03

687 129 7
                                    

Landry

"Landry! Jangan diacak-acak coba. Bunda kan udah atur semua." protes nyokap sambil memukul pelan tangan gue ketika mencoba mengambil kue dari tempat yang katanya udah nyokap tata di atas meja.

Gue cuma nyengir sambil mengunyah kue yang berhasil gue ambil, "Cuma satu ini kok, Bun," dalih gue. "Betewe, acaranya nanti jam berapa, Ma?"

"Jam tujuh kalau gak berhalangan. Tahu sendiri Jakarta macetnya kayak gimana. Semoga gak kejebak macet Althea dan keluarganya." sahut nyokap sambil matanya terfokus menata makanan di atas meja.

Gue menyenggol bahu nyokap pelan lalu menunjukkan cengiran usil gue, "Asik yang mau ngunduh mantu beda nih." goda gue.

Nyokap mendelik menatap gue, kesal karena gue gak berhenti menggodanya dari tadi.

"Apa sih kamu!? Ya jelas Bunda khawatir, dong. Kan kasihan kalau mereka sampai kejebak macet di jalan. Emang kamu pikir gak ngeselin apa kalau diri kamu sendiri kejebak macet?" omel nyokap. "Udah deh sana temanin adik kamu atau kamu kerjain apa, kek. Kamu ganggu Mama tahu, gak?"

Gue hanya manggut-manggut mendengarkan ocehan nyokap. Bukannya gue gak bisa bales ucapannya, cuma nanti gue dibilangnya anak kurang ajar. Ditambah kalau nyokap sudah ngoceh, wah gila, panjangnya bisa ngalahin gerbong kereta api.

"Nggih, Gusti Ratu." baru saja gue hendak meninggalkan nyokap yang tengah sibuk dengan kegiatannya, tiba-tiba suara nyokap menghentikan langkah gue.

"Lan," panggil nyokap.

Gue berbalik menghadap nyokap, "Ya, Bun?" sahut gue.

"Kamu sudah mandi?"

Gue menggaruk kepala gue yang tidak gatal, "Belum, Bun. Hehehe."

"ADUH! Kamu tuh kebiasaan kalau di rumah ngulur-ngulur waktu mandi aja. Cepat sana mandi, ganti baju pakai yang bagus! Kita mau kedatangan tamu penting bukannya siap-siap!" nyokap berjalan menghampiri lalu menjewer telinga gue.

"Adududuh! Ampun, Bun! Iya ini Landry mau mandi sekarang. Lepasin kuping Landry dulu, aduh!" gue meringis kesakitan.

Nyokap melepaskan telinga gue yang tengah dijewernya. Gue mengusap telinga gue yang tadi dijewer sama nyokap. Gila, kenceng banget jewerannya! Bisa putus kayaknya telinga gue kalau nyokap tadi gak lepasin.

Nyokap menyunggingkan senyum kemenangan, "Sudah sana cepat mandi!" Memang nyokap tuh gak ada yang bisa nandingin, galaknya. Oops!

Gue buru-buru kabur menyelamatkan diri gue takut serangan lain datang dari nyokap kalau tidak segera menjalankan perintahnya. Sambil berjalan menuju kamarku, aku bingung memikirkan baju apa yang harus gue pakai untuk acara malam ini.

Hari ini suasana di rumah kelihatan sibuk sekali, maklum saja karena akan kedatangan tamu spesial. Calon menantu keluarga Utomo akan berkunjung ke rumah seperti yang sudah dijadwalkan. Ini kedua kalinya keluarga itu resmi berkunjung kemari.

Gue melihat pintu kamar Edgar terbuka. Iseng gue mengintip ke dalam, laki-laki itu sibuk mematut dirinya di depan cermin, sepertinya dia juga kelihatan bingung akan menggunakan baju apa malam ini. Buat apa dia bingung? Koleksi baju formalnya lebih banyak dari gue. Padahal tinggal comot satu, tata rambut tinggal tata sedikit, selesai.

Gue menghampiri Edgar yang tengah sibuk memilih baju, "Ngapain lo?" tanya gue dengan cueknya nyelonong duduk di sisi tempat tidur yang tidak tertutupi baju-baju milik Edgar.

Edgar tersadar dari lamunannya lalu melirik gue sekilas dan kembali fokus dengan baju-baju yang ada di atas tempat tidurnya.

"Oh, elo Lan. Kira gue siapa," sahutnya. "Menurut lo buat acara malam ini gue cocok make baju yang mana?" tanyanya pada gue.

Di Antara KalianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang