Chap 5

8.7K 666 54
                                    

Mereka berpelukan cukup lama, 10 menit mungkin. Dan itu membuat perasaan kecewa, takut kehilangan, dan rasa sakit yang mereka rasakan kemarin seakan menguap hilang ditiup angin malam.

Irene terlebih dahulu melepaskan pelukannya, lalu dia menunduk malu, dia berpikir ini bukan seperti dirinya.

Lalu tanpa diduga, Suho mengajak Irene kedalam mobil pajero sport putihnya dan menundudukan perempuan itu di kursi penumpang.

"Kenapa?" Tanya Irene bingung.

Suho berhadapan dengan Irene, lalu tangannya mengeluarkan sebuah cincin bermerk dengan beberapa taburan intan yang sengaja Suho pesan untuk melamar Irene.

Sebenarnya cincin ini ia sudah siapkan sejak satu minggu yang lalu, jika saja Irene tidak menolaknya cincin ini mungkin sudah berada di jari manis Irene.

"Aku berharap kali ini kamu gak akan nolak, Jadi milik aku ya?" Suho menatap mata Irene dalam.

Irene tak bisa berkedip, cincin dengan design yang sangat indah juga kata-kata yang dikeluarkan laki-laki dihadapannya ini pun mampu membuat dia membisu.

Anggukan diberika Irene sebagai jawaban, membuat Suho sigap memasangkan cincin di jari manis Irene.

"Kalah cantik deh cincin nya sama kamu," celetuk Suho kagum.

"Dih gombalnya basi,"

"Aku bicarain realitas kok, anti tipu-tipu," kekeh Suho.

Irene hanya mencibir. Lalu mengajak Suho keluar dari mobil, dia ingin makan sate kikil yang ada di sebrang taman.

"Mau sama abangnya juga gak beli nya?" Tanya Suho.

"Mulai sombongnya, aku tau harta kamu gak akan habis berpuluh-puluh turunan,"

Sepertinya mereka kembali pada tabiatnya masing-masing. Irene yang jutek dan Suho yang sombong. Mereka berada pada rasa nyaman yang sama, rasa yang sempat tertunda untuk diungkapkan.

Namun, biarlah itu menjadi kisah masa lalu mereka. Bagaimana mereka, terutama Irene belajar untuk tidak menjadi pribadi yang egois.

***

Esok hari. Suho menjemput Irene untuk berangkat ngampus bareng.

"Siang ini aku mau ajak anak-anak makan di cafe, buat memperjelas hubungan kita," ujar Suho memulai pembicaraan.

"Aku ajak sahabatku, boleh?" Tanya Irene ragu, bagaimana tidak Suho mengajak ke-delapan temannya apa tidak boros jika ditambah lagi empat orang sahabat dirinya?

"Kita patungan deh, gimana?" Tawar Irene.

Suho tertawa lalu mengacak rambut lurus hitam nan legam milik Irene.

"Sayang, uang aku gak bakalan habis kalau cuma traktir temen-temen kita. Sekalian satu kelurahan aku traktir juga aku jabanin," jawab Suho enteng.

Iya enteng banget, sampe Irene tiba-tiba auto gak denger.

Gak deng.

Tangan Irene melayang untuk memukul kecil bahu Suho, berkali-kali. Dan itu cukup membuat laki-laki itu kesakitan.

"Iya sayang, ampun! Udah ya, kamu kecil-kecil tapi tenaganya kaya tukang bangunan ya!" Ledek Suho kembali.

Irene pun memukul Suho lagi dengan tempo yang lebih cepat tentunya.

Sedangkan yang dipukul hanya tertawa sambil memohon untuk berhenti. Bukannya berhenti Irene malah makin gencar dan itu membuat Suho menarik tubuh Irene mengunci pergerakannya dengan sebelah tangannya. Karena sebelah tangannya lagi, ia gunakan untuk menyetir. Untung saja kali ini dia membawa mobil matic nya.

Promise | Suho x Irene (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang