Awal Mula

874 136 15
                                    

"Sebentar ya, Mas. Saya panggilkan Anin dulu." Ujar Suta, lelaki asal Bali. Teman kost Anin.

Kenan duduk di kursi teras bersama Roland, menunggu Anin turun. Ia terlihat masih mengantuk. Karena ia baru tidur pukul setengah tiga dini hari. Dan terbangun pukul lima, untuk sholat subuh. Terlihat jelas lingkar hitam di bawah matanya.

"Land, elo yang nyetir ya. Gue ngantuk parah." Pesan Kenan.

"Ah, parah lo. Bilang aja lo mau bobok manja di pangkuan calon bini." Sahut Roland dengan aksen bahasa Inggris yang masih kental.

"Gila lo." Sahut Kenan, kesal.

Roland hanya tertawa melihat kekesalan di wajah Kenan.

Tak lama Anin muncul, sembari menarik koper kecilnya.

"Maaf ya, jadi nunggu lama." Ujarnya. Ia menatap bingung pada Roland.

"Pagi, kakak ipar. Kenalin, saya Roland. Teman sekaligus rekan bisnis calon suami kamu." Sapa Roland ceria, mengulurkan tangannya sambil memperkenalkan diri.

Anin tersenyum, sambil mengangguk. Ia balas menjabat tangan Roland. Baru Anin hendak mengenalkan diri, Roland langsung menyelak.

"Anindya Ningrum, right? Kenan fiance." Lanjut Roland, ia membungkuk sambil menyilangkan kaki. Perkenalan ala bangsawan eropa.

Tak pelak tingkah Roland membuat Anin tersenyum.

"Udah deh, Land. Nggak usah kebanyakan ritual. Keburu macet." Sela Kenan sedikit jutek.

Ia meraih tumpukan diktat Anin yang kemarin tertinggal di mobilnya.

"Ini diktat kuliah kamu. Ketinggalan di mobil. Saya takut kamu nyariin."

Anin menerima sambil mengangguk.

"Mana koper kamu, biar saya masukin ke bagasi, sambil kamu simpan diktat kamu di kamar."

Kenan menarik koper Anin, menuruni tangga teras dan berjalan menuju mobilnya.

"He does look cool. But, he's a nice guy. Trust me." Bisik Roland dengan mimik wajahnya yang lucu.

"Ya, i know." Jawab Anin, lalu masuk kedalam.

Setelah berpamitan pada Bu Narsih, yang penjaga kostan Puri Candra. Anin segera menyusul Kenan dan Roland yang sudah masuk ke dalam mobil lebih dulu.

Bandung di pagi hari, sudah jarang terdengar kicau burung gereja yang sekedar terbang hilir mudik. Bandung pastilah tak lagi sama jika dibandingkan enam belas tahun yang lalu saat Anin pertama menginjakan kaki di kota ini. Bandung yang damai dan ramah.

Kenan sudah tertidur dari semenjak mereka keluar dari gang kostan Anin. Kelihatan betul laki-laki itu sangat lelah dan kurang tidur. Anin lebih banyak diam, kadang mengedarkan pandangannya keluar jendela mobil. Menatap deretan bangunan yang mereka lintasi sebelum akhirnya masuk ke pintu tol dan berperang dengan kemacetan kecil di sana.

"Kuliah semester berapa, Ning?" Tanya Roland, membuka sedikit obrolan sekedar membunuh waktu panjang yang harus mereka lalui. Mana mungkin mereka terus saling diam.

"Udah semester akhir, Mas. Lagi pengajuan bimbingan." Jawab Anin.

"Ning, eh.. gue nggak apa-apa kan manggil elo, Ning? Atau harus di panggil Raden Ayu Anindya Ningrum?" Canda Roland

"Ih, apaan sih. Panggil Ning aja. Itu panggilan di rumah. Kalau di kampus nggak ada yang kenal Ning, taunya Anin." Timpal Anin. Rasanya terlalu berlebihan mendengar gelar Raden Ayu disematkan dalam namanya. Dia kan belum resmi menyandang status sebagai istri Kenan.

FIL ROUGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang