BRAKK
BUUMMM
"Jung, kau harus tetap sadar! Kau dengar aku?"
"Maaf, permisi, Nona. Kami harus menanganinya. Minggirlah!"
Tabrakan. Ledakan. Jeritan. Sirine. Dan darah.
Tawa itu. Senyum itu. Seringaian itu. Adalah hal terburuk yang tak pernah pergi dari memorinya.
Barangkali hal semacam itu kini telah menyebar ke dalam motoriknya, membentuk satu kesatuan penuh teror yang kerap membuat mentalnya terguncang, Jungkook tak pernah berdamai dengan itu. Kapan?
Jungkook masih ingat. Seutuhnya.
Kala itu Rena tergopoh-gopoh berlali ke arahnya yang tengah sekarat dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya, melayangkan jeritan singkat sebelum menggenggam jemarinya erat, dengan raut panik luar biasa dan isakan yang memenuhi indera penglihatan juga indera pendengarannya. Begitu buruk. Jungkook sama sekali tak ingin melihat gadis itu menangis. Karenanya.
Itu adalah kecelakaan luar biasa hebat yang tak kunjung sirna dari siaran televisi selama nyaris dua pekan lamanya pada lima tahun yang lalu. Menampilkan mobil Jungkook yang ringsek, tempat kejadian yang dilahap api, atau dirinya yang tengah sekarat. Hingga ayahnya harus rela datang dari Amerika secepat mungkin, meninggalkan pekerjaan penting yang mungkin nyaris saja membuatnya memenangkan persaingan bisnis di sana.
Mentalnya semakin jatuh. Dan Jungkook tidak bisa mengelak kendati secerah apapun senyumannya.
Bocah sepuluh tahun yang berasal dari neraka itu perlahan menghilang, lenyap ditimbun emosi yang mengkikis permukaan, menguasai nyaris seluruh jiwanya. Tidak ada lagi si nakal yang gemar membuat onar, tidak ada lagi si nakal yang gemar menarik surai, tidak ada lagi si nakal yang gemar mencuri ciuman, dan tidak ada lagi Jeon Jungkook yang gemar melempar senyuman. Perlahan, semuanya terkikis hebat dengan seringaian.
Rena tidak pernah menyukainya.
Jika saja Jeon Jungkook yang sekarang adalah Jeon Jungkook yang sama, seperti lima tahun sebelumnya, Rena akan dengan senang hati merelakan hatinya terjatuh untuk pemuda itu. Atau barangkali sudah terjadi?
Menangis. Berteriak. Menjambak. Melempar. Menenggak minuman. Atau menyudutkan diri pada sudut dinding dengan ketakutan yang merambat hebat.
Sekarang, yang ada hanyalah si Playboy mesum yang brengsek, si Pembual sialan, juga si Bajingan yang menyebalkan.
Lagi, Rena tidak pernah menyukainya.
Jeon Jungkook, sebenarnya dia hanyalah bocah sepuluh tahun yang mendadak terserang gangguan mental akibat beberapa peristiwa menyeramkan yang kerap menimpanya.
Dan Joan Rena adalah satu dari beberapa orang terdekat yang turut hancur ketika Jeon Jungkook jatuh.
"Kau, kemana saja selama tiga hari ini?" Suara Jungkook memecah, membuat Rena yang fokus membersihkan luka-lukanya pun terkesiap. Sejenak membasahi bibirnya, gadis itu lekas menyunggingkan senyum manisnya.
"Hanya menyenangkan diri, di rumah Kim Yugyeom," jawabnya pelan.
Jungkook menggeram kesal, "Aku serius. Jangan berhalusinasi jika aku serius, Rena!"
"Siapa bilang? Berkunjung di rumah suami memangnya tidak boleh? Dia itu-"
"Rena!"
"Iya. iya. Aku berkunjung ke Busan. Kakak sepupuku mendadak menghubungiku kemarin, kau ingat Jung Jihyun? Dia memintaku berkunjung."
"Benarkah?"
"Jangan bertanya jika kau menyimpulkannya sendiri!" jawab Rena ketus hingga membuat Jungkook terkekeh, sedang gadis itu mendengus.

KAMU SEDANG MEMBACA
LOST
Fanfiction[COMPLETED] [SUDAH DIBUKUKAN] AWAS! BACA INI BISA BUAT FLU DADAKAN SAMPE SESAK NAPAS! Jeon Jungkook. Dia datang lagi. Si Keparat yang suka mengejeknya. Si Keparat yang suka memukulnya. Si Keparat yang suka mencuri ciumannya. Bocah itu datang lagi. D...