lampu sedikitpun itu turut memberikan kesan suram. Cat pada dinding yang kini mengelupas bahkan menjadi habitat lumut tidaklah membuat rumah yang berada itu indah, justru menambah kesan angker padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The (Psyco) Godfather
De TodoJangan mencari masalah denganku. Jika tidak aku yang akan datang membantaimu dengan tanganku sendiri - Alexandro Alvaro