CHAPTER 6

1.6K 184 2
                                    

Tok tok tok

“Jimin-a ada tamu uhukkkk uhukkk”

“ye sebentar ibu, hampir selesai”

Setelah menyelesaikan racikan ramuan untuk sang ibu, Jimin bergegas membukakan pintu rumahnya. Ia kaget siapa yang datang malam-malam seperti ini. Dan yang datang bertemu ialah…

“tu-tuan”

“hai” jawabnya dengan senyum lebarnya.

“tuan bagaimana bisa tuan kemari malam-malam seperti ini. Dan tidak ada pengawalan juga?” heran Jimin

“aku memang datang sendirian. Kenapa ? hebatkan aku ?”

“bu-bukan begitu, tapi saya takut-”

”tidak apa. Ehmmm apa tamu ini tidak dipesilahkan masuk?”

“ahh ya saya lupa tuan, mari masuk”

Sesampai didalam, NamJoon dapat mendengar suara batuk yang berasal dari kamar.

“Jimin, apakah ibu mu sudah diobati”

“sudah tuan, tetapi -”

Uhukkkk uhukkkkk uhukkkk

Terdengar suara batuk sang ibu yang menjadi-jadi. Sampai Jimin langsung menuju kamar sang ibu.

“ibu….ibu”Betapa kagetnya Jimin, jika sang ibu sudah bersimbah darah yang berasal dari mulutnya. Matanya terbelalak melihatnya. Terlihat mata jimin yang sudah berkaca-kaca. Dibelakang itu, NamJoon melihat adegan tersebut. Lidahnya kelu tanpa bisa melakukan apa-apa.

“ibu…hiksss….ibu….ibu tidak apa kan, kenapa jadi seperti ini. Jimin pamit ke hutan dulu ya? Jimin akan mencari ramuan obat untuk ibu. Ibu bertahan nee… Jimin akan kembali secepatnya. Jimin berjanji ibu…” dan dengan cepat Jimin belari menuju hutan untuk mencari tanaman obat tersebut.

“kau mau kemana Jimin” Tanya NamJoon mencekal tangan Jimin.

“saya mau ke hutan tuan, mencari ramuan obat untuk ibu” Jawabnya.

“malam-malam ini?” sontak Jimin memandang kaget NamJoon kaget.

“tuan, ibu saya sakit. Saya harus mencari ramuan secepatnya. Mohon jaga ibu saya sebentar. permisi” ucapnya langsung pergi terburu-buru usai melepaskan cengkraman tangan NamJoon.

--

“aku harus mendapatkannya dengan cepat. Ibu… mohon bersabar. Anakmu ini sedang berusaha mencarinya” ucap doa Jimin

Beruntung tanaman untuk dibuat ramuan obat tersebut langsung terlihat meskipun gelapnya malam menghalaninya. Dengan cepat Jimin mengambil tanaman tersebut dan bergegas pulang meraciknya.

--
Sampai dirumah langkah Jimin yang mulai melemah. Dilihatnya kain putih terpasang didepan rumahnya. Detak jantung Jimin mulai tak beraturan. Dengan cepat ia berlari dan terhenti ketika NamJoon keluar rumahnya dengan langkah gontai.

“tuan… apa yang terjadi”

“……..”

“dan kenapa ada kain putih yang terpasang disana?” tunjuk Jimin pada kain putih yang terikat di tiang rumah tua nya.

“…….”

“tu-tuan”

“mm-miahneyo Jimin-a”

“tuan… saya mohon katakana, ini bohong kan”

“Jimin-a” tanaman obat yang berada di tangan Jimin terlepas begitu saja menghantam tanah. Kaget… itulah yang dirasakan Jimin saat ini.

“……...”tanpa menjawab Jimin langsung berlari menuju dalam rumahnya. Dilihatnya seorang tabib dan satu pembantunya sedang membereskan sisa-sisa peralatan yang digunakan untuk sang ibu.

“mianhe, ibu anda lebih memilih untuk tidur panjangnya” ucap sang tabib
Jimin langsung menghambur menuju sang ibu yang sudah terbaring menutup kedua matanya.

“ibu…hilsss….ibu bohong kan. Ibu hanya tidur sebentar kan hiksss. Jawab ibu…. Ibu tidak akan meninggalkanku sendiri kan. Iya kan?”

“tabib,… ibu saya masih hidup. Beliau berjanji pada saya untuk sembuh. Dan kenapa peralatan anda kemas kembali? Mohon sembuhkan ibu saya tabib, saya akan membayar berapapun yang anda minta. Saya mohon tabib.. kembali obati ibu saya hikss hikss” mohon Jimin sembari menggenggam tangan sang tabib.

“Jimin-a” panggil NamJoon memasuki kamar.

“tuan, ibu saya masih hidup kan. Katakan ini semua bohong kan” namun gelengan kepala Namjoon cukup menjadi jawabannya. Dan saat itulah dunia Jimin runtuh seketika untuk ke dua kalinya.

“ibu… hiksss….hikssss”

Jangan dijawab bagaimana perasaan NamJoon saat ini. Melihat lelaki yang diam-diam ia kagumi menangis tergugu seperti ini. NamJoon tidak tega melihat Jimin yang sudah tidak beraturan seperti ini ditambah air mata mengalir deras dari mata indahnya. Saat itu pula NamJoon memberanikan diri untuk memeluk tubuh kecil dihadapannya.

“sssttttt sudah. Ini menjadi takdir langit. Kau harus menerimanya. Masih ada aku disini. Jangan khawatir”

“hikssss hikssss hikssss ibu”

--

“morrago, pangeran NamJoon tidak ada dipaviliunnya”

“ye mama. Hamba sudah mencarinya disekitar istana, tetapi tidak ada tanda-tanda pangeran ada disekitar paviliunnya. Maafkan hamba mama,…hamba pantas mati” ucap salah seorang dayang pendamping sang pangeran. Menunjuk takut karena merasa tidak becus menjaga sang pangeran.

“sudahlah…kalian boleh pergi”

Raut khawatir sangat kentara di wajah Ji Hye.

“apa anda pergi ke tempat anak itu lagi pangeran?”

--

Di lain tempat

NamJoon tidak berhenti menatap tubuh yang terbaring dihadapannya. Ia mengerti bagaimana kondisi lelaki yang ada didepannya. Semenjak jasad ibunya telah dikuburkan, Jimin sama sekali tidak ada nafsu untuk hidup. Ia rindu Jimin yang ceria, dengan mata yang berbinar cerah. Yang ada hanya kini mata itu kosong dan tertutup sejak beberapa jam yang lalu.
Pandangan matanya turun pada bibir penuh milik lelaki manis di depannya. Entah apa yang merasukinya hingga perlahan tubuh kekarnya maju sampai diatas di mungil. Namun dengan sangat hati-hari dan pelan…..

Chup…

Bibir tebalnya sampai pada permukaan bibir lelaki mungil dibawahnya. Tidak ada lumatan atau nafsu didalamnya. Hanya sekedar menempel. Merasakan lembutnya bibir lelaki di bawahnya yang sensasi menggelitik perutnya. Bagaimana pun ia masih belum terlalu ahli dalam hal berciuman karena ini adalah ciuman pertamanya dan yang tidak ia ketahui bahwa ini adalah ciuman pertama bagi Jimin di bawah alam sadarnya.


tbc

Divorced ConcubineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang