Kenan berlari menyusuri koridor rumah sakit. Langkahnya terhenti di depan pintu sebuah kamar. Dengan tangan gemetar ia meraih knop pintu dan membukanya secara perlahan.
Seorang dokter dan seorang perawat berdiri membelakanginya. Sibuk merawat kondisi pasien yang ada di hadapan mereka saat ini. Dengan langkah pelan, Kenan berjalan masuk. Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat tubuh lemah Taskia terbaring di sana. Wajahnya nampak pucat dan matanya terpejam.
"Bagaimana kondisi Taskia, dok?" Tanya Kenan usai dokter selesai memeriksa kondisi Taskia.
"Bapak suaminya?" Dokter itu balij bertanya.
Kenan menggeleng, "Ah, bukan. Saya ... saya teman pasien. Kebetulan suaminya sedang berada di luar kota."
Dokter tadi mengangguk, ia kembali membuka resume yang tadi ia tulis.
Begini ... untuk saat ini, kondisi Ibu Taskia sudah membaik. Tapi, tetap harus dalam perawatan selama beberapa hari ke depan. Saya harus pantau perkembangan penyakitnya lebih detail. Kalau rawat jalan rasanya kurang terkontrol. Kita tidak pernah tahu apa yang dilakukan bu Taskia di luar sana yang mungkin saja sewaktu-waktu bisa membuat kondisi kesehatannya kembali drop. Kita nggak bisa main-main dengan penyakitnya. " Jelas dokter itu. Kenan mengangguk. Setelah memberi penjelasan dan di rasa cukup di terima oleh Kenan, dokter tadi pamit.
Kenan menarik kursi yang ada di sebelah ranjang tempat Taskia berbaring. Duduk tertegun, menatap lekat wajah Taskia yang tampak lemah.
Sepuluh tahun yang lalu, siapa yang akan mengira pemilik wajah ceria dan penuh semangat pada saat itu akan mengalami hal seperti ini pada sepuluh tahun ke depan? Taskia pasti menderita dengan penyakitnya. Dan Kenan selalu menyalahkan wanita ini karena hilang begitu saja ia sama sekali tidak tahu apa-apa. Taskia menghilang bak ditelan bumi.
"Hei ... udah bangun?" sapa Kenan.
Taskia mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum menoleh ke arah Kenan.
" Maaf ya, Ken. Aku jadi ngerepotin kamu." Ujar Taskia dengan suaranya yang parau.
Kenan menarik bangku yang ia duduki untuk sedikit mendekat.
"Nggak ... nggak apa-apa." Kenan meraih tangan Taskia. "Sekarang apa yang kamu rasain?"
Taskia menggeleng, "Aku nggak yakin. Rasanya kayak sakit di perutku dan tenggorokanku perih." Jawab Taskia.
"Kamu mau minum?" tawar kenan.
Taskia mengangguk. Kenan segera menuangkan air mineral ke dalam gelas dan membantu Taskia untuk minum.
"Makasih ya, Ken."
Kenan mengangguk, ia kembali duduk. Menggenggam tangan Taskia erat. "Udah berapa lama kamu menderita penyakit ini ?"
Taskia menghela napas, matanya menerawang. Ia ingat betul, waktu itu tahun keduanya bekerja sebagai model di agensi impiannya. Sejujurnya Taskia memang pergi meninggalkan Kenan bukan karena ia sakit. Taskia bahkan baru tahu dirinya sakit, dua tahun yang lalu. Taskia pindah ke Amerika karena ia memutuskan menerima lamaran Ernest, laki-laki berkebangsaan Spanyol yang ia temui di pesta tahun baru yang diadakan sebuah kantor majalah fashion terkenal di Jakarta. Ya... Andai Kenan tahu, Taskia memang menghianatinya saat itu.
"Aku minta maaf sama kamu, Ken. Aku menghilang begitu aja. Harusnya waktu itu aku jujur sama kamu. Aku nggak bisa jadi perempuan yang kamu harapkan. Aku udah khianatin kamu."
Kenan terdiam, mengulik kisah lama sama saja membuat luka yang telah ia lupakan mau tak mau timbul lagi.
"Udah, kamu nggak perlu jelasin apa-apa. Itu semua udah jadi masa lalu. Kita udah punya kehidupan masing-masing." Ujar Kenan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIL ROUGE
RomanceAnindya Ningrum, gadis berjiwa bebas dan penuh mimpi, sama sekali tidak menduga bahwa kehidupannya telah di atur sedemikian rupa. Dengan siapa dia akan menikah ? bagaimana ia harus bersikap ? Anin tidak pernah tahu, bahwa sejak kecil sang kakek tela...