2. Penjual Bunga

81 23 80
                                    

Hargai dia yang membencimu, karena dia adalah penggemar yang telah menghabiskan waktunya hanya untuk melihat setiap kesalahanmu.

***
Nui memarkir asal vespa, berjalan cepat memasuki rumah yang selalu sepi. Ia menduduki sofa dengan warna merah yang hampi lapuk. Merogoh isi tas mencari kotak kecil yang Ramel berikan. Pria itu memperhatikan kotak itu, menerka isi yang terbungkus di dalamnya. Perlahan jemari tebal itu merobek kertas kado. Sudut bibirnya tertarik melihat isi kado. Kembali jemari merogoh saku celana jins, mengambil benda pipih yang terselip disana.

[Iya Nui,]

"Makasih kalimbanya Mel,"

[Sama sama Nui, suka kadonya kan?]

"Iya Mel, Nui suka apa pun yang Mel kasih,"

[Kalau Mel ngasih Nui kotoran monyet, Nui suka berarti]

"Gak,"

[Kat- -]

Tut..tut...tut.

Nui menutup sambungan ponsel, berlama lama bicara dengan Ramel mampu membuat otaknya pusing. Ia menyandarkan punggung pada sandaran sofa menatap langil-langit rumah yang polos. Jemarinya mulai memainkan kalimba itu, meninggalkan melodi yang terdengar mengudara.

***

"Nui, kebiasaan nutup telepon pas Mel mau ngomong ngeselin" gerutu Ramel menatap layar ponsel yang kini menghitam. Ia kembali sibuk dengan kertas origami warna warni. Jemari lentiknya dengan lihai melipat setiap sudut kertas itu.

Denting ponsel berbunyi menandakan satu notif pesan.

NuiLup
Jangan bawel

Ramel membuang napas kasar membaca pesan singkat yang Nui kirimkan. Ia tak berniat membalas pesan itu, jemari lentik gadis itu kini berlumur lem kertas. Denting ponsel kembali berbunyi. Matanya membulat membaca notif pesan dari layar ponsel yang masih menyala.

Riko Ganteng
Mel temen gue ada yang beli bunga, tapi warnanya dominan item, bisa gak?

Cepat-cepat Ramel membersihkan tangan dengan tisu yang terletak tak jauh dari dirinya.

Bisa, buat kapan?

Lusa

Ok Ko:):) love you deh

Too:):)

Udah ahh ge mau buat bunga mangatin gue ya:)

S
E
M
A
N
G
A
T
Mel:)

Ramel tersenyum geli membaca pesan singkat dari Riko. Ia menutup asal ponsel. Sesekali Ramel meregangkan otot yang terasa pegal, memijat ringan bagian pundak, beralih memejamkan mata yang kini lelah. Ramel menarik napas panjang tersenyum lebar memamerkan gigi rata.

"Semangat Mel," ucapnya nyaring menyemangati dirinya.

Tangannya lihai melipat ujung kertas origami, merangkai setiap lekukan yang kosong.

"Ramel!"

Suara nyaring itu terdengar jelas di gendang telinga.

"Iya Bu," sahutnya tak kalah nyaring. Ramel merapikan rangkaian bunga, menaruh asal di atas tempat tidur. Ia berlari kecil mendekati ibunya.

Melteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang