Seminggu setelah acara pertemuan keluarga, Anin kembali ke Bandung. Seminggu lagi mereka akan melangsungkan pertunangan sekaligus lamaran di Jakarta. Orangtua Kenan yang akan mempersiapkan semua acaranya. Sebenarnya Kanjeng Gusti Susuhan ingin acara di langsungkan di Keraton, mengingat kolega bisnis orangtua Kenan banyak di Jakarta maka mereka ambil jalan tengah untuk menyelenggarakannya di Jakarta. Apalagi Kenan putera satu-satunya. Dari semenjak pertemuan itu Anin dan Kenan sama sekali tidak pernah berkomunikasi. Jangankan Chat, nomor telepon Kenan saja Anin tidak tahu.
Baru saja Anin hendak ke dapur, ponselnya berdering. Ia tak banyak melakukan aktifitas hari ini, karena memang Anin masih libur kuliah. Ia lebih banyak bermalas-malasan di kamar kos ketimbang keluyuran keliling Bandung. Anin mengerutkan kening, melihat deretan nomor asing tertera di layar ponselnya.
"Assalamualaikum.." Ucap Anin membuka percakapan.
"Wa'alaikumsalam, ini saya, Kenan. Ning. Saya ada di depan kostan kamu."
Suara berat Kenan membuat Anin seketika beringsut tak karuan.
Kenan di depan kostan ? Ada angin apa ? Darimana Kenan tahu nomor ponsel dan alamat kost Anin ?
Tanpa pikir panjang gadis itu berlari keluar kamar, menuruni tangga dengan tergesah-gesah, bahkan ia mengabaikan sapaan Razel, teman satu kostnya.
Braaakk...
Pintu ruang tamu terbuka. Kenan sedang berdiri bersandar pada pintu mobilnya sambil mengobrol bersama Dian.
"Hngh.. M.. Mas.. Mas Kenan, udah lama ?" Tanya Anin dengan napas yang masih memburu. Ia menghapus keringat yang membasahi keningnya.
"Hei.. santai, Ning ! Kayak abis lari marathon aja. " Celetuk Dian, tersenyum jenaka.
Anin cuma meringis, sampai akhirnya dua bocah kecil turun dari dalam mobil. Berlari memeluk kakinya.
"Tante Ning !!" Seru mereka bersamaan.
"Mereka anak-anak gue. Kenzi dan Javier." Ujar Dian. "Bang Kenzi, Dedek Javi, salim dulu sama tante Ning."
Kedua bocah itu langsung rebutan untuk bersalaman dengan Anin, memancing senyum Anin untuk mengembang.
"Oh, iya. Masuk ke dalam dulu, Mbak, Mas." Ajak Anin sambil menggandeng dua bocah cilik itu, ia berjalan mendahului Kenan dan Dian.
"Kenzi dan Javi boleh makan es krim nggak ? Kebetulan tante Ning kemarin beli es krim." Tanya Anin saat mereka sudah berada di ruang tamu kostan Anin.
Kenzi dan Javi langsung menoleh ke arah ibunya. Meminta persetujuan dari wanita berambut pendek itu.
"Nggak boleh banyak-banyak ya." Ujar Dian pada kedua buah hatinya.
"Yeiiiyy.. !!" Seru mereka bersamaan.
Anin pamit ke dalam di ikuti dua bocah kecil itu.
"Diam aja, Ken. Gugup lo ?" Cibir Dian, menatap Kenan yang sedari tadi tak banyak bicara.
"Gue nggak bisa sesupel elo. Ada untungnya gue culik lo dari Jakarta." Jawab Kenan. Ia mengeluarkan ponselnya, memeriksa pesan yang masuk ke sana.
"Yang mau tunangan kalian. Kenapa jadi gue ikutan repot."
"Ck, cuma elo yang pengangguran dan bisa di recokin, Di." Celetuk Kenan tanpa menatap lawan bicaranya.
"Sialan lo." Dian meninju lengan Kenan.
"Eh, by the way, lo jadi nggak mau pakai WOnya Citra buat lamaran minggu depan ?" Tanya Dian.
"Emang dia bisa siapin dalam waktu seminggu ? Gue udah nggak bisa mikir apapun, Di."
KAMU SEDANG MEMBACA
FIL ROUGE
Lãng mạnAnindya Ningrum, gadis berjiwa bebas dan penuh mimpi, sama sekali tidak menduga bahwa kehidupannya telah di atur sedemikian rupa. Dengan siapa dia akan menikah ? bagaimana ia harus bersikap ? Anin tidak pernah tahu, bahwa sejak kecil sang kakek tela...