3. Tawaran

63 24 70
                                    

Terkadang kata maaf tak didapatkan untuk kesalahan yang sama.

***

Ramel tersenyum melihat Nui yang mengeluarkan kalimba pemberian dari dirinya. Jemari tebal Nui terjulur menari perlahan, alunan Nada mengalun dengan pelan menusuk indera pendengaran Ramel. Garis itu menarik sudut bibir memperlihatkan senyum simpul.

"Mel sampai kapanpun Nui bakal berusaha buat Mel senyum," ucap Nui pelan menatap sendu manik mata garis itu.

"Jangan kecewain Mel ya," tutur Ramel membuat Nui mengangguk mengerti.

Sesaat suasana menjadi kaku, Nui membenci keadaan ini, seakan Ramel betah mengatup mulut untuk tepat terdiam. Nui tersenyum tipis, sangat tipis, seakan sulit sekali membedakan dirinya tengah tersenyum atau tidak.

"Mel," panggilnya.

"Muka Mel jelek, kalau nangis," celetuk Nui membuat Ramel menatap kesal.

Ia mendengus malas, melucuti Nui dengan tatapan jengkel. Bibir mungil itu, mengerucut seakan ia mengatakan jika dirinya sangat kesal.

"Kalau mau punya pacar cantik sana cari yang lain, ngapain Nui masih pacaran ama Mel?" celetuk Ramel asal, dengan ucapannya yang terbilang cepat.

Ia menyibukan diri mengambil buku dan kertas origami yang tersusun rapi di loker.

"Sana pergi cari cewek yang lebih cantik, yang gak suka marah marah, sana ngapain Nui masih disini?" sambung Ramel kesal.

Nui yang mendengarnya mengulum senyum, entah kenapa menjaili Ramel mambuat hatinya senang. Ramel berhasil menautkan alis Nui malah tertawa renyah mendengar umpatan Ramel.

"Mel lagi marah ngapain Nui ketawa?" tanya Ramel kesal membuat Nui mengulum senyum lagi.

"Mel barusan marah?" tanya Nui polos.

"Nui ngeselin tau, mending putus aja deh,"

"Apa putus?" tanya Nui geli mengucapkan kata itu.

Ramel yang menatapnya mengangguk cepat. Entah kenapa ia sangat yakin jika Nui akan meminta maaf dan mengeluh untuk tetap bersama dirinya. Sudut bibirnya tertarik memperlihatkan senyum tipis. Nui yang hanya diam menatap Ramel semakin membuat dirinya bingung.

Nui melukis senyum simpulnya. "Oh ok, mulai sekarang kita putus," ucap Nui santai membuat Ramel berhasil menganga kecil.

Nui berbalik, melangkahkan kaki meninggalkan Ramel yang masih betah mematung. Di sisi lain, Ramel diam seribu kata, apa semudah itu Nui menuruti permintaannya, pikir Ramel. Ia menggigit bibir bawah entah kenapa dadanya terasa sesak melihat Nui dengan mudah meninggalkan dirinya.

Nui bercanda kan?

"Nui," panggil Ramel.

Nui mendengar menghentikan langkah namun tak berbalik menatap Ramel. Ia tersenyum simpul mendengar nada bicara Ramel yang terdengar gemetar.

"Apa," balasnya singkat.

Ramel yang mendengar ucapan Nui melangkahkan kaki mendekati Nui.

"Kita beneran putus?" tanya Ramel pelan, menatap punggung Nui lekat.

"Iya Mel, bukannya itu yang Mel mau?" balasnya cepat, membuat Ramel menggigit bibir bawah yang mulai bergetar.

"Tapi.." Ramel menggantung ucapan.

Nui yang mendengarnya membalikkan badan.

Senang sekali rasanya melihat Ramel tertunduk dengan perasaan yang kacau. Ia tertawa renyah memperhatikan wajah Ramel
yang tampak sedih. Ramel berhasil menautkan alis mendengar tawa Nui yang berhasil menusuk gendang telinga.

Melteen Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang