XXII

33 3 0
                                    

Kucuran dari cairan kental berwarna merah itu tidak dapat dihindarkan dari pisau yang kini menancap pada bagian dada pria yang mengenakan jaket putih yang sudah lusuh. Lututnya yang tidak tertutupi jeans kelabu pendeknya langsung bersentuhan dengan beton yang kini berubah menjadi merah saat tubuh kekar pria itu jatuh tersungkur ke tanah.

"Sial," teriak seorang pria yang hanya mengenakan kaus oranye tanpa lengan.

Tangannya yang dipenuhi dengan tato mengayunkan besi yang ia genggam erat menggunakan tangan kirinya. Besi yang kini mendarat dengan sempurna pada cekalan tangan pria jangkung bermata biru. Tanpa jeda, sebuah tendangan mendarat tepat pada pria bertato itu. Pria jangkung itu menunduk, meraih sebuah rantai berukuran kecil yang mengikat sebuah sebongkah besi yang ia yakini merupakan salah satu bagian untuk tambatan kapal yang sedang berlabuh.

Dengan langkah panjang, dihampirinya pria yang kini telah bangkit. Secepat kilat, dilingkarkan rantai yang ia bawa pada leher pria yang kini memberontak saat ikatan rantai itu mencekik lehernya. Dengan asal, disimpulkan rantai itu. Pria jangkung itu berjalan menuju besi tempat rantai itu terpasang. Didorong dengan kuat rantai itu hingga jatuh ke dalam laut sedalam 50 meter. Pria bertato itu secara otomatis ikut tertarik masuk kedalam laut saat besi berbobot 200 kilo itu tenggelam.

Sebuah tendangan langsung menghantamkan kepala seorang pria yang kini berdiri membelakangi pria jangkung yang baru saja menenggelamkan seseorang ke dalam laut pada dinding peti kemas di sampingnya. Sarung tangan hitam yang membungkus tangan pria yang melayangkan tendangan tadi langsung menghantamkan kepala itu ke dinding peti kemas yang kini ternoda oleh darah pria itu.

SRET

Sebuah goresan tipis, namun cukup dalam, yang mendarat pada pelipis pria berkulit putih dengan rambut hitam legam itu tidak dapat dihindari. Ia menggeram kesal sebelum merampas paksa belati kecil yang digenggam oleh pria itu dan didaratkan dengan mulus pada leher pemiliknya sendiri.

Sebuah syal yang berada pada saku celana pria yang ia cari menarik perhatiannya. Diambilnya syal itu lalu diusapkan kasar pada luka di pelipisnya yang masih mengeluarkan darah. Diikatkan syal hitam itu pada kepalanya, guna menutupi lukanya sebelum ia menyeret akuntan yang masih tak sadarkan diri itu pergi dari wilayah pelabuhan sebelum ada yang melihatnya.

"Ughh," lenguhan pelan menyapa indera pendengaran pria jangkung yang tak lain adalah Jason, saat ia mendudukkan pria itu di sebuah speed boat putih dengan sebuah simbol yang begitu familiar baginya. Simbol scalpel dan cerutu yang membentuk sebuah gambar salib berukuran kecil.

Tanpa ragu, geledahnya saku akuntan guna mencari kunci speed boat yang ternyata dipakai pria itu sebagai kalung. Deru mesin boat itu meraung ingin melahap bahan bakarnya lebih banyak. Jarum penunjuk volume bahan bakar yang melebihi batas penuh, mendukung pilihan Jason untuk langsung mengemudikan boat itu ke tengah laut. Meski bahan bakar boat tidak sepenuh sekarang, ia akan tetap melajukannya mengingat ada dua tong penuh bahan bakar di atas dek.

Meski beberapa kali nyaris bertabrakan dengan boat maupun kapal lain, boat itu kini aman. Sebuah kompas dengan rupa yang sedikit aneh menjadi penunjuk arah kemana Jason mengemudi. Kompas dengan hanya dua garis pengganti arah mata angina yang melekat di dekat kemudi mengarahkan Jason secara tidak langsung menuju arah timur laut.

Dua jam dengan kecepatan menyentuh 80km/jam, speed boat itu kini hanya terapung dan bergerak bebas mengikuti gerakan arus permukaan laut. Mesin boat itu sudah dimatikan sejak satu jam lalu. Jason yang menemukan kotak yang penuh bir lebih memilih menunggu akuntan itu sadar sambil merampok bir yang tersedia.

Pancaran energy yang berlebih dari matahari yang kini memayungi bumi dari tepat di atas kepala memaksa Jason membuka jaket putihnya. Kaus hijau armynya kini basah kuyup akibat keringatnya yang mengucur deras dari seluruh permukaan kulit putih itu. Syal yang terikat dikepalanya pun telah ia lepas, menampakkan luka melintang sepanjang 7 cm di pelipis kirinya.

