Sebuah pisau fillet mendarat di kulit coklat gelap milik seorang pria yang berusaha membidiknya saat ia tengah melawan rekannya yang lain. Pisau yang diambilnya dari tas pinggang kecil yang terpasang di pinggangnya itu mendarat dengan mulus menembus kulit dan otot dada bidang pria itu. Darah tampak merembes dari daging yang terkoyak itu, menciptakan kesan glossy setelag sinar lampu jatuh menerpanya.
Kemeja hitam yang membungkus badan atletis si pelaku utama kini basah akan cipratan darah pria-pria malang yang kini telah tergeletak di lantai dengan sebuah luka sayat di leher mereka. Ubin marmer putih yang menutupi lantai kini digenangi dengan darah. Ekor mata Alex menangkap sebuah bayangan senjata api yang terangkat ke udara.
KLEK
DOR
"Uh, maaf," ditariknya dengan paksa seorang pria yang baru saja ingin ia habisi untuk menutupi tubuhnya tepat tegak lurus dengan arah senjata api yang kini memuntahkan timah panasnya tepat ke arahnya, "Nice try,"
Berat badan pria dengan kening berlubang itu kini bertambah, membuat Alex melepaskan cekalannya. Tubuh pria itu langsung merosot, jatuh dan terkulai tanpa nyawa di atas lantai. Ditatapnya sang 'kapten' yang baru saja menargetkan keningnya dengan tajam. Alex masih bisa melawan kecepatan serang dari banyak orang sekaligus. Namun, ia akan sedikit kewalahan untuk melawan kecepatan luncur sebutir peluru dari sebuah senapan.
Kapten itu hanya diam di tengah ruangan melihat bagaimana raut wajah berseri Alex saat membantai lawannya yang tak lain adalah anak buahnya. Dibidiknya lagi Alex yang tengah menyayat leher anak buahnya itu. Menembak seorang yang bergerak secara acak memang cukup sulit, tapi bagi seorang sniper professional sepertinya, ini adalah hal biasa yang harus bisa ia lakukan jika ia ingin menerima imbalan dari bosnya.
Alex yang sadar jika kapten dengan topi hitam menutupi rambut pirangnya kembali menargetkannya hanya bisa terus bergerak menghindari serangan yang didaratkan oleh pria-pria berbadan kekar ini. Meski frekuensi serangannya tidak sebesar mereka, namun setiap serangan yang didaratkan oleh Alex mampu memandikan scalpel kecilnya dengan darah para musuhnya.
Terlalu focus membidik Alex, pria itu tidak sadar jika pria berkulit hitam yang baru saja terjatuh ke lantai dengan dua sayatan di lehernya adalah anak buah terakhirnya. Bau anyir yang memenuhi ruangan sederhana yang memenuhi rongga hidung tercium dengan begitu kuat. Jika saja orang biasa yang berada di sana mereka pastilah sekarang telah mengeluarkan isi perutnya, namun hal ini tidak berlaku bagi Alex yang kini mulai terpancing sisi gelapnya.
KLEK
Suara pelatuk yang ditarik menyita focus Alex. Tangannya merogoh ke dalam tas pinggangnya, mengambil sebuah pisau fillet lain sedangkan scalpel yang sedari tadi digenggamnya kini berpindah di tangan kirinya. Dengan santai ia berjalan lurus mendekati pria yang masih mengacungkan senjatanya.
DOR
Alex tahu akan kelemahannya ini. Karenanya, ia melatih tubuh dan feelingnya untuk bisa menutupi kekurangannya yang satu itu. Dan kini, ia bisa mengetahui hasil dari usahanya selama ini. Pria itu jatuh terduduk dilantai. Darah mengucur dengan deras dari luka yang ia peroleh pada bagian dada kanannya. Pandangan matanya sesaat memburam. Nafasnya kini tersengal.
Pria dengan kemeja hitam itu menatap miris pria yang kini telah menjatuhkan senjatanya ke lantai. Ia tersenyum dapat menahan besar kekuaran yang di bawa oleh sebutir peluru yang kini terjatuh ke lantai setelah meninggalkan bekas pada pisau fillet yang kini justru menancap pada dada sang kapten. Ditariknya sebuah kursi bar yang berdiri di tengah ruangan.
Dengan mudah ia dudukkan pria yang badannya sedikit lebih besar darinya itu ke atas kursi setinggi satu meter itu. Dinikmatinya ekspresi kesakitan dari pria dihadapannya itu saat ia menekan pissau filletnya supaya masuk lebih dalam, mengoyak dinding tipis paru-paru pria itu lebih lebar. Mata hazelnya yang begitu dingin meneliti setiap centi sudut wajah pria berkulit putih itu.
"Kau mau pesan organ dalam atau daging tanpa kulit?" tawar Alex yang kini ia lucuti pakaiannya. Sebuah kalung dengan liontin salib menarik perhatiannya, "atau merasakan apa yang dia rasakan?"
"Aku memesan dua buah kamar di neraka, untukku dan tentu saja untuk iblis sepertimu," ucap pria itu dengan dingin.
Alex menarik kembali dirinya menjauh setelah berhasil melepaskan dengan paksa pakaian pria itu. Ditatapnya langsung manik coklat gelap pria yang kini menekan luka menganga pada dadanya setelah ia mencabut sendiri pisau dapur yang kini tergeletak di lantai. Tidak ada mimik ataupun hanya sebesit ketakutan akan kematian yang terpancarkan dari ekspresi dingin pria itu. Ini memancing Alex untuk menyiksanya hingga ekspresi ketakutan itu terlihat dengan begitu nyata dimatanya.
"Baiklah, kuanggap kau memesan paket lengkap," monolog Alex yang kini nampak berpikir. Tangannya yang berlumuran darah mengusap kepala belakangnya beberapa kali.
Ia berjalan mengitari ruangan itu setelah menendang senjata laras panjang yang tadi digunakan oleh pria yang terduduk di sisi ruangan itu untuk menembaknya. Matanya memicing saat melihat sekotak paku dan sebuah palu yang berada diatas sebuah rak di sudut ruangan. Diambilnya empat buah paku beserta palu berukuran cukup besar itu. Dihapirinya kembali pria yang kini berusaha meraih kembali senjatanya yang terletak tak begitu jauh dari kakinya. Alex tertawa ringan melihat bagaimana pria itu berusaha meraih senjatanya menggunakan kaki panjangnya.
"Pesanan pertama, penebusan dosa,"
![](https://img.wattpad.com/cover/157477999-288-k806110.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The (Psyco) Godfather
AléatoireJangan mencari masalah denganku. Jika tidak aku yang akan datang membantaimu dengan tanganku sendiri - Alexandro Alvaro