Chapter 12

4.5K 625 36
                                    

"Renaaa... "

Apa yang biasa dilakukan seorang pria ketika mereka patah hati? Barangkali mereka akan tertawa keras-keras; mencoba mencerna situasi yang siap menampar ditiap detiknya, atau menghabiskan separuh harinya untuk mengumpat? Lebih baik lagi bila mereka akan beranjak secepat mungkin, berkeliling, mencari, menemukan; pengganti. Harusnya begitu bukan?

Namun, alih-alih begitu Jeon Jungkook hanya mampu meletakkan separuh hatinya untuk mencerna situasi, mencoba menemukan sandaran yang pas-yang mengerti dirinya. Jangan ditanya siapa! Joan Rena pasti jawabannya. Jadi, setelah mendengar kalimat yang baru saja ia lontarkan untuk kek-mantan kekasihnya yang kurang lebih terdengar seperti ini; "Kita putus. Kau kuat 'kan?" Jeon Jungkook baru terpikir, dan tak mengelak sedikit pun, dia yang tak kuat. Rasanya seperempat dirinya terasa kosong, mendadak murung, dengan potongan hati yang nyaris kembali mencapai dasar. Jungkook tak tahu akan seperti apa hari-harinya ke depan.

Pemuda itu hanya terdiam, sesekali merengek layaknya bocah yang kehilangan pasangan sepatunya di musim panas. Persis seperti itu, berisik. Rena beberapa kali mendesis kesal, menggerutu pelan seraya menahan telapak tangan agar tak melayang untuk membungkam bibir pemuda itu sepanjang hari.

Jeon Jungkook akan selalu mengikuti Joan Rena kemana pun.

"Rena, kau mendengarku ,ka—hmphh."

Seperti lebah di siang hari yang panas, seperti itulah pendengaran gadis itu sekarang. Suara Jungkook terlalu mengganggu. Berada di minimarket rupanya tak dapat membungkam bibir pemuda itu agar tak berceloteh. Pilihan yang buruk. Tanpa berniat mendengar lebih, segera saja Rena mengambil sebungkus roti berukuran kecil dan memasukkannya ke dalam mulut pemuda itu yang tengah sibuk merengek. "Tutup mulutmu kali ini!" ujarnya terlalu malas.

Gadis itu bergerak menyeret langkah menuju kasir, mendengus keras-keras begitu gadis yang bertugas di bagian kasir tak meresponnya dengan baik, melainkan sibuk menatap pemuda yang tengah menunduk murung seraya menunggu sang gadis menyelesaikan pembayarannya tepat di belakangnya. "Ini gratis, ya?!" tegur Rena yang mulai jengah.

Yang ditegur sempat gelagapan, beberapa kali meneguk saliva kasar seraya bergerak cepat melakukan tugasnya setelah meminta maaf. Membuat Jungkook kembali menatap lurus; bertanya-tanya tentang situasi yang terasa memanas di depannya. Namun tak sampai jelas kedua irisnya menangkap Rena yang berjalan lebih dulu keluar minimarket. "Hei! Rena!"

Jungkook kebingungan, berusaha mempercepat langkahnya menyusul sang gadis. Sedang Rena sendiri tak tahu apa yang tengah ia lakukan. Rasanya aneh. Marah. Kesal. Kecewa. Untuk siapa? Entahlah. Jadi, gadis itu hanya dapat menahan semuanya sendirian, dalam diam, dan penuh akan pertanyaan. Untuk siapa? Tak tahu. Rasanya lucu. Setengah dari dirinya terasa melenggang perlahan; dikikis kesal. Beberapa kali dadanya terasa dihimpit beton, pada ulu hati yang terasa sakit, atau pada air mata yang nyaris keluar. Gadis itu tak tahu apapun. Terlalu banyak. Terlalu banyak hingga segalanya tampak memburam tak terkendali.

Hambar. Kosong. Menjengkelkan.

"Renaaa ... "

Rena terisak kecil sembari terus berjalan, sesekali mengusap likuid beningnya yang turun begitu saja. Hingga langkahnya terhenti, gadis itu memukul pelan dadanya, mencoba menghentikan rasa sakit di sana. Tidak. Jangan!

Jalanan kota memadat malam ini, namun tidak dengan lalu lalang pejalan kaki. Semilir angin terasa menembus kulit, tapi lebih sakit di dalam sana. Barangkali yang akan terdengar adalah siaran radio yang memutarkan lagu romantis di menjelang pukul delapan malam, namun yang terjadi hanyalah tangis yang meluncur tanpa sebab. Tenangkan dirimu, Rena!

Kepalanya menengadah, mengatur napas pelan sebelum kemudian mengusap tangis yang mereda. Gadis itu mulai berbalik, dan berpikir akan menemukan Jeon Jungkook yang menatapnya kesal atau penuh tanya. Namun, yang terjadi malah diluar pikirannya. Jungkook tengah terdiam seraya berjongkok di tepi jalan, kepalanya ditelungkupkan di sela kedua kakinya yang tertekuk. Rena jadi khawatir karenanya. Sontak saja gadis itu berjalan mendekat, membawa kekhawatiran yang mulai meradang hingga nyaris mengalahkan emosi sebelumnya.

LOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang