Sebilah senjata tajam mengayun dengan cepat. Erangan kesakitan langsung menggema di ruangan itu. Pria botak yang tadinya berlari menghunuskan karambitnya kini jatuh terduduk dengan tangan kiri menggenggam erat pergelangan tangan kanannya yang terpotong dalam sekali tebas.
Darah segarpun langsung tersembur keluar dari pembuluh yang terputus. Cairan merah itu terus mengalir meski si pemilik tangan telah menahan laju aliran darah menggunakan tangannya yang lain. Aroma anyir khas darah yang tadinya sempat menghilang sesaat bersamaan dengan darah yang perlahan mongering, kini kembali menyeruak dalam rongga hidung pria yang masih berdiri dengan Dao yang berlumuran darah.
Sebuah senyuman sinis tersungging di wajah pria yang kini melepaskan kacamatanya itu. Ia dengan santai menggoreskan mata Dao yang sangat tajam itu ke punggung pria botak yang masih mengerang menggenggam pergelangan tangannya. Darah langsung merembes keluar membasahi kaus hijau yang dipakainya. Pria itu menancapkan Dao yang ia genggam pada tubuh pria yang sudah tak bernyawa didekatnya.
"Berapa uang yang kau dapat untuk membawa kepalaku ke bosmu?" tanya pria yang kini menunduk di hadapan si pria botak, "satu Miliar? Triliun? Hmm, apa uang itu masih berarti jika ku ambil kedua bola matamu?"
Pria botak yang mulai lemas kehabisan darah itu hanya bisa memejamkan matanya dan menunduk saat kedua tangan psikopat itu menyentuh kelopak matanya. Ia dapat merasakan kedua tangan itu memaksa masuk dan membuka kelopak matanya sebelum perih yang begitu hebat menyerang wilayah sekitar matanya saat jari-jari berukuran besar itu masuk ke dalam rongga matanya. Rasa kosong ia rasakan dengan jelas pada rongga matanya setelah jemari itu menarik keluar kedua inderanya diantara rasa perih dan panas.
"Bagaimana rasanya? Uh, kau memiliki iris coklat yang begitu lembut," ucap pria itu yang kini mengamati kedua bola mata yang kini ada di telapak tangannya.
Digenggam erat tangan kirinya yang menyebabkan benda cair bulat berselimut sebuah lapisan tipis itu pecah. Tangan yang kosong itu langsung mencengkram pipi pria botak dihadapannya supaya ia membuka mulutnya. Dengan tawa berderai ia meletakkan bola mata di tangan kanannya dengan perlahan ke dalam mulut pria yang terbuka beberapa cm itu.
"Ah, harusnya Sean masih disini. Dia akan sangat senang bisa merasakan bola matamu," lanjutnya dengan mata menerawang mengingat sahabatnya itu dulu. Ia teringat saat mafia yang mengawalnya menuju beijing menceritakan jika Sean tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat yang masih hilang dikedalaman lautan.
"Kau memang iblis, Alan," desis pria botak itu setelah memuntahkan bola matanya sendiri.
"Mungkin kau benar. Dan iblis itu terbangun setelah rekanmu membunuh sepasang lansia yang telah menidurkan iblis itu,"
Ya, pria psikopat yang menghabisi lebih dari selusin pria di dalam ruangan berukuran 7x10 meter ini adalah Alex. Ia hanya tertawa mengingat rasa menyenangkan saat darah segar lawannya melumuri kedua tangannya. Rasa yang begitu hangat dengan sebuah sensasi menyenangkan yang aneh.
Ia berjalan memutar, mencabut Dao dengan tangan kanannya yang terbalut dalam sarung tangan karet tipis untuk mengindari terlacaknya sidik jarinya. Alex memang selalu menggunakan sarung tangan transparan khusus itu kemanapun ia pergi, sarung tangan yang justru memberikan sebuah sidik jari lain pada bagian telapaknya.
Sebuah senyuman miring tersungging sesaat sebelum tangan kanannya mengayunkan Dao yang ia genggam menebas leher pria itu hingga terputus. Kepala tanpa rambut itu terjatuh ke lantai begitu saja meninggalkan badannya dengan leher yang menampakkan bagian dalamnya. Otot, pembuluh darah, hingga tulang leher nampak dengan jelas pada irisan melintang yang baru saja dibuat itu. Darah langsung menyembur dan mengalir keluar melalui pembuluh nadi yang menganga.
![](https://img.wattpad.com/cover/157477999-288-k806110.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The (Psyco) Godfather
RandomJangan mencari masalah denganku. Jika tidak aku yang akan datang membantaimu dengan tanganku sendiri - Alexandro Alvaro