FIVE

52 17 5
                                    

Jihan tengah berjalan sendirian. Ia baru saja pulang dari masjid tempatnya biasa mengaji.

Bandung memang tempat yang cukup asing baginya. Apalagi setelah ia bertemu dengan seseorang yang bernama Ali. Yang selalu saja melontarkan berbagai pertanyaan pertanyaan yang ingin membuat batinnya tertawa.

Kala itu jalan cukup becek karena hujan tadi. Jihan harus menjinjing sedikit roknya agar tidak kotor. Jalanan Kota Bandung saat itu belum seramai sekarang. Hanya ada beberapa mobil dan motor pribadi yang lewat. Sisanya angkutan dan bis umum saja. Tidak seramai sekarang.

Saat melewati jembatan, Jihan benar benar terkejut. Ia melihat seseorang yang hendak lompat ke bawah. Untungnya ia berhasil mencegahnya.

"Asstaghfirulohaladzim! Jangan!!!!!!" Teriak Jihan panik. Orang itu menghentikan aksinya. "Siapa lo? Tau apa lo tentang hidup gue!" Ujar orang itu sembari tersenyum maris. Tatapannya kosong sepertinya ia habis mabok. "Gue gak perlu hidup lagi. Percuma! Bokap gue udah mati dan nyokap gue? Hahahaha dia selingkuh hahahahahahaaha lucu banget kan hidup gue! Ketawa donk ketawa!" Ucap orang yang memang tidak sadar itu.

Jihan terus beristighfar dalam hati. "Ya ampun jangan sampai begitu juga! Itu namanya melawan takdir! Istighfar Istighfar! Hidup memang akan selalu datang ujian jadi nggak perlu lakuin hal kelewat batas begini!" Ucap Jihan lagi.

Laki laki itu masih tersenyum miris mendengarnya. Tatapannya benar benar kosong. Tangannya kembali memegang pegangan jembatan itu dan berusaha memanjatnya. Jihan berteriak histeris.

"Jangan!!!! Istighfar Ya Allah Istighfar!!!" Seru Jihan berulang kali. Ia berusaha mendekati jembatan itu namun laki laki itu malah melotot meski matanya tetap kosong

"Lo jangan coba coba maju sedikit pun! Kalo lo selangkah aja maju gue bakalan lompat sekarang juga!" Ucap laki laki itu dengan senyum datarnya.

Jihan kaku. Tak berkutik. Ia bingung harus apa. Ingin sekali teriak meminta bantuan orang lain, tetapi kala itu jalanan cukuo sepi. Ia juga ingin mencegahnya, tapi mendengar omongan laki laki itu ia mengurungkan niatnya. Jihan hanya bisa pasrah sambil berkomat kamit dalam hatinya.

Bruk!

Laki laki itu terjerembab ke dalam jembatan itu. Untung saja badannya condong ke arah jembatan bagian dalam bukan bagian luarnya. Kalau tidak, mungkin habislah riwayatnya.

Jihan benar benar bersyukur ketika melihat lelaki itu pingsan. Itu akan mencegahnya kembali melakukan hal hal yang menyimpang lagi. Dengan cekatan, ia berlari ke arah telepon umum dekat sana dan menelepon Abi. Karena hanya Abi yang bisa dimintai tolong olehnya dan satu satunya nomor yang ia hafal.

Jihan : "Assalamu'alaikum Abi! Ini Jihan abi. Abi bisa kesini sekarang nggak abi?"
Abi : "wa'alaikum salam.... ada apa Jihan? Jihan sekarang dimana?"
Jihan : " Di jalan Ambon Abi. Ceritanya panjang. Nanti Jihan jelasin di rumah. Sekarang Abi tolong kesini."
Abi : " Iya Jihan. Abi akan kesana ya ... sabar....!"

Jihan kembali berlari ke arah jembatan tadi. Disana laki laki itu masih tergeletak tak berdaya. Mungkin karena jumlah alkohol yang ia konsumsi berlebihan tadi. Sehingga ia tak bisa menjalankan akal sehatnya.

Tidak lama setelahnya, Abi datang. Jihan menjelaskan peristiwa tadi pada Abi. Akhirnya, mereka setuju untuk membawa laki laki itu ke rumah.

"Marcell ibu pulang !" Seru Ranti ( ibu marcell ) dengan ceria. Sayangnya ia sama sekali tidak mendapati anak tunggalnya di dalam. Kantong plastik berisikan martabak telur faforit Marcell digeletakannya asal.

Ranti menaiki tangga menuju kamar Marcell. Ia sangat terkejut ketika Marcell sama sekali tidak ada disana. Terlebih jam sudah menunjukan pukul 7 malam. Walaupun itu memang hal yang biasa baginya, namun sepucuk surat yang Marcell letakan di atas kasurlah yang membuatnya semakin cemas.

Surat itu berisi

Untuk Ibu....
Marcell gak akan pulang sebelum ibu nggak selingkuh lagi dan kembali seperti dulu. Meskipun ayah udah nggak ada.
Sampai kapan pun Marcell bener bener nggak akan pulang kecuali ibu berubah. Walaupun Marcell mati sekalipun.

                                          Marcell.B

Ia menangis ketika melihat isi surat itu dan dengan cepat berlari keluar rumah lalu mengendarai mobilnya yang kemudian mencari Marcell.

"Heh bocah ada kabar ter hot nih!" Seru Bagas sambil mematikan posel genggamnya. Ponsel genggam seperti itu masih langka pada masa itu. Hanya beberapa orang yang memang berduit saja yang memang bisa memilikinya kala itu. Meskipun hanya bisa untuk menelepon, tapi itu termasuk telepon terkeren pada masanya.

Ali mengangkat dahu malas menandakan Apa? Bagas berseru dengan semangat dan dramatis.

"Dikabarkan bahwa seorang Marcell Bryandigatama menghilang paska sepeninggal ayahandanya!" Seru Bagas. Arga membelalakan matanya. "Ilang kemana? Aneh aneh aja tu bocah!" Tembal Arga. Septa menatapnya malas. "Kalo tau ilang nya kemana ya namanya bukan ilang oncom!" Tambah Septa datar.

Ali hanya melangkah malas. "Cabut aja yu bukan urusan kita juga!" Ucapnya yang kemudian kembali melangkah menuju motor kesayangannya. Septa, Arga dan Bagas menatapnya kebingungan.  "Kemana?" Tanya mereka bertiga serempak. "Latihan ngeband." Jawab Ali mantab. Ke 3 temannya hanya menatapnya malas. "Males ah Li. Jalan jalan aja yuuu!" Keluh Bagas. Disertai anggukan yang lainnya. "Iya Li. Cape nih latihan mulu perasaan dari kemaren." Tambah Septa. Ali tidak menghiraukan keluhan temannya. Ia hanya menaiki motornya dan melaju menuju tempat latihan. Yang lain hanya mengikutinya ke tempat latihan. Menunggangu motornya juga.

"Assalamu'alaikum Abi Umi. Jihan berangkat!"  Ucap Jihan yang tak lupa menyalami punggung telapak tangan kedua orang tuanya itu.

Di sekolah Jihan masih bingung dengan kejadian semalam. Lelaki yang ditemuinya tadi malam masih tidak sadarkan diri sampai sekarang. Umi sudah berusaha merawatnya dan Abi juga sudah berusaha mencari informasi. Tapi hasilnya masih nihil. Kemungkinan Jihan bisa menemukan informasi di sekolahnya nanti.

Di gerbang terlihat sekitar 4 orang yang tengah berdiri santai sembari mengobrol sambil tertawa tawa. Dari jauh bisa disimpulkan bahwa mereka adalah Ali, Arga, Bagas dan Septa.

"Assalamu'alaikum Jihan." Ucap Ali mencoba tersenyum sambil menyipitkan matanya membuat teman temannya ingin muntah saat itu juga.

"Wa'alaikum salam Ka Ali." Jawab Jihan dengan senyum manisnya yang kemudian menunduk seperti biasanya. Arga memperhatikan Jihan yang memang berbeda dari yang lain. Melihat itu, Ali menjitaknya keras. "Eh lo mau nikung gue!" Ujar Ali kesal. Arga hanya menatapnya malas. "Gr banget sih lo!" Jawab Arga yang kemudian pergi dari sana.

"Saya duluan ka....."  Ucap Jihan kemudian pergi menuju kelasnya. "Eh ko cepet cepet?  Mau dianterin?" Tanya Ali. Jihan hanya menggeleng sambil tersenyum malu yang kemudian berjalan ke kelasnya.

"Jihaaaaaaan eh lo tau gak? Ka Marcell musuh bubuyutannya Ka Ali ngilang loooh! Hadeuh padahal gue juga ngefans sama dia meskipun yaaa dia ini sering banget berantem sama my bebep Ali."  Ucao Sarah panjang lebar ketika Jihan menapakan kakinya ke dalam kelas.

"Eh lo mah semua aja digebet. Sekalian tuhh Mang Ade Mang Heri ama mang Dadang gebet sana!" Ledek Rini sambil menatap ponselnya. Sarah memajukan mulutnya karena kesal.

Jihan sempat terkejut karena mendengar berita yang dikabarkan Sarah tadi.

"Kamu tau darimana?" Tanya Jihan bingung.  Sarah menepuk dahinya. "Ya kan tadi malem mamahnya Ka Marcell nelepon ke Ka Bagas dan nyuruh nyebarin. Lo tau kan Ka Bagas? Temennya Ka Ali. Dia tuu jago main gitar  ganteng lagi! Sahabatnya Ka Ali tapi masih sodaraan sama Ka Marcell! "  Jelas Sarah. Jihan  mengagguk namun masih ingin bertanya lagi. Sayangnya, Rini malah mengalihkan topik membahas hal lain.



Welcome back!!!

Maafin ya gaez ceritanya agak monotom tapi tenangggg baru awal awal gitu

Oh ya cerita intinya belum dimulai yah....
Inikan masih awal awal gituu

Jadi ya sabar aja kalo emang kurang rame.

😆😆😆😉😉

Badboy's Diary (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang