41. Siapa Nova

16 6 1
                                    

Terkadang seseorang terlalu pandai memainkan peran sampai aku lupa dia bersembunyi di balik topeng


Ketukan pintu terdengar jelas, Sandra bahkan berlari mendekati ambang pintu. Ia berhasil membulatkan mata melihat keadaan Ramel. Luka memar bahkan terlihat jelas di sudut bibir, sudut matanya kini beralih melihat pergelangan tangan Ramel yang terbalut perban. Ia menarik Ramel dalam pelukan. 

“Kenapa kamu bisa kayak gini Mel?” suara Sandra terdengar perau. Ramel diam berusaha menahan sesak yang berhasil bersarang di ulu hati. “Mama sayang kamu Mel,” sambung Sandra pelan. Tangis Ramel pecah jemarinya tergerak memeluk erat tubuh putrinya, gadis itu menangis sesenggukan menumpahkan sesak yang sedari tadi ia tahan. 

“Ramel sayang mama,” balas Ramel pelan. “Jangan benci sama Ramel ya ma, Ramel bakal sedih banget kalau mama benci sama Ramel, Ramel minta maaf udah kecewain mama, tapi mama harus tahu Ramel sayang banget sama mama, jangan pergi tinggalin Ramel ya ma,” sambung Ramel di sela isak. Sandra mengisap bibir bawahnya, ia bahkan lebih terluka melihat Ramel seperti itu. Jemari lentik itu mengusap pelan pucuk kepala Ramel. 

“Mama sayang kamu,” ucap Sandra tanpa suara. 

Nui tersenyum tipis. Pria itu betah berdiri di pijakan. Ia betah diam memilih untuk tidak membuat keduanya merasa canggung. Ia menarik napas dalam, tersenyum lega melihat kasih sayang yang mereka ciptakan. Sandra  melepas pelukan, menangkup wajah mungil Ramel yang terlihat pucat, wanita paruh baya itu menuntun putrinya untuk memasuki rumah kecil itu. 

“Tante maaf, aku gak ngabarin tante soal Ramel.” Suara Nui berhasil memecah suasana sunyi kala itu. Sandra diam enggan membalas, ia masih menunggu jawaban dari Ramel akan kejadian yang menimpa dirinya. Tepat di ruang tamu Sandra menatap Ramel yang betah duduk di kursi kayu itu, sementara Nui betah berdiri di samping Ramel. Sandra membuang napas berat, putrinya itu masih betah diam, manik teduh Ramel berhasil menangkap raut lelah wajah Sandra. Jemarinya terjulur pelan menarik pucuk jemari Sandra. 

“Jangan khawatirnya aku ma, maaf aku yang udah nyuruh Nui buat gak ngasih tahu keadaan aku, aku gak mau mama makin khawatir sama aku.” Ramel berucap pelan berusaha menyakinkan Sandra yang betah menatap datar wajahnya. 

“Siapa yang lakuin ini ke kamu Mel?” tanya Sandra datar. Ramel membuang napas berat, menunduk menatap ujung sepatu. 

“Ramel gak tahu ma, tiba tiba aja ada orang yang ngirim pesan nyuruh Ramel buat dateng ke gudang sekolah, di sana ada orang dia makek topeng, Ramel gak kenal dia ma, Ramel gak tahu kenapa dia ngelakuin ini ke Ramel,” Bohong Ramel. Entah kenapa bibirnya kelu mengatakan sebenarnya. Ia menggigit bibir bawah berusaha membendung air mata yang mulai terlihat di pelupuk mata. Ramel betah menunduk. Jemarinya sontak meremas rok limit saat Sandra menepuk pelan pundaknya.

Maaf Ramel bohongin mama
Ramel membatin, masih betah menunduk.

“Ramel mama cuma takut kamu kenapa napa, mama gak mau ada orang yang mau celakain kamu.” Sandra berucap datar, gadis itu menarik napas panjang, jemarinya tergerak menghapus samar bekas air  mata. Ia mendongak menatap Sandra sudut bibirnya mengukir senyum simpul. 

“Mama tinggal sebentar,” balasnya pelan. Ramel mengangguk mengiakan. 

“Nui makasih sudah menjaga Ramel,” sambung Sandra pelan, Nui tersenyum kaku mendengar ucapan Sandra. Wanita paruh baya itu berlenggang pergi meninggalkan mereka. 

“Mel, gue mau elo ba—“ 

Ucapan Nui terpotong saat Riko meneriaki nama Ramel, pria itu berlari mendekati Ramel yang betah duduk. Kedua jemarinya memeluk erat tubuh Ramel, sementara Nui betah diam melihat kedekatan mereka. Riko beralih menangkup wajah mungil Ramel, meneliti setiap luka yang tercetak jelas di raut wajahnya.

Melteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang