Hari ini adalah hari dimana Jimin dikeluarkan dari penjara. Mengingat kandungannya yang sudah menua, Jimin hanya mampu mengikuti perintah raja. Namun, ia juga bersyukur, setidaknya bayinya lahir ditempat yang selayaknya.
Sementara Jimin saat ini sudah bersiap dengan hanbok putih gading. Tidak ada noda tanah maupun darah yang mengering. Meskipun beberapa hari yang lalu ia masih meratapi kesedihannya, tapi tidak hari ini. Hatinya bertekad jika ia tidak boleh bersedih lagi. Bagaimanapun ia juga seorang lelaki yang harus lebih tabah dan kuat.
Saat tangan mungilnya selesai mengikat pita di bajunya, terdengar suara yang sangat ia kenal memanggilnya dengan nada yang penuh kekhawatiran.
“Mama…” ternyata itu adalah suara dayang Im.
“dayang Im. Anda disini. Syukurlah anda baik-baik saja” Jimin bisa bernafas lega jika salah satu dayangnya masih hidup.
“saya sangat mengkhawatirkan anda Mama. Tentang-”
“saya baik-baik saja dayang Im, tidak apa-apa dan mohon jangan panggil saya Mama. Karena gelar itu sudah akan dicabut oleh raja” Jimin menundukkan badannya karena kastanya saat ini juga akan sama atau bahkan lebih rendah dari wanita yang ada dihadapannya.
“meskipun sudah dicabut, tapi bagi hamba dan Bong San Gon, anda tetap majikan kami. Mohon jangan meredahkan diri anda”
Jimin terharu mendengarnya. Dayang Im merupakan dayang kesayangannya. Karena dayang itu Jimin dapat bertahan sampai saat ini. Jimin sudah menganggap jika dayang Im seperti ibunya sendiri mengingat umurnya yang sama dengan mendiang ibunya.
“Mama” dengan suara yang lembut dayang Im memanggil Jimin. Dan setelahnya satu tangannya terulur untuk Jimin. Jimin melihatnya dengan raut muka yang sendu.
“mari kita memulai kehidupan baru disana” ajak dayang Im.
“dayang Im, anda…” dayang Im hanya tersenyum disela kesedihannya.
“terima kasih dayang Im, anda sudah percaya pada saya” tanpa sadar Jimin memeluk erat dayang Im. Meluapkan sela-sela kesedihannya.
“ssssttt. Saya percaya pada anda Mama. Saya menganggap anda sebagai anak saya”
--
Dengan pelan Jimin berjalan menyusuri jalan setapak menuju paviliunnya. Dibantu dengan dayang Im yang setia berada disisinya. Kakinya masih berdenyut nyeri dan keadaannya yang sudah hamil tua juga mengakibatkan ruang geraknya berkurang.
Satu tangannya yang berada di pinggang dan tangannya yang lain menopang perutnya. Mencoba meredam rasa sakit yang mendera perutnya. Kakinya sudah mulai gemetar saat gelombang rasa sakit itu mulai datang. Namun Jimin mencoba menahannya.
“dayang Im, bisakah kita istirahat sebentar. Saya merasa lelah”
“baik Mama, kita duduk di atas batu itu” tunjuknya pada bongkahan batu yang berada didekatnya.
--
Keadaaan pangeran Namjoon sungguh berbeda saat ini. Ia sekarang lebih suka keluar istana untuk meminum arak dan merancau tidak jelas.
“Jimin-a wae? WAE? Aku sungguh mencintaimu. Kenapa kau lebih memilih si brengsek itu”
Seokjin hanya memandang sendu Namjoon yang berada memunggunginya. Pertemuan saat ini sungguh tidak ia bayangkan. Ia hanya mampir untuk membeli minum, tanpa disadar ia juga bertemu pangeran Namjoon disini. Keadaannya sungguh memprihatinkan. Belum pernah Seokjin melihat keadaan Namjoon menjadi seperti ini.
“uhuk-uhuk HA HA HA, dan si brengsek itu juga adalah adik ku sendiri”
“Namjon-a”
KAMU SEDANG MEMBACA
Divorced Concubine
Historical FictionPerjalanan cinta selir lelaki raja kala itu. "mari ikut ke istana bersama denganku" -- "aku menunggu jawaban penolakan darimu" "jika Yang Mulia memberikan titah pada hamba, apa hamba sanggup menolak?" -- "hamba hanya seorang rakyat biasa dan akan k...