14. Kelu

38 8 24
                                    

Bibir ini kelu, seakan terkunci rapat mendengar tawa  bersahutan, yang kalian ciptakan tanpa naskah.



Nui bangkit tertatih, meringis saat sikunya terasa kaku. Dering ponselnya terdengar.

"Nui, lo dimana,"

"Kenapa?"

"Lo balapan?"

"Ia,"

"Inget berdoa dulu biar Tuhan selalu janga elo,"

"Doain gue juga ya Mel,"

"Pasti,"

"Telponnya gue tutup"

Nui mengakhiri sambungan telepon. Ia memejamkan mata menunduk berdoa dalam batin.

Jaga aku Tuhan, Tuhan adil, selamanya akan seperti itu,
Nui membuka mata pelan, meringis saat lukanya kembali menitihkan darah.

Nui kembali menyalakan mesin motornya memacu dengan kecepatan tinggi. Deru motornya kembali memacu membelah jalanan. Sudut matanya memicing  melihat pria itu yang kini membeli soft drink di pinggir jalan. Nui tersenyum tipis, begitu bodoh, sepertinya pria itu lupa jika dirinya belum menyerah. Pria itu meneguk habis minumannya ia menatap lekat ke ujung jalan. Sudut bibirnya tersenyum puas.

"Bentar lagi lo bakal nyium kaki gue, dan cewek itu jadi pacar gue,"  gumamnya penuh percaya diri.

"Bukan Dio namanya kalau gak bisa curang," lanjutnya membenarkan tatanan jambulnya.

Ia sangat yakin Nui terkapar di jalanan, atau paling tidak seseorang telah membantunya untuk ke rumah sakit. Dio menjalankan mesin motor memacu dengan kecepatan tinggi. Matanya nyaris membulat melihat Nui yang telah duduk di atas motor. Nui melemparkan senyum membuat Dio melempar kasar helmnya.

"Kenapa, kaget liat gue masih hidup?" tanya Nui membuat Dio jengah.

"Waktunya buat nepatin janji bos," ucap Riko selembut mungkin. Dio menengok menatap. Matanya menatap tajam Riko membuat Riko tersenyum manis. Telapak tanganya ia tengadahkan tepat di depan mata Dio. Pria itu menahan emosi, tatapannya tajam perlahan ia menyerahkan kunci motor membuat Riko tersenyum manis.

"Besok taruhan lagi ya bos, siapa tahu lo mau ngasih mobil," celetuk Riko begitu percaya diri. Dio mengibaskan tangan ke udara membuat salah satu dari temanya menyalakan mesin mobil mendekat ke arahnya. Semakin lama penonton pergi berhamburan mereka masih betah disana duduk  di dekat totoar mengmati ninja hitam yang terpakir di depan mereka.

"Gilak tu orang, motor aja dikasih cuma cuma, kayanya kayak apa ya," celetuk Riko membuat kedua sahabatnya kompak menatap jengkel.

"Nui, lo bisa aja balapan motor, kalau kayak gini lo gak perlu lagi tarohan macarin cewek," Wisma berceletuk membuat Nui membuang napas kasar.

"Lo bener sih tapi mau balapan sama siapa?" tanyanya malas.

"Siku lo masih sakit?" tanya Riko polos. Nui membuang napas kasar. Otak Riko memang setengah.

"Pakek nanyak," cerocos Wisma mengetuk pelan keningnya. Riko mendengus sementara Nui tertawa kecil.


***


Nui membaringkan tubuh pada ranjang tidur. Ia meringis lukanya semakin terasa sakit. Ia menatap lekat luka yang telah terbalut perban tipis. Tadi sebelum pulang Riko dan Wisma sempat mengobati lukanya. Sesaat Nui memejamkan mata, ia sangat mengantuk membiarkan rasa sakit menguasi. Denting ponsel berbunyi nyaring, jemarinya  mengangkat kasar.

Melteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang