Anin berjalan menyusuri trotoar di sepanjang jalan Kuta, tangan Kenan menggenggamnya erat. Seolah takut gadis itu akan tersesat bila ia lengah sedikit saja. Posesif? memang, Kenan sedang kasmaran. Anin agak heran dengan perlakuan Kenan padanya semenjak mereka sampai di Bali. Kenan mendadak romantis dan lebih manis. Rasanya seperti mimpi.
"Mas, kalau rambut aku dikepang gitu lucu nggak?" Ujar Anin sambil menunjuk ke arah seorang ibu bertopi lebar yang tengah santai mengepang rambut gadis kecil dengan bikini ungu di tepian pantai.
Kenan terdiam, tampak berpikir sejenak menatap Anin sekilas lalu kembali terdiam.
Sejujurnya Kenan lebih suka tampilan Anin yang sederhana seperti sekarang. Tapi, rasanya kurang bijak bila ia melarang apa yang ingin Anin lakukan pada dirinya sendiri, selama itu bersifat positif."Silakan di coba. Kita kan nggak tahu bagaimana hasilnya sebelum mencoba." Jawab Kenan, lebih terdengar diplomatis. Anin tersenyum senang. Ia menoleh ke kanan dan kiri, biasanya banyak ibu-ibu yang menjajakan jasa kepang rambut.
"Mau kepang rambut, Mbak?" tanya seorang ibu yang membawa keranjang dari anyaman bambu.
"Boleh, bu... Boleh." Jawab Anin. Mereka mencari tempat yang nyaman untuk mengepang rambut.
"Wah...rambutnya bagus ya, lembut. Jadi tidak tega ibu." Puji sang Ibu pengepang. Anin tersipu.
"Nggak apa-apa,bu."
Sementara Anin duduk menikmati semilir angin sambil dikepang. Kenan memutuskan manyebrang ke sebuah coffee shop, membeli ice coffee latte dan Americano Ice.
Seseorang menepuk pundak Kenan dari belakang. Kenan menoleh, mendapati laki-laki yang sepertinya nggak asing.
"Paulo?" Kenan tampak mengingat-ingat sosok pria dengan tampilan manly yang tengah menggendong anak laki-laki kecil, usia anak itu sekitar 5 tahun, mungkin.
"Heyy...how are you ?" sapa pria yang tadi Kenan panggil Paulo.
"Fine... lagi liburan nih?"
Paulo hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan Kenan.
"What are you doing ?"
"Honey moon." jawab Kenan. Paulo terkekeh.
"Kamu sudah menikah? Kapan?"
"Ya, sembilan bulan yang lalu."
"Waaoow...selamat, Bro!" Paulo menyelamati Kenan. "Dimana istrimu?"
"Sedang di pantai. Kita ngobrol-ngobrol yuk. Udah lama kan nggak ketemu."
Kenan dan Paulo memutuskan duduk di salah satu bangku yang ada di bagian luar coffee shop itu. Paulo adalah salah satu teman Kenan saat ia kuliah di Inggris dulu. Mereka sama-sama magang di sebuah perusahaan arsitektur milik Om-nya Roland. Tapi, nasib Paulo lebih baik. Dia lebih dulu sukses dan mengembangkan bisnisnya di Amerika. Ayah Paulo orang Italia, Ibunya orang Indonesia, Medan lebih tepatnya. Itulah kenapa Paulo fasih berbahasa Indonesia.
"Bagaimana usahamu di sini?" tanya Paulo, sesekali menyuapi anaknya ice cream.
"Lumayan. Aku nggak berani bilang kalau di sini prospeknya menjanjikan untuk bidang usaha yang banyak saingannya. Tapi, membuka perusahaan di Indonesia merupajan tantangan tersendiri buatku."
"Terus, perusahaanmu yang di Inggris?"
"Yah, masih sering bolak-balik lah. Cuma, setelah menikah aku lebih fokus mengembangkan anak perusahaanku yang di Jakarta. Kakau di Inggris udah ada Roland lah." Kenan menyesap Americano icenya.
"Waow...mantap ya." Puji Paulo, "Oh iya, gimana tuh kabar cowok introvert itu?" tanya Paulo, Kenan tahu orang yang Paulo maksud itu adalah Roland.
"Dia udah nggak se-introvert dulu. Ck, lebih bawel dan aktif semenjak kami memutuskan mendirikan perusahaan bersama."
KAMU SEDANG MEMBACA
FIL ROUGE
Roman d'amourAnindya Ningrum, gadis berjiwa bebas dan penuh mimpi, sama sekali tidak menduga bahwa kehidupannya telah di atur sedemikian rupa. Dengan siapa dia akan menikah ? bagaimana ia harus bersikap ? Anin tidak pernah tahu, bahwa sejak kecil sang kakek tela...