Seperti realita yang bersembunyi dibalik kata semu, terangkai menjadi cerita kosong.
Nui mengepal jemari, tatapannya tajam namun Wisma tersenyum hambar.
"Maksud lo apa," bentak Nui mendorong kasar dada bidang Wisma. Ia berjalan pelan mengapus jarak diantara mereka. Riko yang melihat itu menarik kasar tangan Ramel. Menyeretnya keluar dari aula. Ia menutup kasar pintu membuat Ramel menatapnya.
"Elo kenapa ngajak gue keluar Ko?" tanya Ramel pelan. Riko yang mendengar ucapan Ramel mampu mengusap kasar wajahnya. Ia menatap nanar ke arah Ramel. "Kenapa diem harusnya lo misahain mereka?!" sambung Ramel pelan.
"Mel, mereka itu cumak bercanda, biasa lah cowok," balas Riko kaku berusaha tertawa renyah. Ramel diam menggeleng mendengar jawabannya.
"Bohong." Riko berhasil membisu entah apa yang harus ia katakana pada Ramel. Ia mengusap kasar wajahnya mendengar pukulan yang begitu keras terjadi di dalam sana.
"Mel, mending lo ke kelas, gue gak mau lo kenapa napa, biar gue aja yang misahin mereka," bujuk Riko berharap Ramel mendengarkan dirinya. Ramel mengangguk pelan mengiakan.
Riko menangkup wajahnya, ia tidak mungkin memisahkan Nui dan Wisma, bisa bisa wajahnya yang ikut membiru. Riko mengintip melalui celah jendela, matanya nyaris membulat melihat Wisma yang terlempar ke lantai. Sementara Nui begitu ganas menjatuhkan pukulan tepat di pelipis Wisma. Ia mengeluarkan ponsel merekam perkelahian sengit Wisma dan Nui. Entah kenpa semakin lama mereka semakin brutal.
"Bangun lo pengecut," bentak Nui melihat Wisma yang terkapar di lantai. Napasnya terengah engah, darah kental mulai keluar dari sudut bibir. Warna biru berhasil menyelimuti bagian pelipis. Wisma yang mendengar ucapan Nui mengepalkan tangannya. Emosinya terpancing, ingin rasanya ia membuat Nui terkapar seperti dirinya. Wisma berusaha bangkit. Kakinya terasa lemas, bahkan untuk berdiri tegak saja terasa sulit. Ia tersenyum hambar, membuat Nui muak seketika.
"Gue bukan pengecut," ketusnya. Meludahkan darah yang berhasil menimbulkan rasa asin pada lidahnya. Wisma tersenyum meledek melihat Nui yang terengah engah. Ia membenarkan kerah bajunya, melonggarkan dasi yang terasa menyekat.
"Gimana kalau seandainya gue bilang sama Ramel, lo selingkuhin dia," ucapnya mengejek. Nui kembali mengepalkan tangannya berusaha menahan emosi yang semakin memuncak. "Elo yang pengecut," cebiknya.
Nui geram, Wisma selalu berhasil memancing emosinya. Ia berjalan cepat mendekati Wisma bersiap menghajar temannya itu pada pukulan telak. Wisma yang menyadari berusaha menangkis pukulan Nui. Disela tinjuan itu keduanya saling merendahkan satu sama lain. Mereka tidak ada yang mau mengalah. Riko yang masih merekam berhasil bergidik ngeri. Untung saja ia tidak bisa bela diri jika ia, mungkin saja ia akan bertengkar dengan Wisma atau pun Nui. Riko berhasil bergidik melihat wajah mereka nyaris membiru dengan luka yang mulai mengeluarkan darah.
Lelah.
Nui dan Wisama mejatuhkan tubuh mereka. Membiarkan ubin lantai melapisi punggung, menyalurkan rasa dingin. Napas yang masih terengah engah, terdengar berirama. Mereka menatap langit langit aula, meluapkan kelelahan yang sedari tadi mampu mejalar menyusuf melalui syaraf. Nui tertawa renyah."Pukulan lo gak berasa," ucapnya pelan disela tawa. Ia menggigit ujung bibir berusaha mengurangi rasa sakit. Wisma yang mendengar itu tersenyum hambar, terlihat sekali Nui Manahan sakit, seperti dirinya.
"Pukulan elo, lebih payah dari gue," timpal Wisma membuat Nui menengok. Wisma ikut menengok. Sudut bibirnya perlahan tertarik memperlihatkan seulas senyum. Nui tersenyum. Mengepalkan jemari membuat Wisma memukul pelan.
"Itu mukak gak sakit apa?" pertanyaan bodoh itu berhasil keluar dari bibir Riko. Ia ikut membaringkan tubuhnya di depan kepala mereka. Wisma dan Nui tertawa hambar mereka kompak memukul pelan kening Riko. Jemarinya mengeluarkan ponsel membuka video perkelahian mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melteen
Teen FictionHidup itu seperti rubik, penuh perjuangan untuk mencapai hasil akhir. *** Ramel Arindira gadis cerewet dengan segala keunikannya berhasil membuat Nui Pranata jatuh hati dengan dirinya. Mereka terlalu biasa namun hubungan yang mereka rajut membuat m...