"Ugh," lenguh akuntan yang kini mengubah posisinya yang semula terbaring di atas dek menjadi duduk. Tangannya memegang bagian samping kepalanya, "sial, mereka meninggalkanku dilaut,"

"Apa maksudmu?" sahut Jason yang kini mengunyah roti yang ia bawa dari tempat Hanna.

"Siapa kau? Apa maumu?" mata pria itu terpejam, mencoba mengingat siapa pria yang kini duduk bersandar pada meja kemudi, "Oh, kau yang tadi di dermaga,"

"Aku rekan bosmu. Dia memintaku mencarimu," ucap Jason yang kini mengemudikan boat itu menuju arah barat.

"Alan? Apa kau tahu dimana dia sekarang? Terakhir kali aku bertemu dengannya di Hongkong beberapa tahun lalu. Dia seolah lenyap ditelan bumi,"

Jason yang mendengar penuturan pria itu hanya bisa mengerutkan dahinya. Sebuah pertanyaan muncul di benaknya. Apa yang sebenarnya terjadi?

"Hey, jawab aku,"

"Terakhir aku bertemu dengannya, dia di Kanada. Sampai aku mendapatkan perintah selanjutnya, kau akan terus berada dalam pengawasanku,"

"Kanada? Bagaimana bisa? Siapa kau sebenarnya? Apa maksudmu? Berada dalam pengawasanmu? Jangan pandang aku seolah aku ini seorang anak sd!"

Jason tanpa ragu mengambil kesadaran akuntan yang langsung membombardirnya dengan pertanyaan dan kalimat keberatan. Ia mendengus, bagaimana bisa seorang lelaki yang tak lain adalah tangan kanan seorang pemimpin organisasi bawah tanah bermulut besar seperti ini. Ia mendesah saat teringat jika Sam pun tak jauh berbeda dari pria yang kini kembali berkunjung ke alam bawah sadarnya itu.

Matahari kini mulai beranjak meninggalkan puncak menuju barat. Angin yang jauh dari kata sejuk itu berhembus, menghantarkan udara panas dengan kadar uap air cukup tinggi menerpa wajahnya. Gumpalan awan terlihat mengiasi langit berwarna biru jernih itu, menghasilkan refleksi kabur yang cukup samar pada permukaan laut yang begitu tenang tanpa ombak. Segerombol ikan pun sesekali terlihat muncul kepermukaan, menciptakan riak kecil berwarna putih. Jason masih memandang luasnya lautan yang terbentang di hadapannya.

Pria itu kini menatap lurus hamparan air didepannya. Sorot mata tajamnya kini memancarkan setitik kekosongan yang begitu nyata. Pikirannya melayang memikirkan sesuatu yang cukup rumit, sesuatu yang sedari tadi mengganggunya. Sebuah teka-teki mengenai seorang wanita yang menciumnya di gang sempit di jalanan kota Paris saat ia berjalan menuju restaurant.

Ia sama sekali tidak pernah mengetahui wanita bernama Siena itu di satupun jajaran pengusaha. Lagipula, jika memang membicarakan bisnis reminya, ia tidak akan membicarakannya di gang sempit dan gelap itu. Dan jika ia ingin membicarakan mengenai bisnis tak resminya, bagaimana wanita itu tahu akan bisnis jagal yang ia jalankan. Selama ini, ia selalu berhati-hati dalam bertransaksi. Ia yakin, kliennya sama sekali tidak mengetahui jati dirinya yang sesungguhnya.

Lelaki itu mendesah. Pikirannya yang biasanya selalu focus dan terarah itu kini bercabang kemana-mana. Setelah pertanyaannya mengenai wanita itu, dan bisnis apa yang ia maksudkan, ekor matanya yang menangkap sosok yang tergeletak di dek membuatnya lemas seketika.

Pria itu menggeram sebelum akhirnya memilih untuk menyalakan mesin boatnya yang tadi mati mendadak. Jason yang mengemudikan boat dengan kecepatan rendah itu mendengus kala menyadari ia harus menjaga tangan kanan rekannya yang kini berada di antah berantah. Entah kemana tujuannya kali ini, yang pasti Ia hanya berharap Alex segera menghubunginya, karena jika tidak ia tidak akan menjamin kepala lelaki itu masih menempel di badannya saat ia ambil kelak.

###
Masih bertahan dengan story absurd bin ngebosenin ini?
Kuakui kalian hebat karena masih bisa bertahan 😂

The (Psyco) GodfatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang