Twenty Seven

39 14 2
                                    

Is the love shot
Naaaaaananananananaananana.

Happy Reading 😉😄


Diatas genteng, Ali mendengarnya. Ralat. Melihat semuanya dan mendengarnya. Ia tersenyum sinis seraya mengepalkan tangannya dan memaki maki nama Rena dalam hatinya.

Ada apa dengan Ali? Bukankah dulu, ia benar benar menyukai gadis itu? Tapi kenapa sekarang ia sama sekali tidak merasakan debaran jantungnya saat bersama Rena. Bahkan, berbicara dengannya pun malas.

Atau, ada apa dengan Rena? Bukankah dulu, ia selalu menolak perasaan Ali dengan alasan tidak ingin merusak persahabatan? Meskipun ia sendiri merusak persahabatan itu dengan cara mengungkapkan perasaanya pada Marcell? Tapi sekarang? Kenapa malah Rena mencoba mendekati Ali? Bahkan mencoba menghasut Jihan untuk menjauhi Ali. Bukan menghasut. Tepatnya, memaksa.

Pertanyaan yang paling pentingnya.

Kenapa Ali menjadi benci dengan ini semua? Bukankah ia selalu memikirkan Rena? Atau dulu Ali hanya menyukainya? Obsesi? Sayang? Bukan seperti perasaannya pada Jihan sekarang. Dengan Rena, Ali memang menjadi diri sendiri. Tapi dengan Jihan, Ali justru mencoba merubah dirinya menjadi lebih baik. Tapi, bukankah cinta itu kebebasan? Dan bukan kekangan? Jihan tidak mengekang. Hanya saja Ali yang ingin merubah dirinya agar nampak serasi dengan seorang Jihan. Itu saja.

Ali tetap diam. Mencoba kembali mendengarkan percakapan busuk itu. Namun, keduanya menyudahi ketika berakhir dengan Rena yang memeluk Jihan. Sekarang, saatnya Ali menyusun stategi.

Setelah cukup lama dua orang itu pergi, Ali turun. Menacari kebaradaan Jihan. Dan mencoba bersikap seolah ia tidak tahu.

"Ka Jihan Ka Jihan, liat deh uletnya ko ada bungkusnya?" Tanya Cilla. Anak pesantren Nurrul Iman.

Jihan mendekat mencoba mengamati apa yang dimaksud oleh Cilla.

"Itu bukan bungku, namanya kepompong. Uletnya lagi metamorfosis, nanti kalo udah beberapa hari bakal jadi kupu kupu." Ucap Jihan. Cilla mengangguk mengerti.

"Jihan! Anterin gue yuu!" Teriak Ali sambil berjalan mendekat ke arah Jihan. Jihan langsung melangkahkan kakinya mencoba menjauh.

"Maaf Ka Ali! Saya mau ke dapur  dulu!" Seru Jihan. Sayangnya, Ali sudah tau kalau Jihan sedang menghindarinya. Ali mengejarnya.

"Yah elah sebentar doang Han! Yuuuu!" Ucap Ali mencegat Jihan dengan merantangkan tangannya.

Jihan memutar balik arah dan kembali berjalan.

"Han, anterin gue!" Mohon Ali sambil menarik tangan Jihan entah kemana. Jihan mencoba melepaskan genggamanya namun, genggaman Ali terlalu kuat. Ia tidak sengaja melewati Rena. Bukan ia. Tapi mereka. Dalam keadaan seperti itu.

Rena menatap Jihan dengan mata berbinar. Seolah ia memohon kepada Jihan untuk melepaskan genggaman itu, namun Ali tidak bisa dilawan.

"Ka Ali, saya mau ke dapur sebentar doang. Sama Rena aja ya?" Ucap Jihan.

"Nggak gue maunya sama lo bukan sama dia!" Jawab Ali masih berjalan.

"Emm Ali! Maaf Jihan disuruh belajar masak sama Abi. Jadi lo nurut yah. Mau kemana emangnya? Gue kan orang sini. Jadi tau banyak tempat mau gue tem...."

"Gausah. Jihan udah pinter masak dari dulu. Gue mau ajak Jihan, bukan mau minta tunjukin jalan." Ali memotong perkataan Rena dan bergegas mambawa Jihan ke tempat entah apa itu. Sementara Rena hanya menatap keduanya dengan seribu umpatan di dalam hatinya. Menagapa Ali menjauhinya? Bukankah dulu ia menyukainya? Tunggu dulu! Itukan dulu!

"Ka Aliiiiiii, mau kemana sih?" Tanya Jihan masih berusaha melepas genggaman tangan itu. "Ke suatu tempat yang bikin gue inget sama seseorang. Ayo!" Ali mempercepat langkahnya menuju tempat yang cukup indah.

Disana ada seperti hutan yang ditumbuhi banyak pohon pohon tinggi, dan di salah satunya ada pohon yang memiliki ukiran kecil dan terdapat ayunan yang sudah rapuh.

Ali tersenyum. "Disini, pertama kali gue ketemu sama dia Han!" Ucap Ali. Jihan mengerutkan keningnya.

"Ka Ali pernah kesini?" Tanya Jihan.

"Lo nggak liat apa nama gue? Muhammad Ali Lubis! Gue orang Medan Jihan!" Terang Ali memegangi ayunan rapuh itu.

"Gue ketemu sama dia untuk pertama kalinya disini. Terus kita jadi sering main tanpa tau nama masing masing. Gue selalu tanya namanya dan dia nggak pernah jujur. Sampe suatu hari gue ketemu sama dia di bandung pas SMP. Namanya Rena." Ucap Ali sedikit menatap lurus namun nampak tidak berarti.

"Ka Aliiii, setau saya Rena udah di Bandung sejak lama. Sejak saya sakit. Emangnya Ka Ali beneran pernah main kesini?" Tanya Jihan menerawang mata Ali.

"Gue sering banget main kesini dulu. Main ayunan. Gue sering ngayunin Rena. Gue suka penasaran sama hidupnya. Taunya ketemu sama dia di Bandung tapi dianya nggak inget apa apa." Ucap Ali.

"Ka Ali liat deh ukiran itu! Itu Ka Ali yang buat?" Tanya Jihan menunjuk suatu ukiran di batang pohon yang bertulislan inisial MAL.K.

Ali mengangguk. "Awalnya gue kira, namanya dari k. Taunya Rena. Mungkin nama belakangnya kali yah?" Ali menebak nebak.

"Ka Ali, Jadi Ka Ali itu Alif?" Seru Jihan. Ali terkejut. Bukankah Jihan sudah mengetahui namanya itu?

Ali menangguk heran.

"Ka Aliiiii yang dulu sering main disini itu aku! Bukan Rena! Kaka inget kan kalo sebenarnya itu aku sama Rena dipisahin!" Seru Jihan. Ali nampak berpikir sebentar. Ia tidak pernah melihat Jihan seceria ini.

"Hah? Maksud lo, jadi selama ini Rena bohong sama gue?" Tanya Ali. Jihan terdiam. Ia tidak bisa berkata begitu. Ia sudah bilang akan menjauhi Ali. Tapi hatinya malah senang saat tau teman masa lalunya adalah Ali.

"Yaaaaa nggak gitu. Tapi aku serius. Bukannya setelah Ka Ali pergi, Ka Ali nggak pernah balik lagi kesini?" Tanya Jihan memastikan. Raut wajah Ali  berubah seketika.

"Jadi lo temen kecil gue sebenarnya?" Sorak Ali gembira. Jihan mengangguk senang. Ia tidak menyangka kalau ternyata Ali adalah teman kecilnya.

Dalam hatinya, Ali sangat senang bisa bertemu dengan teman kecil sebenarnya kembali. Namun, ada secarik luka di hatinya ketika mengetahui Rena yang sebenarnya. Gadis itu memang pantas dijauhi. Batin Ali tersenyum senang menatap Jihan.

💖💕

"Iyah. Gue boong sama dia! Kenapa? Lo nggak suka? Bukannya lo udah dapetin segala perhatian orang tua ya? Sementara gue? Cuman tinggal sama nenek. Gue juga pengen bahagia! Gue suka sama Ali Han! Tolong kali ini lo nggak boleh rebut kebahagiaan gue lagi!" Teriak Rena menatap Jihan cukup tajam. Ini, pertama kalinya ia mendapati saudara kembarnya benar benar marah seperti itu.

Jihan tidak bermaksud mengambil semuanya. Ia mendapatkan perhatian lebih dari orang tuanya karena ia sakit. Sakit parah. Ia tidak mengambil ataupun merebut Ali dari Rena. Karena sebenarnya Ali mengenal Jihan sebelum Rena. Jihan tidak salah. Rena juga bukan berarti salah. Lalu siapa yang harus disalahkan?











👇


See you next part! 😊

Badboy's Diary (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang