Graduation

884 143 21
                                    

Hari yang ditunggu-tunggu Anin akhirnya datang juga. Setelah perjuangannya bolak-balik revisi skripsi dan sidang, Anin lulus. Hari ini Anin Wisuda. Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi gadis itu selain bisa berkumpul lagi dengan orangtuanya. Bapak dan Ibunya jauh-jauh dari Solo datang ke Bandung. Menyusul Andine dan Andre. Apartemen Anin memang kecil, ia tak keberatan berbagi ruangan kecil itu demi kehangatan bersama keluarganya.

"Kamu udah kasih tahu Kenan hari ini kamu wisuda ?" tanya Nimas, ibu Anin.

"Ning udah bilang dari seminggu yang lalu. Tapi, hari ini bertepatan lawatan tugas mas Ken ke Singapura." Jawab Anin.

"Harusnya dia sempatin ke acara penting isterinya dong. Masa kamu wisuda dia nggak hadir." Tegur ibu.

Anin hanya bisa menghela napas. Mana mungkin ia memaksa, apa nanti yang ada dipikiran Kenan. Bisa-bisa Kenan menganggap Anin isteri yang tidak pengertian.

"Yang penting kan Bapak sama Ibu bisa datang."

Raut wajah Nimas tetap tidak terlihat senang. Menurutnya di peristiwa penting ini seharusnya Kenan bisa mendampingi isterinya.

"Sudah to, Bu. Ndak usah dipermasalahkan lagi." Ujar Handoyo.

Hari itu Anin tampil begitu anggun. Tubuhnya yang semampai berbalut kebaya merah yang tertutup baju toga kelulusannya. Dengan riasan wajah sederhana buah karya adik kembarnya, gadis berdarah jawa itu berjalan penuh percaya diri.

Usai mengisi buku registrasi, Anin berbaur dengan teman seangkatannya. Ibu dan Bapak Anin duduk di deretan bangku khusus orangtua mahasiswa. Sementara Andre dan Andine menunggu di taman kampus.

Acara berjalan begitu khidmat. Anin duduk bersebelahan dengan Augli. Senyum bahagia tak lepas dari wajah cantiknya. Ini hari bersejarah bagi Anin. Setelah perjuangan panjang akhirnya hari ini datang juga. Apalagi Anin termasuk dalam jajaran mahasiswi berprestasi yang meraih gelar cumlaude. Hal itu semakin membuat Anin bahagia dan tak henti-hentinya mengucap syukur kepada Tuhan.

Jantungnya bahkan berdebar tak karuan saat namanya dipanggil untuk naik keatas panggung. Anin menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Dengan langkah mantap ia berjalan keatas panggung. Air matanya bahkan hampir jatuh saat Pak Bondan sebagai Rektornya menyampirkan tali topi toganya.

"Selamat ya, Anindya. Semoga ilmu yang sudah kamu dapatkan di universitas ini bisa kamu kembangkan untuk karir kamu selanjutnya." Pak Bondan menjabat tangan Anin.

"Terima kasih, Pak."

Anin melompat girang usai turun dari panggung. Ia menghampiri orangtuanya dan juga Augli yang menunggu di sisi panggung.

"Selamat ya, sayangnya ibu." Nimas memeluk puteri tertuanya erat. Ia begitu bangga pada prestasi yang Anin capai.

"Makasih ya bu. Ini semua berkat doa dan support dari Ibu sama Bapak. Ning nggak mungkin bisa sampai ditahap ini tanpa dukungan kalian."

"Bapak bangga sama kamu, Nduk. Kamu kebanggaan keluarga." Han menepuk pundak Anin.

"Selamat ya, Nin...!" Augli melompat bahagia sambil memeluk sahabatnya.

"Akhirnya kita lulus, Gli. Gue seneng." Seru Anin girang.

Mereka berjalan keluar untuk menemui Andre dan Andine. Anin juga ingin membagikan kebahagiaannya bersama kakak dan adiknya.

Langkah Anin terhenti mana kala ia melihat sosok berjas hitam itu berdiri bersama kakak dan adiknya. Mereka tampak mengobrol santai.

"Itu, Ibu !" Seru Andine menepuk pundak Andre. Orang itu ikut menoleh, senyum itu masih terlihat jelas diwajah tampannya.

FIL ROUGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang