Terkadang aku ingin mengulang saat aku dan kamu saling menyimpan lara dan melempar tawa.
Geby mengepalkan jemari, tamparan Ramel masih terasa. Beberapa siswi terlihat iba dengan apa yang Geby rasakan. Gadis itu berusaha mengguratkan senyum manis seakan mengatakan jika dirinya tidak terluka.
Velo menabrak keras pundak Geby, tersenyum kecut melihat Geby yang hanya diam. Ia sama sekali tidak peduli dengan siswi yang mengumpat kasar karena ulahnya. Ia jauh lebih bahagia melihat Geby seperti itu. Velo berlari cepat menyusuli Ramel, beruntung ia berhasil menangkap punggung gadis itu menaiki tangga.
Velo menghentikan langkah melihat Ramel bersimpuh, menunduk menumpahkan kesedihan dirinya. sesekali ia melihat Ramel mejatuhkan pukulan kasar di atas pangkuan, menahan isak yang berusaha ia tahan. Velo menggigit bibir bawah, ia bahkan tidak tahu kenapa gadis itu sampai serapuh itu. Perlahan Velo menghentakan kaki mendekati Ramel yang masih terisak. Jemari lentik itu menyentuh pundak Ramel membuat gadis itu menahan isak. Velo ikut bersimpuh, perlahan menarik Ramel dalam pelukan hangat.
"Kenapa Mel, kenapa kayak gini?" ucap Velo sedikit gemetar. Ramel diam, masih berusaha menahan isak. Sedikitpun ia tidak berniat membalas pelukan Velo.
"Kalau nangis jangan ditahan, gak papa nangis yang kenceng, gue gak bakal bilang ke yang lain kok," sambung Velo asal. perlahan Ramel menggerakkan jemarinya memeluk erat tubuh mungil Velo. Tangisnya pecah, dadanya tersasa sesak, Ramel menumpahkan tangis yang sedari tadi ia tahan. Velo diam mengusap punggung Ramel yang bergetar, sesekali ia tersenyum hambar, mata cokelatnya, berhasil meneteskan cairan bening, melihat Ramel menangis seperti itu berhasil mengiris hatinya.
"Gue benci sama diri gue sendiri," ucap Ramel gemetar. "Gue benci Vel," sambungnya getir. Velo diam, mendengar isakan Ramel. Gadis itu melepas pelukan Velo. Jemarinya terjulur pelan mengusap seragam Velo yang basah.
"Maaf," celetuk Ramel pelan. Velo menggeleng mengusap pelan sisa air mata yang masih membekas di pipi Ramel.
"Gue gak pernah liat elo semarah itu Mel, sampek nampar Geby," celetuk Velo pelan. Ia menggigit ujung lidah melihat Ramel yang kini menunduk. Ia menepuk pelan pundak Ramel, tersenyum getir melihat Ramel yang betah diam.
"Kalau enggak mau cerita gak papa kok Mel, ya meski gue kepo sih," ucap Velo asal. Ramel betah diam, gadis itu bahkan tak memberi respon kecil. Velo membuang napas kasar, ia memilih menengadahkan kepala melihat langit, dengan lembayung awan yang terlihat senada kala itu.
"Vel, tinggalin gue sendiri," Ramel berucap pelan. Velo menengok menggeleng cepat menolak ucapan Ramel. Gadis itu tidak mau Ramel melukai dirinya sendiri.
"Enggak Mel, gue gak mau ninggalin elo sendiri," balas Velo ketus.
"Vel," ucap Ramel getir, ia membalas tatapan Velo dengan mata yang mulai membengkak. Velo membuang napas kasar, bangkit berdiri menghentakan kaki meninggalkan Ramel.
Langkah Velo terhenti, berbalik melihat Ramel yang betah tertunduk.
"Mel, elo beneran mau gue pergi?" ucap Velo malas. Ramel hanya berdeham. Untuk kali sekian Velo membuang napas malas, menyeret tubuh meninggalkan Ramel sendiri.
***
Riko berhasil membelalakan mata melihat siaran yang terunggang di Instagram sekolah. Ramel yang dengan kasar mendorong tubuh Geby dan berakhir dengan tamparan keras di pipi kiri Geby. Pria itu terlalu fokus melihat siaran itu, ucapan Wisma dan Nui sampai terabaikan, beberapa kali Wisma bertanya namun hanya di balas anggukan dengan Riko.
Sesekali Wisma dan Nui melempar tawa melihat wajah Riko yang semakin menegang. Di kantin lantai dua mereka tengah menikmati bubur ayam yang sempat ia pesan beberapa menit lalu. Nui betah menyantap bubur, sementara Wisma mengaduk es teh yang baru saja ia pesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melteen
Teen FictionHidup itu seperti rubik, penuh perjuangan untuk mencapai hasil akhir. *** Ramel Arindira gadis cerewet dengan segala keunikannya berhasil membuat Nui Pranata jatuh hati dengan dirinya. Mereka terlalu biasa namun hubungan yang mereka rajut membuat m...