19

369 65 10
                                    

Landry

Sebut gue brengsek. Bebas, terserah kalian. Gue juga tidak menyangka gue akan berani berbicara seperti itu. Mengatakan apa yang ada di dalam isi hati gue.

Shit! Dan sekarang gue menyadari Evelyn seperti menjaga jarak dengan gue. Ini gara-gara mulut gue yang lancang! Rasanya gue sekarang ingin menenggelamkan diri di kutub utara. Atau kalau bisa, harapan gue sekarang itu dimakan sama salah raksasa yang ada di animasi Shingeki no Kyoujin. Apa pun!

Memasang tampang tidak bersalah malah makin gue makin merasa bersalah. Pasalnya hubungan kami jadi terasa sangat awkward dan Evelyn lebih banyak diam. Dia fokus pada makanan di hadapannya dan mengunyah dalam diam.

Sesekali gue mengajak perempuan itu berbicara, tapi Evelyn menjawabnya singkat. Dia menghindari gue, gue menyadari itu.

Kami pun menyelesaikan makan dalam suasana yang awkward. Ini karena kesalahan gue juga. Kalau saja gue bisa memutar balikan waktu, sudah gue putar balik dan gak bakal bicara sembarangan seperti tadi.

Gue kembali mengantarkan Evelyn kembali ke kantornya dalam suasana canggung. Bahkan di perjalanan saja kami jarang sekali berbicara satu sama lain. Evelyn lebih banyak memperhatikan jalanan dan mengabaikan gue. Gue tahu Evelyn tidak nyaman dengan keberadaan gue di samping dia.

Saat kembali ke kantornya, Evelyn buru-buru melepaskan seat belt dari tempat duduknya. Meskipun gue belum menghentikan mobil tepat di depan restorannya.

Tidak tahan dengan perubahan sikap Evelyn ke gue, begitu pun dengan kecanggungan yang ada di antara kita berdua, tadinya gue hendak mengajak perempuan di samping gue ini berbicara dan menjelaskan semuanya. Nasib berkata lain, Evelyn duluan yang membuka suaranya dan mengajak gue berbicara, akhirnya.

Perempuan itu memutar tubuhnya menghadap gue. Matanya menatap mata gue lurus seolah-olah dengan tatapannya itu bisa menghabisi gue hidup-hidup.

"Eve-"

"Aku gak suka kamu begitu, ya." Potong perempuan itu dengan tegas. Alisnya bertaut, terlihat bahwa jelas ia tidak suka dengan tindakan gue beberapa waktu lalu.

"Eh?" Gue terkejut dengan ucapan tegasnya yang tiba-tiba. Bukan karena gue tidak tahu apa yang akan dibahas oleh Evelyn, tapi gue tidak menyangka dia akan setegas ini.

"Aku gak suka kamu bersikap seperti tadi. Bukannya apa-apa, kamu ingat 'kan aku ini masih tunangannya Edgar. Sikapmu barusan buat aku tidak nyaman." Ulangnya dengan tegas.

Tuh, kan, bener apa kata gue. Dia pasti akan menegaskan antara posisi gue dan posisinya sebagai tunangan Edgar. Bagaimana pun juga benar apa katanya, gue yang notabenenya saudara kembar Edgar harusnya ingat posisi gue itu tidak baik 'menggoda' tunangan kakak gue itu.

"Jangan ulangi lagi, mengerti?" Evelyn masih menatap mata gue dengan tatapanya yang tegas. Gue tidak biasa melihat Evelyn yang bersikap seperti ini.

Mungkin saat dulu ketika kita masih satu sekolah, gue sesekali melihat Evelyn bersikap tegas saat sedang bersama temannya atau dalam organisasi. Tapi itu pun sangat jarang sekali. Dia bertindak seperti itu ketika dia sudah benar-benar kesal.

Gue yang speechless hanya bisa mengangguk mengiyakan perkataan Evelyn. Evelyn membuang muka lalu keluar dari dalam mobil gue, kembali ke dalam restorannya tanpa berbalik menatap gue lagi. Meninggalkan gue yang masih membeku di kursi kemudi.

Di Antara KalianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang