Sebelum berangkat ke puncak, malam ini Suho menyempatkan untuk menyambangi rumah Irene, sekaligus memberi oleh-oleh dari orang tuanya yang baru pulang dari Dubai.
"Mom, Aku kerumah Irene dulu," ujar Suho yang diangguki sang ibu.
"Salam nak sama Ayahnya Irene, bilang ke dia maaf Daddy gak bisa mampir kerumahnya," ujar Tn. Kim pada anaknya.
"Okey Dad,"
Suho pun segera berangkat menggunakan mobil sport hitam miliknya. Dan dia pun langsung menuju rumah Irene, tak sabar untuk bertemu sang pujaan.
10 menit ia habiskan, saat ini dia sudah berada di rumah Irene.
Saat bel kedua ditekan pintu rumah langsung dibukakan oleh Bunda Irene.
"Oh, Suho, ayo masuk nak," ajak Ny. Bae
"Iya tante,"
Sekedar memberi tahu, bahwa Ayah Suho dan Ayah Irene adalah rekan bisnis, jika Ayah Suho dibidang IT sedangkan Ayah Irene dibidang properti, dan dalam suatu kesempatan kurang lebih 2 tahun yang lalu mereka dipertemukan dan jadilah persahabatan diantara keduanya.
Suho sudah duduk di sofa ruang tamu keluarga bermarga Bae itu.
"Niat saya kesini mau kasih titipan dari Daddy, Om," ujar Suho menjelaskan kedatangannya.
"Wah terima kasih nak, dia bilang kalau dia yang mau kasih, eh ini malah nyuruh anaknya," cibir Tn. Bae disertai nada bercanda yang langsung terkena sikut sang istri.
"Ayah! Beruntung sudah dibeliin oleh-oleh," cibir sang istri.
"Haha, kamu kayak gak tau saya sama Daddy kamu aja 'kan?" Ujarnya meminta persetujuan Suho.
"Iya om. Daddy minta maaf soal itu, capek katanya dia jet lag hampir 4 jam tadi pas transit di Singapore,"
"Iya gapapa,"
"Oh iya Om, tan. Irene nya ada gak ya?" Tanya Suho karena dia sedari tadi memang menunggu kedatangan wanitanya.
Wanitanya? Suho terkekeh kecil saat memikirkan ini. Sejak kapan perempuan itu menjadi miliknya?.
"Tante panggil dia dulu ya," ujar Bunda Irene yang langsung beranjak ke kamar putri bungsunya.
Tn.Bae tersenyum misterius sambil menatap Suho. "Gimana udah ada perkembangan?"
Suho menggeleng, "Susah Om, hatinya kokoh banget,"
Memang semua sudah tau mengenai Suho yang menyukai Irene. Kedua keluarga mereka pun memberikan restu, tapi perjuangan Suho sepertinya masih harus berlanjut sampai Irene benar-benar menerimanya.
Suho hanya mau dia sendiri yang berjuang mendapatkan hati Irene, bukan paksaan dari pihak Irene.
"Yang sabar ya, om juga berusaha buat ngebujuㅡ"
Suho memotong ucapan Tn.Bae "Om, makasih banyak. Tapi, biarin kali ini saya yang pure berjuang buat Irene. Saya gak mau Irene nerima Saya karena paksaan. Biarkan perasaannya mengalir sampai menemukan pelabuhannya,"
Tn.Bae tersenyum bangga. Dia berharap bahwa secepatnya Irene sadar akan perasaannya. Laki-laki muda dihadapannya tidaklah main-main akan perasaannya. Patut diacungi jempol.
Sementara Irene yang ingin memasuki ruang tamu terhenti, hatinya sedikit tergetar. Namun, dengan cepat dia tersadar. Laki-laki itu cuma berjuang diawal saja. Nanti juga saat sedang sayang-sayangnya meninggalkanya. Itulah ketakutan Irene yang selama ini dia pendam sendiri.
Irene menghembuskan napasnya, dan segera menemui sang empu.
Suho yang melihat Irene berjalan kearahnya langsung gusar. Pasalnya ia takut dengan hal yang tidak dia inginkan kedepannya.
"Yaudah Ayah tinggal dulu ya, Suho anak om jangan diapa-apain loh." Ujarnya tak luput dengan mengerlingkan mata sambil mulutnya membentuk kata 'semangat'
Suho hanya terkekeh melihat itu.
Lalu keadaan menjadi hening. Tak tau harus memulai dari mana, Suho blank. Semua yang sudah ia persiapkan seakan hilang begitu saja.
"Ehem, kamu ikut aku dulu yuk," ajak Suho yang memilih mengajak Irene keluar.
"Mau ngapain? Udah malem gini," jawab Irena tanpa melihat Suho sedikit pun. Dia fokus melihat sandal berbulu yang ia pakai.
Tanpa persetujuan sang empu, Suho menarik tangan Irene dan membawanya keluar untuk menyuruhnya masuk kedalam mobilnya.
Saat sudah duduk di mobil Suho, Irene menatap Suho garang. Ia tidak suka paksaan.
"Kenapa lo ngajakin gue kesini sih?! Lo sendiri tau kalau gue gak suka dipaksa."
"Aku mau bicara berdua sama kamu," Ujar Suho sehabis menyalakan mobilnya.
"Gak usah kemana-mana plis, ini udah malem, besok gue mau pergi!"
Irene memberhentikan kegiatan Suho yang akan menjalankan mobilnya.
Mendengar itu, Suho mengikuti ucapan Irene. Lalu dia duduk menghadap Irene.
"5 bulan, 24 hari, 21 jam, 34 detik. Aku selalu berusaha buat menyakinkan kamu untuk menjadi milikku, aku kira ini saatnya, Will you be mine? Yes or Yes?"
Akhirnya kata itu terucap dari mulut Suho. Dengan bantuan jam di tangannya, dia berhasil mengeluarkan ucapan itu pada Irene, calon kekasihnya. Apakah boleh dia percaya diri dengan harapan ini?
Raut muka Irene berubah. Lidahnya kelu, hatinya tak menentu, mulutnya seakan bisu sehingga badannya terasa kaku.
Saat sudah kembali sadar, dia menghembuskan napas lelah.
"Lo tau? Kalau waktu yang lo sebutin tadi itu terbuang sia-sia. Lo ngehabisin waktu berharga lo cuma buat gue yang gak bisa ngasih apapun ke lo,termasuk perasaan gue! Jadi, gue mohon berhenti, karena yang lo lakuin sia-sia!" Jawab Irene dengan sekali napas.
Setelah berkata seperti itu, Irene keluar dari mobil Suho dan langsung memasuki rumahnya.
Meninggalkan Suho dengan segala macam perasaan sakit yang hinggap setelah kalimat yang keluar dari mulut Irene tadi.
Suho langsung menancap gas untuk sekedar menghilagkan perasaan sakit ini. Apakah dia harus berhenti disini? Disaat waktu sudah banyak ia korbankan demi mendapatkan hati Irene? Namun, dia tak mendapatkan apa-apa. Nihil.
***
Sedangkan ditempat lain. Irene yang habis menutup pintu kamarnya terduduk lemas. Apa yang salah? Batinnya berucap.
Hatinya seakan diremas. Rasa sesak memenuhi. Dia seharusnya merasa tenang dengan pengungkapan ini. Tapi, ini malah sebaliknya.
Ada apa dengan perasaan aneh ini?
***
Lanjut gak nih?:")
Yuk vote dan komen!
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Promise | Suho x Irene (Selesai)
FanfictionKim Suho, seorang laki-laki yang menyukai gadis jutek nan dingin. Dia harus benar-benar berjuang untuk mendapatkan hati wanitanya. Saat tiba waktunya, Suho menyatakan perasaannya namun semua diluar dari ekspetasinya. Ia kecewa dan meresa harus mund...