Terkadang tak harus diungkapkan cukup diam, dan menjadi teman saat sendu.
Ramel masuk kedalam bis. Nui melangkah lebar memasuki bis tanpa Ramel sadari. Ia duduk di bangku belakang, mata Nui masih mengamati gadis itu. Nui memegangi pipi, tamparan Ramel masih terasa, ia tersenyum hambar.
Gak papa lo nampar gue Mel, asal jangan benci sama gue.
Nui membatin menatap punggung gadis itu.Ramel duduk menyandarkan tubuh yang terasa letih, jemarinya tergerak membuka kaca jendela. Gadis itu menutup mata perlahan, membiarkan angin malam menyapu wajah mungil itu. Ramel mengusap pelan sisa air mata yang membekas di pipi.
Bis menepi, Ramel turun perlahan berjalan tanpa alas kaki. Hilz yang sempat melapisi kaki itu kini gergelantung bebas diantara lekukan jemarinya. Ramel berusaha menghapus sisa air mata. Ia tidak mau ibunya memarahi dirinya jika tahu ia menangisi Nui. Pria yang selalu memainkan perasaanya. Ramel menalan ludah kasar, berbalik menyapu pandangannya. Ia membuang napas malas menggigit bibir bawahnya. Ia kembali berbalik melangkah menghiraukan kata hatinya jika seseorang tengah mengikuti.
***
Vello menggerutu kesal. Panggilan teleponnya tidak kunjung mendapat jawaban dari Ramel.
"Kebiasaan si Ramel," gerutunya kesal. Vello meneguk sirup yang sempat ia pesan. Sudut bibirnya tersenyum kecut melihat Geby yang hendak memesan di bar. Ia berjalan cepat sengaja menumpahkan sirup itu ke gaun Geby. Vello membuka mulut lebar, menyembunyikan senyum yang memaksa terukir di sudut bibir.
"Elo gimana sih?" geram Geby kesal. Vello yang mendengar malah mendekat sengaja kembali menumpahkan sirup itu. "Makin basah ni," gerutu Geby semakin kesal dengan sikap Vello.
"Maaf ya, gue sengaja, gaun lo buat gue sakit mata." Menang dasar Vello muka tebal. Gadis itu berucap polos menatap Geby dengan wajah yang melankolis. "Gue bantu bersihin," sambungnya cepat Vello menumpahkan air putih ke gaun Geby. Gadis itu menggeram menatap jengkel kearah Vello.
"Aduh makin basah ya, maaf ya gue emang ceroboh," ucap Vello pelan. Jemarinya yang ingin menyentuh gaun Geby di tepik kasar oleh gadis itu, sesaat Vello sempat meringis merasakan tangannya memerah karena ulah Geby.
"Gak usah sok baik," cebik Geby kasar. Vello diam membiarkan gadis itu mendorong keras pundaknya. Vello tersenyum simpul, menatap kepergian Geby.
"Gue juga ogah baik sama elo," Vello bergumam tersenyum geli mengingat ulahnya. Ia kembali mendekat kearah panggung menyaksikan kakak kelasnya yang mulai menyanyikan lagu Ipang-Sahabat Kecil. Mereka meloncat riang begitu pula dengan dirinya. Dentuman drum mampu memecah telinga, berloncat riang menghilangkan penat yang bersarang di kepala. Riko dan Wisma berloncat loncat sambil berpelukan, Vello yang melihat itu tertawa geli.
"Minum," tawar seseorang menyodorkan segelas minuman ke arah Velo. Jemari lentik itu terjulur menerima tak peduli siapa yang memberinya, tenggorokannya terasa megering, bernyanyi begitu kerasnya mengalahkan dentuman dram. Vello meneguk setengah. Aroma pekat berhasil menusuk hidungnya.
"Ini air putih kenapa rasanya kayak gini sih," gumamnya melihat gelas yang ia genggam. Ia mengedik bahu kembali menenguk minuman itu. Vello menggigit lidah setelah menenguk kembali. Minuman itu bukan seperti air putih yang sering ia minum. Masa bodo, ia kembali bernyanyi mengikuti lirik yang sempat tertunda.
Pandangan Vello memudar, pening berhasil besarang di kepala, kakinya melemas, seakan tubuh sudah tidak bisa ia tahan. Vello berjalan lunglai, duduk di kusi bar. Seseorang kembali menyerahkan minuman, perlahan ia mendongak. Sial pandangannya semakain memudar. Ia meneguk minuman itu. Sial, aroma pekat yang sama kembali menusuk hidungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melteen
Teen FictionHidup itu seperti rubik, penuh perjuangan untuk mencapai hasil akhir. *** Ramel Arindira gadis cerewet dengan segala keunikannya berhasil membuat Nui Pranata jatuh hati dengan dirinya. Mereka terlalu biasa namun hubungan yang mereka rajut membuat m...