30

820 69 63
                                    

Althea

Sejak hari itu Edgar sering mengunjungiku. Bahkan hampir setiap hari dia selalu datang ke restoran. Terkadang untuk sekedar makan siang, atau yang katanya mau melakukan rapat di sana, atau mengajakku keluar makan siang.

Bukan hanya hari kerja, Edgar juga datang mengunjungiku ke rumah. Dia meminta maaf pada keluargaku secara langsung dan bahkan dengan tidak tahu malunya dia bilang pada keluargaku bahwa dia ingin aku kembali padanya.

Keluargaku tentu saja sangat terkejut. Kami semua tidak menyangka bahwa Edgar akan bertindak seekstrem itu.

Melebihi ekstremnya seorang Landry.

Kadang aku suka menebak Edgar mungkin salah makan obat atau semacamnya. Karena tindakannya tidak seperti Edgar yang aku kenal sebelumnya. Edgar yang aku tahu sekarang itu penuh kejutan.

Apa Pascal tidak tahu dengan sikap yang Edgar tunjukan akhir-akhir ini?

Tentu saja Pascal tahu. Sepertinya urat malu Edgar sudah putus semenjak masalah itu. Beberapa hari lalu saja keduanya bersitegang karena saat Pascal mengunjungiku dan berniat ingin mengajakku makan siang, tapi dia melihat pemandangan yang tentu saja membuat dia emosi.

Edgar juga datang dengan sengaja mengunjungiku dan mengajakku makan siang. Dia bilang seperti itu di depan Pascal! Kalian tahu, stress langsung menyerangku kala itu!

Apa aku menerima setiap ajakan Edgar? Tidak. Untuk apa aku menerima ajakan Edgar?

Dia datang sudah sangat terlambat. Aku sudah memilih orang lain untuk menjadi pendampingku, harusnya dia tahu batasannya.

Masalah ciuman kami waktu itu, aku belum memberi tahu Pascal. Aku memutuskan untuk tidak memberi tahunya karena aku hanya akan melukai tunanganku itu. Dan aku tidak mau melukai orang sebaik Pascal.

Tapi sialnya, kenangan itu terus berputar di kepalaku. Seakan-akan kenangan buruk itu tidak mau melepaskanku begitu saja.

Hatiku dan pikiranku sedang berjalan tidak sinkron. Ketika kepalaku meminta agar aku tetap fokus pada Pascal, hatiku seakan-akan berkata lain. Dan aku terlalu takut mengakui apa yang diinginkan oleh hatiku.

Aku tidak ingin mendengarkan isi hatiku lagi kalau nantinya aku akan terluka.

"Kamu melamun lagi."

Suara Pascal membangunkan aku dari lamunan. Aku malah tidak sadar kalau aku sedang melamun.

"E-eh? Aah, maaf, Kak." gumamku pelan.

Pascal menatapku lurus. Aku menghindari kontak mata langsung dengan Pascal. Entah kenapa aku merasa bersalah jika melihat Pascal secara langsung.

"Kalau aku boleh tahu, kamu sedang memikirkan apa, Yang?" tanyanya hati-hati.

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Kalau pun aku tidak menjawab pasti Pascal sudah bisa menebak hal apa yang membuat aku pusing akhir-akhir ini.

"Apa karena Edgar lagi?" tebaknya tepat sasaran membuat rasa bersalah makin menguasai diriku.

Aku mengangguk pelan. Meskipun aku tahu aku akan menyakiti hati Pascal, tapi sebisa mungkin aku tidak menutupi hal apapun darinya. Aku ingin mencoba terbuka tentang hal apa pun padanya. Karena sebentar lagi kami akan menjadi pasangan suami istri.

Ya... dalam hitungan tiga minggu kami akan meresmikan hubungan kami dalam ikatan pernikahan.

Awalnya kami tidak ingin terburu-buru masalah pernikahan. Tapi melihat pergerakan Edgar yang tidak diduga-duga, ada ketakutan dari diriku dengan semua itu. Makanya aku meminta Pascal untuk mempercepat pernikahan kami.

Di Antara KalianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang