15. Nui Elo Itu..

16 7 18
                                    

Kamu terlalu naïf untuk aku kecewakan, tapi bodohnya kamu memilih terluka hanya untuk melihat senyumku.



"Geby sori tapi kayaknya gue gak bisa nemenin lo nonton," ucap Nui cepat membuat Geby membuka mulut kecil.

"Kenapa?" tanyanya

"Tiba tiba gue ada urusan," balas Nui asal. Ia menutup pintu rumahnya berlari cepat menyusul Ramel. Geby menggerutu kesal, membuang asal bouqet bunga itu. Mata bulat Geby menangkap tajam kepergian Nui.

***



Halte yang sepi berhasil membuat Nui menangkap raut gusar yang terlukis jelas di wajah Ramel. Gadis itu duduk sendiri, membiarkan angin memainkan helai rambut yang bergelayung bebas. Nui menghentakan kaki perlahan. Ketukan jemari Ramel di atas helm terdengar samar. Ramel masih diam meski ia tahu Nui berdiri dihadapannya.

"Mel," ucapnya membuat Ramel mendongak. Ia tersenyum getir berusaha terlihat baik baik saja. Nui membuang napas kasar, mendaratkan bokong di samping Ramel.

"Elo ngapain disini?" tanya Ramel berusaha menggurat senyum simpul.

"Nemenin elo,"

"Gak jadi nonton sama Geby?" tanya Ramel cepat. Nui diam membisu. Gadis itu masih berusaha memahat senyum manis. "Gue kan pernah bilang, lo boleh kok jalan sama cewek lain," sambung Ramel pelan.

"Lo juga kenapa malah dateng nemuin gue, katanya janjian sama Velo?" Nui balas bertanya, Ramel mendengus kesal.

"Velo yang nyuruh gue ke sini," balas Ramel cepat. Nui menarik tangan Ramel membuat gadis itu terlonjak kaget. Nui melangkah cepat membuat Ramel kesulitan mengikuti langkahnya. Mereka berhenti di depan rumah Nui.

"Gue ambil motor dulu," ucap Nui cepat. "Buru naik," Ramel berhasil membulatkan mata melihat Nui yang tersenyum jail menatapnya.

"Motor lo baru?" tanya Ramel cepat. Nui tersenyum manis dibalik helm.

"Menang taruhan sama cowok yang gangguin elo itu Mel," balasnya cepat. Ramel tersenyum hambar. Kakinya memanjat menaiki motor besar itu.

"Nui kok gue takut duduk disini, enakan pakek motor vespa lo aja," ucap Ramel mendekatkan wajahnya ke telinga Nui.

"Pegang pinggang gue aja biar gak jatuh," balas Nui cepat. Ramel tersenyum tipis, jemari lentik itu terjulur perlahan memegangi pinggang Nui. Deru motor melesat membelah jalanan. Nui menepikan motor disebuah tempat.

"Ngapain sih kesini?" tanya Ramel melepas helm. Nui tersenyum tipis.

"Sekali kali biar jalannya gak ke dagang pecel lele aja," balas Nui cepat mengacak pelan pucuk rambut Ramel.  Ia berdecak membenarkan tatanan rambutnya.

"Lo itu makin cantik kalau rambutnya acak acakan," celetuk Nui asal. Ramel mendengus kembali membenarkan tatanan rambutnya.

"Nyebelin," ketus Ramel. Nui yang mendengar itu menyembunyikan senyum. Nui menarik kasar tangan Ramel melingkarkan pada lengan kekarnya. Ramel membulatkan matanya.

"Nui malu diliatin," bisiknya berusaha melepas tanganya.

"Biar romantis" balas Nui cepat.

Gemerlap lampu warna warni berhasil menarik perhatian Ramel. Sebuah tulisan tergantung tepat diatas pintu.

-Make Memori-

Nui mendorong kasar pintu itu membuat lonceng berbunyi nyaring karenanya. Ramel tersenym tipis untaikan kalimat berhasil membuat dirinya menghentikan langkah.

Melteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang