Cemburu?

1.3K 155 38
                                    

Pagi ini Anin lebih banyak diam. Sejak pembahasan sore kemarin tak banyak pembicaraan yang mereka lakukan setelahnya. Anin memilih diam seribu bahasa. Kenan sadar, istrinya sedang marah. Dan diam adalah pilihan Anin dari pada menimbulkan masalah baru dengan terlalu banyak bicara. Bahkan, semalam... saat mereka tidur. Anin memilih tidur dengan posisi memunggungi Kenan. Seolah ia memberi jarak pada laki-laki itu untuk tidak mengganggunya.

"A....." Kenan baru saja hendak bicara, Anin langsung melengos ke dapur.

Kenan memilih diam memperhatikan Anin yang sibuk wara-wiri tidak mempedulikannya. Padahal biasanya gadis itu akan duduk bersama menemaninya sarapan.

"Eh...Ning...!" Panggil Kenan, menahan tangan Anin saat istrinya tengah menyajikan sarapan di meja makan.

Anin menatap Kenan datar. Tak ada wajah ceria. Malah matanya terlihat sedikit sembab. Kenan bukannya tidak tahu kalau semalam gadis itu menangis dalam tidurnya. Setidak bahagia itukah Anin?

"Kita sarapan sama-sama." Lanjut Kenan.

Anin nampak menghela napasnya perlahan. Menarik kursi yang ada di seberang Kenan dan duduk tanpa melakukan apapun. Sungguh sebuah keadaan yang sangat canggung.

"Ning..."

Anin mendongak menatap lurus ke arah suaminya.

"Aku mau minta maaf buat yang kemarin. Mungkin perkataanku ada yang nggak berkenan buat kamu. Tapi, aku nggak ada niat untuk buat kamu sedih."

"Bisa nggak, kita nggak usah bahas itu lagi?"

Kenan menggeleng, "Nggak, Ning. Semua harus dibicarakan. Jika suami-istri sedang bermasalah. Ada baiknya kita berbicara satu sama lain. Bukan malah saling diam. Diam nggak akan menyelesaikan masalah. Justru malah semakin memperkeruh keadaan."

Anin kembali terdiam.

"Sebenarnya, aku diam bukan bermaksud untuk memperkeruh semua. Aku cuma nggak mau bicaraku malah membuat keadaan semakin runyam." Ujar Anin.

"Aku juga diam karena aku malu...malu karena sudah bersikap kekanak-kanakan. Perkara cinta itu bukan hal yang mudah. Aku nggak bermaksud memaksa Mas Ken untuk cinta sama aku. Itu hak Mas Kenan."

Kenan menghela napasnya. "Aku yang minta maaf, Ning. Kalau sikapku kadang membuat kamu salah paham. Cinta memang nggak semudah itu aku pahami. Aku nggak tahu apakah aku sudah jatuh cinta atau belum? Aku sedang meraba perasaanku sendiri. Yang perlu kamu tahu, aku nyaman bersama kamu, Ning. Perlahan tapi pasti, kamu telah mengisi sedikit ruang kosong di hidupku. Dan aku nggak bisa memungkiri itu."

Kenan menunduk, menatap wafel madu yang belum ia sentuh sama sekali.

"Janji ya, kalau ada apa-apa kita harus saling bicara. Aku nggak pernah bermaksud bikin kamu sedih. Jangan berpikir terlalu banyak. Jangan menangis lagi waktu tidur."

Anin membelalak, bagaimana Kenan bisa tahu, pikirnya.

"Nggak..." kilah Anin sambil cemberut. Ia membuang pandangannya ke arah lain. "Siapa juga yang nangis."

Kenan tersenyum, kalau Anin sudah bertingkah seperti ini, itu artinya perasaan Anin sudah membaik.

"Terus yang semalam narik-narik ingus sambil sesenggukan siapa? Kuntilanak kali yaaa?" canda Kenan sambil mengusap janggutnya.

Anin mendelik, kemudian ekspresi wajahnya berubah merengut.

"Udah, ah...aku nggak mau nemenin Mas Ken sarapan." Anin langsung berdiri, merajuk seperti anak kecil dan berjalan menuju ruang cuci.

Kenan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

******

FIL ROUGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang