CHAPTER 1

7.1K 329 11
                                    

Kaki kecil berbalut sepatu lusuh menyusuri jalan menuju rumah tua yang mulai rusak. Keringat yang membasahi wajah cantiknya. Senyum yang tetap mengembang dari bibirnya yang merah. Tidak pernah ada kata menyerah dalam hidup seorang Park Jimin. Pemuda manis yang masih terbilang muda yakni 16 tahun. Hidup dengan penuh kesederhanaan yang sudah diterapkan oleh kedua orang tuanya sejak masih kecil.

Park Jimin, pemuda yang terbilang cantik terlahir dari seorang wanita cantik bernama Kim Nam Joo dan ayahnya yang bernama Park Hae Jin serta sang kakak yang bernama Park Jihyun. Tetapi nasib tidak berpihak padanya. Diumurnya yang masih terbilang muda harus merasakan manis pahit kehidupan. Mungkin anak sebayanya masih sibuk mengenyam pendidikan di Sungkyunkwan. Tapi tidak bagi seorang Park Jimin, ia harus mencari bahan makanan dan sayur yang akan dijual sang ayah.

Tapi tidak ada kata mengeluh yang keluar dari bibirnya. Ia hanya selalu berdoa pada Langit agar keluarganya diberi kesehatan. Apapun akan Park Jimin lalukan untuk keluarganya.

“ayah! Ibu! aku pulang” teriaknya penuh semangat.

“kau sudah pulang sayang” sahut sang ibu dari salah satu kamar di sudut ruangan.

“ye ibu, hari ini Jimin membawa banyak bahan untuk dijual besok. Hari ini Langit memberkati kita”.

“syukurlah kalau begitu, ibu ikut senang mendengarnya” tangan rentanya yang terulur menyentuh wajah putih sang putra dan ikut digenggam dengan tangan mungil sang putra diiringi isak tangis sang ibu yang tidak bisa berbuat apa-apa demi kelangsungan hidup keluarganya.

“mianhaeyo, ibu tidak bisa berbuat apa untuk kebahagiannmu sayang”

“tak apa ibu, cukup ibu ayah dan hyung ada disampingku itu lebih dari cukup” jawabnya bersamaan tetesan air matanya yang jatuh.

“ibu cukup dirumah beristirahat, Jimin tidak suka melihat ibu sakit. Jimin akan berusaha membuat ibu sehat kembali” isak tangis dari sepasang ibu dan anak tidak bisa di pendam lagi. Sang ibu dengan segenap hati memeluk sang putra dan mengelus lembut punggung dan rambut panjang sang putra. Tanpa disadari 2 pasang mata sedang melihat adegan tersebut.

“mianhaeyo, seharusnya aku sebagai hyung yang bertanggung jawab atas kalian. Aku hanya beban disini. Seharusnya aku bisa menolak permintaan ayah dan ibu untuk bersekolah di Sungkyunkwan. Dan menggantikanku dengan Jimin. Seharusnya aku yang berjualan di pasar, bukan ayah. Hiks hiks hiks.”

“sudahlah hyung tidak usah khawatir. Aku rela berkorban. Aku mengerti jika hyung sangat ingin bersekolah. Jadi jangan sia-siakan pengorbanan adikmu ini.”

“hyung berjanji jika sepulang sekolah, hyung akan mengajarkan ulang kepadamu”

“terima Kasih hyung-ie”

“oh Langit, kebaikan apa yang hamba berikan sehingga Engkau memberi keluarga yang penuh syukur seperti ini. Terima kasih Langit. Hamba hanya berdoa semoga Engkau berkenan memberi kesejahteraan bagi keluarga kami” gumam sang kepala keluarga yang terharu melihat kasih sayang keluarganya.





Tapi…





Hal itu tidak belangsung lama.

Tepat seminggu kemudian. Keluarga Jimin dituduh bersekongkol mencuri barang-barang didalam istana. Sehingga para prajurit istana beramai-ramai mengerubungi rumah tua Jimin.

“ayah mohon Jimin, pergilah dengan ibu dan kakakmu ke suatu tempat yang aman. Disini sudah tidak aman bagi kalian. Ini permintaan ayah yang terakhir”

“tidak ayah, Jimin akan ikut bersama ayah. Jimin akan mencari bukti yang akan membersihkan nama keluarga kita. Kita akan tetap bersama kan. Iya kan ayah?”

“ayah, mohon jawab pertanyaan dari putramu ini ayah. Hiks hiks hiks”

“maafkan ayah sayang, ayah harus pergi menghadap mereka” kata sang ayah penuh penyesalan.

“ayah tidak akan pergi sendiri, aku ikut dengan ayah” jawab sang hyung yang tiba-tiba datang.

“hyung…” kaget Jimin. “tidak… tidak ada boleh yang pergi! Hyung… ini semua bohong kan, hyung tidak akan pergi juga kan?”
Dan gelengan kepala sang hyung menjadi akhir jawabannya. Dan saat itu juga lelehan air mata seorang Park Jimin tidak bisa dibendung lagi. Dan menjadi akhir dari pertanyaan yang dilontarkan Jimin.

“sudah sekarang cepat pergilah, bawa ibumu pergi. Tinggalkan desa ini”

“terus bagaimana dengan ayah dan hyung”

“ayah dan hyung akan baik-baik saja, jangan pikirkan ayah dan hyung. Percaya dengan hyung, hyung akan kembali bersama ayah dengan selamat”

“janji kan?”

“iya ayah dan hyung berjanji akan menyusulmu secepatnya” diiringi dengan senyum getir sang kanak yang kaya akan isyarat bahwa tidak berjanji akan menyusul dengan selamat.

Tanpa disadari oleh Jimin, itulah akhir dari percakapan mereka.

TBC

Hoammmmmm

Akhirnya bisa update. Mohon maaf agak telad. Soalnya mimin habis ujian di kampus. Dan alhamdullah bisa nyempetin waktu buat up. Cerita mimin ini terinspirasi dari drama saeguk Dong Yi yang  diperanin sama kakakku Han Hyo Joo. Wkwkwkwk. Jadi mimin berharap komentarnya ya… buat perbaikan mimin dalam membuat cerita ini

Jangan bosen-bosen nungguin update an mimin yaa. Dan jika ada kesamaan alur atau kata atau juga pemain-pemainnya, mohon maaf yang sebesar-besarnya…

Sekian dulu ocehan dari mimin, selamat bermalam minggu…
Maaciuuuuu udah nyempetin baca…
See you…..😘😘😘

Divorced ConcubineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang