Pada sisi yang bertolak belakang, pada angan yang mengambang, pada persepsi yang melayang, atau pada tangis yang terdengar pecah. Kosong.
Barangkali itu terdengar seperti seseorang yang habis menenggak vodka dan dibuat meracau tak jelas. Jeon Jungkook adalah satu dari sekian yang terlihat pecah.
Pecah pada pikiran, pada kepala, atau bahkan hatinya.
Ingatan itu masih tersimpan begitu apik, pada musim panas yang menyenangkan, pada belahan semangka yang menggiurkan, pada pisau lipat di bawah ranjang, pada seringaian menakutkan, atau pada tawa yang dilempar ke udara. Kenapa, ya?
Mendadak suara tawa itu menginvasi dirinya, merogoh begitu dalam pada hati yang tengah retak, rasa getir yang merambat terasa mencekik, pada permukaan bibirnya ia tertarik, senyum itu terlihat begitu hangat, dan pertahanan Jungkook nyaris lebur karenanya. Apa aku baru saja melupakan seseorang?
Seseorang baru saja melangkah dengan tergesa, pandangannya menusuk, sedang kedua tangannya mengepal, dan Jungkook merasa gamang karenanya.
Samar-samar, dari balutan alkohol yang menusuk, pada hiruk pekuk musik yang menggema, juga pada keramaian yang tak wajar, Jeon Jungkook dapat merasakan lengannya ditarik begitu kencang, tubuhnya nyaris limbung, sedang kedua irisnya masih berusaha dengan benar, siapa yang berada di depanku ini?
"Apa gunanya menyimpan diri dengan kewarasan menipis, Jeon Jungkook?!"
Taehyung, Kim Taehyung. Bukan sapaan yang terdengar hangat, bukan senyum yang terlihat menyenangkan, atau pada lengan yang ditarik kasar, Taehyung terlihat nyalang, "Dua hari menggila di sini? Kau waras?"
Benar. Itu benar.
Sesuatu tengah bercokol hebat dalam kepalanya, menghantarkan sengatan tipis yang memacu otak bekerja, di dalam balutan getir yang semakin merangsek hebat di dalam sana, kekehan kecil pun mengudara. "Hyung, ini kau?"
Dalam dua detik kemudian, Jungkook dapat merasakan langkahnya ditarik paksa, sempoyongan dalam kesadaran yang terkikis perlahan, Taehyung menariknya begitu saja, lepas pada kerumunan riuh yang tak waras. Tidak menolak, sebab rasa bosan sudah beberapa kali menempati kepalanya, Jungkook menurut membiarkan Taehyung membawanya.
"Hyung, di mana Rena?"
Langkahnya terhenti, Taehyung melirik, pada wajah yang terangkat penuh harap, pada manik yang nyaris tenggelam, pemuda itu dapat menemukannya, ketakutan dalam diam. Kenapa?
Tak ingin menanggapinya, si Kim lekas menarik langkah kembali, dalam diam, sesuatu tengah bergejolak hebat, nyaris memecut emosi yang perlahan merangkak ke atas.
"Hyung, katakan!"
Suaranya lebih parau, semakin menyayat kala napasnya tercekat, kepalanya penuh, dan Taehyung tak bisa mengontrolnya. Tubuh Jungkook merayap ke bawah, dilempar dengan amarah, kepalanya nyaris terbentur jika saja kedua tangannya tak bertumpu, pandangannya berputar, namun ada yang lebih penting dari itu.
Taehyung melengos, bagai dipukul, dadanya lebih dari kata sesak, kepalanya semakin berkedut pening, emosinya benar tersulut, dan Taehyung terdiam karenanya. Berjongkok, nyaris berteriak, nyaris meledak, dan nyaris melayangkan pukulannya, pemuda itu terisak.
Nyaris. Nyaris. Nyaris. Kenapa, ya?
Jungkook termangu, pun kepalanya turut nyaris meledak. Pemuda itu mengesot mendekat, menatap tak mengerti kala dalam rekamannya, Taehyung tampak kesakitan. Tangannya terulur, nyaris menyentuh lengan Taehyung. "Hyung-"
"Jangan menyentuhku, Brengsek!"
Taehyung menepisnya. Sontak berdiri dengan tubuh yang nyaris terjungkal, isakannya mereda, menekan hebat. Tidak. Jangan sekarang!
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST
Fanfiction[COMPLETED] [SUDAH DIBUKUKAN] AWAS! BACA INI BISA BUAT FLU DADAKAN SAMPE SESAK NAPAS! Jeon Jungkook. Dia datang lagi. Si Keparat yang suka mengejeknya. Si Keparat yang suka memukulnya. Si Keparat yang suka mencuri ciumannya. Bocah itu datang lagi. D...