Chapter 22

3.7K 493 19
                                    

"Aku baik-baik saja."

"Aku tidak mau mendengarmu."

"Oppa-"

"Jangan memanggilku begitu! Tidak mempan."

Mendengar itu, Rena lantas menghela napas panjang. Menatap kesal dengan dengusan lirih yang ditujukan kepada pemuda di depannya. Yoongi sempat melirik, mendapati tatapan yang mulai menajam tatkala ia menempelkan ponsel pada telinganya. Tidak ingin kalah, ia pun balas menatap datar.

"Ayah, ini aku. Tidak, tidak, liburanku belum berakhir-ah benar, aku memang baru saja ingin mengatakan padamu, Rena demam tadi malam. Tapi ini jauh, Yah. Iya... akan kusampaikan, dia nakal." Rena sontak melotot di akhir, namun Yoongi hanya menatapnya datar sekali lagi.

"Obatmu akan datang, kemungkinan agak malam. Jangan membantah, atau kuseret pulang nanti!"

Bibir gadis itu mengerucut sebal, menatap Yoongi benar-benar kesal. "Aku ingin lepas, sehariii-"

"Jangan mengada-ngada! Kau tahu obat itu separuh hidupmu," potong Yoongi cepat-cepat.

"Oppa, jangan berlebihan begitu! Jika yang lain tahu maka-" Yoongi lekas memotong dengan mendengus keras-keras, Rena memang tipikal keras kepala sekali. "Lalu mau sampai kapan menyembunyikannya dari Jungkook? Aku tidak mau bertanggung jawab jika nanti dia tahu. Kau harus memberitahunya! Paling tidak beri sinyal!"

Mendengar itu, Rena beralih mengulas senyum sendunya. Merasakan hantaman kembali begitu ucapan Yoongi mendera rungunya, hal yang seolah berhasil menyadarkannya kembali, membawanya membuka mata sekali lagi hanya untuk tahu bahwa hal yang telah ia lewati nyaris sebelas tahun terakhir bukanlah mimpi. Tentu saja. Dan memang benar, seharusnya begitu. Sejujurnya, ada banyak harapan yang telah menggaung di atas kepala-menunggu untuk diwujudkan, namun pada kenyataannya ketakutan telah menjatuhkan—menimbun, dan nyaris mengubur dalam-dalam tatkala kenyataan terlebih dulu menampar.

"Belum. Dan tidak. Aku belum siap dan tidak ingin melepaskannya." Yoongi pun menghela napasnya pasrah, hari ini ia lelah mengingatkan. Barangkali akan mencoba kembali esok, atau lusa.

"Aku tahu kau gadis yang kuat. Jika aku jadi kau, aku pasti akan mengencani Taehyung alih-alih menunggu Jungkook."

Sepersekon kemudian, mereka lantas mengudarakan tawa, saling diselubungi rasa hangat yang menjalar. Merasakan seolah udara begitu lihai menyapa, tak berminat menekuk wajah hanya untuk kembali mengingat duka-Rena terlampau ingin menyenangkan diri bersama pemuda di hadapannya kini.

"Aku tidak ingin berhenti mengingatkanmu ini. Dengar! Entah nanti, esok, lusa, pekan depan, bulan depan, tahun depan, atau belasan dan puluhan tahun ke depan-" ia menjeda, menatap teduh dengan senyuman tulusnya, "jangan menyerah!"

Mendengar itu, Rena mencoba menahan kuat-kuat rasa getir yang memenuhi langit-langit kepalanya, mulai turun hingga dicecap, tak lantas membuatnya luruh begitu saja. Ia justru mengulas senyum, mencoba setenang mungkin, dan membalas dengan suara tegar setengah bergetar tatkala menyadari kerongkongannya tercekat setengah mati, seolah dipaksa menelan saliva pilu. "Aku tidak berjanji. Tapi aku akan mencoba melakukannya. Akan kuingat."

Yoongi lantas mengangguk ragu, namun berusaha menutupinya dengan mengulurkan jemarinya untuk mengacak surai Rena. "Jaga dirimu!" ujarnya, kembali mengulas senyum yang dibalas sama.

Bohong jika Rena hanya membalas begitu saja, rasa-rasanya ketakutannya bahkan semakin membesar. Ada sesuatu yang mengganjal. Ia merasakannya-tepat pada saat Yoongi mengulas senyumnya.

Cklekk...

Mendengar pintu yang mendadak dibuka sedikit kasar, Yoongi lantas menarik tangan. Rena dan pemuda itu kompak mengernyit tatkala menemukan Taehyung dengan napas terengah, pun peluh yang menetes memenuhi wajah. Pemuda itu menyeret langkah mendekat, sempat menghela napas lega manakala menemukan Rena yang menatapnya di detik itu.

LOST Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang