Jika bertemu harus berakhir dengan pertengkaran, maka akan ku buat pembatas abstrak diantara kita.
Geby tersenyum manis mendengarnya. Nui berhasil melempar tatapan tajam, membuat Geby melepas perlahan lingkaran tangannya. Langkahnya cepat menuju loker. Jemari Nui menarik kasar pintu loker itu. Alis tebal itu bertaut melihat sekotak kado. Sedikit ragu ia menjulurkan jemari menarik kado itu. Sudut bibirnya berhasil tersenyum mengetahui pengirim kado.
Mel, lo kenapa gak larang gue buat dateng sama Geby,
Nui membatin memperhatikan kado itu.Jemari Nui merogoh perlahan saku celana mengambil dompet kulit yang berhasil tersimpan di sana. Ia tersenyum menarik selembar kertas yang selalu saja ia simpan. Langkahnya pelan menuju loker 28. Jemarinya perlahan menarik pintu loker itu. Meletakan perlahan benda persegi itu. ia tersenyum kecil kembali menutup loker itu.
***
Ramel menepikan motor, membuang napas kasar berusaha menghilangkan ingatannya dari Nui, langkahnya pelan memasuki rumah. Sandra yang menjalankan mesin jahit berhasil mengalihkan pandangannya. Ia berhasil mendengus melihat Ramel memasuki kamar tanpa meninggalkan salam untuk dirinya. Menit berikutnya Ramel menyempatkan makan siang, tanpa ada obrolan ringan yang mereka lalukan.
"Ma, Ramel jalan dulu ya ada tugas," ucap Ramel berhasil membuat Sandra menautkan alis. Ramel tersenyum simpul berjalan pelan menuju ambang pintu. Sandra melihat itu hanya diam, ia kembali menjalankan mesin jahit.
Ramel memacu motor menuju Renka Class. Tak butuh waktu lama untuk menuju tempat itu. Ia menepikan motor melangkah pelan memasuki gedung itu.
Sambutan hangat mampu melukis senyum simpul di sudut bibirnya."Kak saya mau ngambail brosur Renka Class ya," ucapnya lembut. Wanita itu tersenyum simpul.
"Berapa lembar yang mau kamu ambil?"
"Seratus lembar," balas Ramel cepat. Ia membuang napas kasar, hatinya menjanggal mengambil sebanyak itu. Ramel tersenyum tipis menerima brosur itu.
"Terimakasih," balasnya.
Ramel menyusuri jalanan. Kaki panjang itu tersa pegal, menempuh jarak yang lumayan jauh. Sesekali ia menyemangati dirinya saat rasa gusar menghampiri. Semburat senyum berhasil tercetak di sudut bibir. Ramel melangkah pelan mendekati segerombol siswi SMP yang menikmati makanan mereka di sebuah restaurant out door. Kemeja lengan pendek dengan lok limit berbawna merah berhasil membungkus tubuhnya. Lembaran kertas berhasil ia bekap. Matanya menatap dalam seakan sebuah harap ia simpan dalam tumpukan kertas itu.
"Halo, maaf menggangngu," ucap Ramel lembut. Mereka hanya tersenyum hangat membalas ucapan Ramel. Saya mau memperomosikan Renka Class belajar cepat dengan garansi yang telah di tentukan, mungkin adik adik sekalian berminat untuk bergabung dalam Renka Class, ini brosurnya bisa di lihat lebih dulu siapa tahu ada yang berminat," sambung Ramel dengan semangat menggebu. Beberapa diantara mereka ada yang terlihat tertarik namuan sebagian seakan menganggap sebagai angin lewat. Menyebalkan memang.
"Memangnya Ranka Class ini menjamin nilai kita bagus?"
"Tentu saja, bahkan kalian akan di ajarkan cara disiplin waktu untuk belajar, kalian bisa memilih sendiri guru mengajar, di sini bebas, namun menuntun murid untuk berperstasi," ucap Ramel cepat. Berbicara secepat kereta memiliki keuntungan juga, ia seperti seles obat yang sering datang kerumahnya tempo hari.
"Kalau kalian ngambil kelas bahasa Jepang untung satu minggu pertama itu gratis, nah kalau cocok minggu kedua baru bayar gitu."
"Boleh juga sih," celetuk salah seorang gadis dengan rambut yang dikuncir kuda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Melteen
Teen FictionHidup itu seperti rubik, penuh perjuangan untuk mencapai hasil akhir. *** Ramel Arindira gadis cerewet dengan segala keunikannya berhasil membuat Nui Pranata jatuh hati dengan dirinya. Mereka terlalu biasa namun hubungan yang mereka rajut membuat m...