22. Pesta Dansa

18 6 7
                                    

Musik berdengung itu berhasil membuat kakiku menari mengikuti irama.






Cegah gue Mel buat deket sama Geby,
Nui membatin masih  betah mentap lekat manik Ramel.

Ramel memutus tatapan mereka, kembali menyeruput sirup yang tinggal setengah. Velo mendengus, membiarkan Ramel menikmati sirup frombozom. Mata Velo berbinar melihat Wisma datang dengan balutan jas putih. Ia melangkah pelan mendekati Wisma, mendorong keras tubuh Riko yang berdiri disebelah Wisma.

"Eh batu krikil, sepet gue liat baju elo yang buat orang-orang sakit mata," ketus Riko menahan kesal. Wisma tersenyum geli sementara Velo membuang muka.

"Kamu denger orang ngomong gak?" tanya Velo pura pura bingung. Wisma menggeleng menahan senyum. Velo melangkah sengaja menginjak kaki Riko. Ia meringis mengumpat kasar namun dibalas cibiran menyebalkan dari Velo.

"Itu batu krikil pakek pelet apa cobak, Wisma sampek betah gitu sama dia," gerutu Riko kesal mengusap punggung kakinya yang masih sakit. Ia melangkah pelan mendekati Ramel yang duduk sendiri.

"Kesepian ya neng," celetuk Riko menyenggol kasar punggung Ramel. Gadis itu mendengus hampir saja ia memuntahkan sirup yang belum sempat ia telan. Jemari Ramel terjulur membersihkan sisa sisa sirup di sudut bibir.

"Tempat seramai ini lo bilang gue kesepian?" ketus Ramel sarkastis. Riko mendengus menarik kursi duduk di sebelah Ramel. "Elo kenapa baru dateng, tumben gak sama temen lo yang itu," sambung Ramel menunjuk Nui dengan dagunya. Riko menoleh tersenyum kecut.

"Temen gue yang mana, gue punya temen banyak." Ramel berdecih, Riko tidak sebodoh yang terlihat.

"Oh temen gue yang berhasil jadi pacar lo itu ya." Ramel membulatkan mata mendengar ucapan Riko. "Kenapa kan bener cuma dia temen gue yang jadi pacar lo." Lagi lagi Riko berceloteh menekankan kata teman dalam ucapannya. Ramel tersenyum kecut.

"Gue mau nerima dia jadi pacar gue itu karena elo yang maksa, dengan iming iming dapet kacang mete tiap hari," gerutu Ramel kesal mengingat kejadian waktu itu. Riko tertawa geli mengingat kisah cinta Nui-Ramel yang terbilang aneh.

Putaran kenangan seakan hidum dalam pikiran Riko.

Dulu waktu mereka masih duduk di bangku kelas tiga SMP Nui memaksa dirinya mendekati Ramel dengan alasan Nui yang merasa curiga Ramel tidak menyukai laki laki. Bagaimana tidak bahakan semua teman Riko yang sempat mengatakan isi hati kepada Ramel selalu ditolak dengan alasan belum cukup umur untuk pacaran. Alasan klies yang menyakitkan. Riko tidak akan lupa senangnya Nui saat ia tahu Ramel juga masuk SMA Samudra, niatnya untuk berpacaran dengan Ramel semakin menggebu.

Hampir setiap hari Riko memaksa Ramel menerima cinta Nui dengan iming iming Ramel akan mendapatkan kacang mete. Jangan salah, Nui bahkan melakukan pendekatan nyaris tujuh bulan untuk menaklukan hati Ramel. Setiap hari selalu menebar pesona, memaksa Ramel pulang bersama dirinya yang selalu berakhir dengan penolakan. Kisah cinta yang berawal dari pemberian pizza Nui kepada Ramel saat mereka duduk di bangku kelas sepuluh. Riko masih ingat ia dan Wisma harus memesan pizza dengan uang patungan. Ide aneh dari Nui yang entah kenapa mampu membuat Ramel melunak. Dia masih ingat dialog picisan yang Nui katakana waktu itu.

"Kenapa lo beli pizza dengan toping chaess doang sih," Wisma berceletuk melihat sekotak pizza yang Nui bawa.

"Ramel gak suka sama pizza, sukanya kacang mete." Riko berceletuk geli, jemarinya terjulur hendak menyentuh pizza ditepis kasar oleh Nui.

"Hati cewek itu kayak cheese mozarela, mudah meleleh," ucapan Nui berhasil menautkan kening mereka.

"Ramel bakal nerima gue, hatinya bakal meleleh kayak keju ini, gue udah buatin puisi cinta, dijamin deh—"

Melteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang