35. Jejak

15 7 11
                                    

Seperti kelabu yang menghapus jejak senja.



"Awalnya aku namain melted itu pun karena yang komen banyak yang bilang melted denger suara Riko, karena melted itu kedengeran pasaran makanya aku mamain jadi Melteen, maksudnya remaja yang melted denger suara Riko dan liat ketampanan mereka," ucap Geby santai. Velo diam bagaimana mungkin Geby bisa tahu kenapa Ramel menamai akunnya Melteen. Velo semakin kesal, entah kenapa melihat dirinya tersenyum seperti itu semakin membuat dirinya kesal. Velo mengepalkan jemari berusahan menahan emosi yang berhasil menyulut dirinya.

"Yuk buru udah telat ni," sambung Geby pelan. Ia tersenyum, perlahan jemarinya menggelayung pelan hendak menggantung lengan Nui. Pria itu yang merasakan sentuhan tangan Geby langsung menepik kasar, sementara Ramel hanya diam memilih mengalihkan pandangan.

"Jelasin sama gue apa meksudnya si Geby," tanya Velo saat mereka telah lenyap di ujung tangga. Ramel diam, ia saja tidak tahu kenapa Geby bisa berkata seperti tadi. "Elo yang punya akun melteen, elo kenapa cuma diem aja, harusnya bilang kek sama mereka kalau elo yang punya akun itu , harusnya tunjukin kek sama mereka akun youtube lo," Velo semakin geram, entah apa yang dipikirkan gadis di sebalahnya ini, Ramel hanya diam membiarkan Velo mengoceh sesukanya.

"Ramel," geram Velo kesal. Ramel hanya menoleh melihat wajah Velo yang semakin memerah.

"Nantik ulangan matematikan elo belum belajarkan? Yuk belajar bareng," celetuk Ramel asal berusaha mengalihkan pembicaraan. Velo mendengus, melangkah pelan mengikuti Ramel, gadis itu memang menyebalakan.

***

Geby melukis senyum simpul, pandangannya sekalipun tidak lepas dari Nui. Gadis itu seakan mengurung Nui dalam tatapan teduhnya. Hampir dua puluh menit ia menunggu ketiga pria itu keluar dari ruangan kaca itu. Mendengar alunan musik klasik yang berhasil menggelitik hatinya. Suara lembut Riko berhasil menusuk indara pendengaran, sementara senyum tipis di bibir Nui berhasil membuatnya tersipu malu. Geby langsung bertepuk tangan setelah kalimat terakhir yang Riko nyanyikan. Ia tersenyum riang menunggu mereka keluar dari ruangan kaca itu.

"Good job," suara berat Frima terdengar bersamaan Riko yang langsung menyalami dirinya. Mereka kompak tersenyum lebar. "Kalian emang berbakat, tidak apa kan kalau masih ngaransemen lagu orang?" tanyanya pelan, mereka kompak menjawab tidak masalah. Frima yang mendengar tersenyum lebar.

Pria perawakan paruh baya itu, dengan rambut hampir memutih membenarkan letak kaca mata yang merosot hingga tungkai hidung. Ia membaca tumpukan kertas yang kini telah berada di lekukan jemari. Sesekali jari lentik itu menari diatas kertas seakan menimbang sesuatu.

"Akhir pekan kalian bisa manggung di taman kota, disanan ada festival musik, terserah kalian mau ngaransemen lagu apa, saya yakin tiket ini akan laku cepat secara penggemar kalian di youtube sudah hampir tiga juta." Frima kembali berucap berhasil membuat mereka mengernyitkan alis, mereka saja tidak tahu jika telah banyak orang yang menonto video mereka.

"Jangan khawatir sama bayaran kalian, jika tiket ini laku banyak kalian akan saya kasih dua juta awal, jika banyak yang tertarik dengan pertunjukan kalian, kalian akan saya kasih sepuluh juta untuk satu lagu yang kalian nyanyikan, bagaimana," tanya Frima seakan meminta persetujuan mereka.

Oh Tuhan hanya orang bodoh yang menolak tawaran Frima. Jangankan untuk mengisi acara festifal, diundang bernyanyi ke Frima Musik saja hanya orang yang benar benar memiliki besic menjadi penyanyi. Mereka kompak setuju menerima tawaran Frima.

"Saya tunggu kalian di akhir pekan," sambung Frima sebelum kembali kesibukannya.

Geby melangkah ringan mendekati mereka, menahan senyum yang seakan memaksa tercetak di sudut bibir.

Melteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang