26

408 73 57
                                    

Landry

Gue merasakan perubahan dalam sikap Evelyn menghadapi gue setelah gue confess ke dia beberapa waktu lalu. Bukan seakan-akan, tapi memang Evelyn menghindari diri gue.

Seperti saat ini ketika gue mengunjungi Evelyn di restorannya. Dia tidak biasanya meminta pegawainya menyampaikan pesan bahwa dia tidak bisa ditemui hari ini. Katanya ada pekerjaan yang harus diselesaikan dan dia tidak mau diganggu oleh siapa pun.

Gue hanya menertawai sikap Evelyn yang bersusah payah mencoba menghindari gue.

Eve, Eve, lo pikir gue gak punya cara lain untuk menemui lo nanti.

Setelah memutuskan untuk membiarkan Evelyn "sibuk" dengan pekerjaannya, gue memutuskan untuk kembali ke studio gue, mencoba menyelesaikan musik yang  sedang gue garap. Kali ini gue sedang bekerja sama dengan penyanyi pendatang baru tanah air.

Baru naik daun sih, tapi memang karyanya dia sebelum ditangani sama gue juga sudah terkenal dimana-mana. Gaya musiknya yang berbeda dari kebanyakan orang dan suaranya yang unik membuat dia mudah dikenali karena memiliki ciri khas tersendiri.

"Siang, Kak!" sapanya saat gue memasuki ruangan studio. Dia sudah memberitahukan ke gue tadi melalui chat bahwa dia datang lebih dulu dibanding gue dikarenakan dia harus mengejar jadwalnya yang lain.

Gue mengangguk lalu duduk di kursi kekuasaan gue, "Siang juga. Kalau begitu bisa kita mulai sekarang?"

Kami pun mulai sesi rekaman kami segera setelah itu karena menghargai jadwal si artis yang padat merayap.

Beberapa hari kemudian gue datang kembali menemui Evelyn tanpa memberikan dia pemberitahuan. Karena gue tahu Evelyn akan berusaha menghindari gue sebisa mungkin jika gue datang tapi memberitahukan dia dulu.

Kotak berisikan kue kesukaan Evelyn gue sodorkan tepat di depan wajahnya. Saat dia hendak menolak, gue memasang wajah berpura-pura marah dan sakit hati. Akhirnya Evelyn menerima oleh-oleh gue dengan ragu.

"Lo ngapain ngehindarin gue deh, Eve?" tanya gue sambil duduk di sofa tempat gue biasa duduk ketika mengunjungi kantornya.

"Hah? Ah- ah, nggak. Siapa yang menghindari kamu juga, Dry?" Evelyn tertawa hambar. Gue tahu dia sedang berpura-pura berkonsentrasi memperhatikan layar PCnya.

"Jangan-jangan menghindari gue karena salting habis gue jedor kemarin ya?" goda gue yang sontak mendapat balasan yang tidak biasanya.

Evelyn tersedak air yang sedang diminumnya mendengar celetukan gue. Gue tertawa melihat dirinya yang tiba-tiba salah tingkah di hadapan gue.

"Dry, gak lucu candaannya."

"Siapa yang bilang gue lagi ngelawak sih, Eve. Gue kan hanya menebak." celetuk gue lagi sekenanya.

Evelyn memutar bola matanya lalu tak menggubris gue. Kami tenggelam dalam kesibukan masing-masing seperti biasanya.

"Eve," panggil gue yang hanya ditanggapi gumaman pelan oleh Evelyn.

"Mengenai confess gue kemarin, bagaimana jawaban lo?" tanya gue. Gue sebenarnya tidak ingin memaksa Evelyn untuk menjawab gue secepatnya. Tapi gue juga ingin tahu apa yang dia rasakan pada gue sekarang.

Evelyn menyimpan bolpoint ke tempat semula lalu menumpu kedua tangannya saling bertindihan di atas meja. Matanya menatap gue lurus.

Di Antara KalianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang