Thirty Seven

30 13 1
                                    

Kenyataanya memang harus gini. Siapyah? Siapkan? Pasti siap.

Oke

1

2

3















"Hanya ada satu nyawa yang bisa diselamatkan."

"Rena kehilangan banyak darah merah, sementara golongan darahnya sama dengan Jihan. Lagipula anda pun bisa mendonorkannya. Namun, ia akan menjadi anak yang sangat lemah dan kehilangan tangan kanannya. Itu sangat beresiko dan mungkin akan menyebabkan gangguan psikolog."

"Sementara Jihan menderita leukimia dan penyakit jantung. Darah putih di tubuh Jihan terus menggerogiti darah merahnya sehingga ia tidak mungkin mendonorkan darahnya. Namun, jantung Rena sangat bagus untuk Jihan. Dan kalau itu didoniorkan, maka kita semua akan kehilangan Rena dan Jihan akan sembuh namun masih dengan leukimianya."

Bagitu terang dokter. Abi dan Umi sangat pusing mendengarnya. Apakah mereka benar benar harus mengirbankan salah satu anaknya? Tidak tidak! Itu tidak akan terjadi. Namun mereka juga tidak bisa membirakan anak anaknya menderita seperti itu. Mereka justru bisa kehilangan kedua anaknya.

"Gimana, kalo abi donorin darah buat Rena aja? Dan buat Jihan kita bisa cari jantung di rumah sakit lain?" Tanya Abi.

Umi menggeleng.

"Jantung di sekitaran Medan sudah habis dan sisanya sudah diboking abi. Kalaupun kita mencari ke luar kota, itu akan telat. Jihan butuh secepatnya!" Isak umi.

"Lagian, kalau Rena sembuh, dia juga akan menderita kaya Jihan." Tambahnya sambil mengusap air matanya.

"Rena mau ko donorin jantung Rena buat Jihan." Ucap Rena pelan.

Umi langsung memeluknya.

"Rena sayang. Kamu istirahat aja yaaaah nak. Umi sama abi akan pikirin ini. Udah udah ya..." ucap Umi. Namun Rena menahannya. Memeluk erat Umi.

"Tolong Umi. Kali ini Rena ingin banget bisa bahagia dengan ngeliat Jihan bahagia. Lagipula Rena nggak akan sanggup hidup sama tangan kanan." Ucap Rena menatap tangan kanan yang di gifs itu. Kata dokter, itu harus diamputasi. Namun, Rena masih menolaknya.

"Nanti umi beliin tangan palsu yah.... biar kaya robot." Hibur Umu namun Rena menggeleng dan tetap pada pendiriannya.

"Tolong Rena. Kali ini aja mii dengerin dan kabulin keinginan Rena." Ucap Rena masih memohon. Umi menatap Abi sendu.

"Kamu yakin sama keputusan kamu?" Tanya Abi.

Rena mengangguk mantap.

"Meskipun kamu akan kehilangan nyawa kamu sendiri?" Abi masih meyakinkan.

"Rena yakin Abi. Rena akan bahagia disana kalau Rena liat Jihan,Abi, dan Umi bahagia." Ucap Rena mantap.

"Kamu anak yang baik." Ucap Abi lembut sambil memeluk Rena dengan amat sangat erat.

💖💕

Suasana di ruangan itu benar benar sedih. Saat ini, teman teman Rena semuanya berkumpul untuk menghabiskan waktu bersama terkhir kalinya.

Sebelum Rena diopersi, diambil jantungnya dan dipindahkan pada raga Jihan.

Terlalu berat bagi seorang Ali dan Marcell. Namun, ini memang takdir dan mereka harus menerimanya.

"Semoga lo bahagia disana." Ucap Ali memeluk Rena erat.

"Lo juga. Harus jagain Jihan. Awas kalo dia luka, gue hantuin!" Jawab Rena.

"Awasin gue terus dari sana." Bisik Marcell di telinga Rena saat mereka berpelukan.

"Yang asal lo harus bahagia dulu." Ucap Rena meneteskan air matanya. Marcell mengelapnya lembut.

"Gue bakal sedih banget Ren. Gue nggak bisa tunjukin siapa orang yang gue cinta deh." Ucap Marcell lebay.

"Alah gue kan bisa liat." Ucap Rena.

"Orangnya lo Ren. Lo." Bisik Marcell. Rena terisak deras. Sambil sesenggukan. Marcell masih memeluknya. "Tapi gue bakal tunjukin orang yang bikin gue berhasil ngelepas lo." Bisik Marcell lagi.

"Rini namanya." Ucap Marcell di terakhir kalimatnya. Rena menatap Rini intens. Ia tersenyum melihat seperti apa orang itu dan nyatanya tidak jauh dengannya. Sewot.

"Mohon maaf operasi akan dijalankan sebentar lagi." Ucap sang dokter.

"Bye Ren. Semoga lo selalu tenang dan bahagia yaaa!" Ucap Ali. Rena mengangguk pelan.

Marcell melepaskan genggamannya dengan Rena dengan lembut dan memundurkan badannya mencoba berbalik namun susah dan yang bisa ia lakukan adalah kembali memeluk Rena dengan erat.

*anggep aja tu adegannya slowmotion yah!

"Gue bakal kangen lo Ren." Ucap Marcell lalu berlari keluar ruangan bahkan keluar rumah sakit. Mencari tempat renungan untuk berteriak sekencangnya.

"Semoga semua ini adalah yang terbaik." Ucap Ali dalam doanya. Sambil memeluk diary coklatnya dan melangkah menuju rumah sang penciptanya untuk melaksanakan ibadah.


💖💕

"Haaaay Jihan gimana masih pusing nggak?" Seru Ali menyimpan bunga di meja kamar Jihan.

Ya. Beginilah Jihan yang sekarang. Semenjak kejadian beberapa bulan yang lalu dan Jihan diperbolehkan pulang meskipun masih banyak aturan dokter.

"Engga dong." Jawab Jihan bangkit dari tidurnya.

"Jadi liat sunset?" Tanya Ali. Jihan mengangguk mantap.

Ali melepas jaketnya dan memakaikannya kepada Jihan mengigarkan payung dan menggendong Jihan ke arah balkon kamarnya.

Begitulah kondisi Jihan. Lumpuh, tidak boleh terkena udara kotor secara langsung, tidak boleh berlama lama terkena sinar matahari namun boleh terkena air.

Bersama Ali, Jihan mampu menyemangati dirinya sendiri untuk hidup.

Bersama Ali, Jihan mampu sembuh. Dan menjalani hidupnya seperti orang normal. Bahkan lebih bahagia.

Bersama Ali, yang menjaganya di setiap saat, Jihan sangat bahagia. Ulangi

AMAT SANGAT BAHAGIA.

Sampai mereka menikah dan menikmati masa pacaran dan hamil dan memiliki anak perempuan cantik yang diberi nama



Asyifa Renata Lubis.








Tamat.







Eh belum!








Kan belum epilog.





Ditunggu yah bentar lagi koo






Badboy's Diary (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang