Rasa itu semakin abu saat kau berusaha menghapus jarak diantara kita.
Ia menunduk merogoh saku Ramel berusaha menemukan benda pipih. Jemarinya tergerak cepat mengetikan sesuatu.
Napas Geby bergemuruh, gadis itu terengah engah, jemarinya gemetar, teriakan tertahan, kaki yang semakin lama terasa lemas, ia berjalan mundur hingga membentur dinding. Jemari lentiknya mencengkram kasar rok limit, berusaha menghilangkan rasa gugup.
Nova melihat Ramel mengusap wajah kasar, jemarinya tergerak berusaha mencari urat nadi Ramel, ia membuang napas lega setidaknya denyut nadinya masih berdetak.
“Elo minum ini dulu,” ucap Nova memberika tablet yang berhasil ia temukan dalam tas Geby. tanpa diperintah dua kali gadis itu langsung menelan tablet itu.
“Udah mendingan?” tanya Nova pelan, Geby mengangguk, jemari Nova mengelus pelan pucuk kepala Geby, menuntun gadis itu untuk berdiri.
“Elo masih kuat jalankan?"
Geby menganguk pelan, perlahan mereka keluar dari gudang, membiarkan Ramel tergeletak di atas ubin lantai.
***
Nui berhenti memetik senar gitar, melirik ponsel yang memampangkan satu notif pesan dari Ramel. Pria itu menautkan alis, tersenyum tipis melihat nama Ramel yang terpampang di layar ponsel.
Pasti elo kangen sama gue Mel
Bantinnya asal.Mata cokelat itu berhasil membulat membaca pesan yang Ramel kirimkan.
Punya Nui😘
Tolong,
Gue gak punya banyak waktu
Di gudang belakang sekolahNui bangkit berdiri, jemarinya menekan tombol telepon hendak menghubungi Ramel. Ia berdecak tak ada tanda tanda Ramel menjawab panggilan teleponnya. Berulang kali ia membaca pesan yang Ramel kirimkan, berharap pengelihatannya salah. Nui membuang napas kasar, dadanya entah kenapa bergemuruh lebih cepat. Jemari lentik itu merampas asal kunci yang tergeletak di atas nakas. Tungkai kaki panjang itu melangkah lebar menghiraukan teriakan Riko dan Wisma yang menyuruh Nui untuk berhenti. Riko berdecak kesal.
“Dasar bocah edan,” keluhnya membuat Wisma terkekeh mendengar nada suaranya menirukan orang Jawa.
“Nui kenapa ya,” sambung Riko pelan, Wisma yang sedang fokus dengan PS-nya mengedikan bahu asal.
“Mana gue tahu,” balasnya kestu. Riko yang mendengar membuang naps kasar.
***
Nui memarkirkan asal motor, jemarinya mengusap kasar wajah yang penuh keringat itu. manik cokelat itu mengedar ke segala penjuru berharap seseorang berada di sekitar gudang sekolah. Pria tinggi itu mencoba untuk membuka gerbang gudang, namun tak ada tanda gerbang itu akan terbuka.
Nui menggeram kesal mengguncang keras gerbang berharap akan terbuka. Sudut mata berhasil melihat salah satu pintu gudang terbuka lebar. Kepalanya menengadah memperhatikan tinggi gerbang gudang yang mencapai batas dua setengah meter. Nui mengumpulkan tenaganya memanjat gerbang itu. Napasnya terengah engah, di sela kelelahannya pria itu berusaha berlari menuju gudang yang terbuka.
Pekikan Nui tertahan melihat Ramel tergeletak tak berdaya di atas ubin lantai yang dingin. Kaki panjang itu seketika melemas, tubuhnya bergetar, air mata tak kuasa ia tahan. Jemari Nui bergetar merangkul Ramel yang tergeletak lemas.
“Mel, bangun,” ucap Nui pelan. Suaranya terdengar gemetar. Jemari lentik itu mengusap pelan wajah Ramel yang semakin pucat. Nui menaha buliran bening yang berusaha jatuh membasahi pipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melteen
Teen FictionHidup itu seperti rubik, penuh perjuangan untuk mencapai hasil akhir. *** Ramel Arindira gadis cerewet dengan segala keunikannya berhasil membuat Nui Pranata jatuh hati dengan dirinya. Mereka terlalu biasa namun hubungan yang mereka rajut membuat m...