Kembali ke Kota Periangan

869 126 36
                                    

Ada rasa aneh menyelimuti hati Anin ketika gadis itu menginjakkan kakinya untuk pertama kali di apartemen baru yang Kenan beli. Entah, rasanya tak senyaman kamar kos kecilnya yang bernuansa biru dulu. Terlebih lagi, selama tiga hari ini Kenan akan menghabiskan waktunya di Bandung. Tentu saja laki-laki yang kini berpredikat sebagai suaminya itu akan tinggal di apartemen ini bersama Anin.

Sejak tadi Kenan duduk di ruang tamu, berkutat dengan laptopnya tanpa mempedulikan Anin, bahkan ketika gadis itu menyuguhkan teh hangat di meja untuknya Kenan tetap cuek. Untuk sesaat Anin berdiri di depan pintu kamarnya, menatap Kenan sebentar sebelum akhirnya ia masuk.

Anin membuka kopernya, menata kembali pakaian di dalam lemari yang masih kosong. Belum tuntas ia merapikan barang-barangnya. Dalam hitungan menit lemari itu telah terisi. Anin meletakkan koper yang telah kosong ke sisi kiri lemari. Ia melihat koper kecil Kenan masih belum dibuka. Ia tampak ragu, haruskah ia menata pakaian Kenan juga dilemarinya ? Bagaimana kalau ternyata Kenan tidak suka andai Anin dengan lancang memindahkan barang-barangnya. Dengan segelumit rasa takut ia kembali ke ruang tamu.

"Mas, kopernya mau saya rapikah sekalian ?" tanya Anin.

"Nggak usah, Ning. Nanti biar saya rapikan sendiri. Kamu istirahat aja." Jawab Kenan, tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari laptop. Anin penasaran sebenarnya proyek apa yang sedang dikerjakan suaminya itu.

Tanpa banyak bicara lagi ia kembali masuk ke dalam kamar. Berdiri di depan jendela besar kamarnya. Cukup lama ia termenung. Menatap kosong pemandangan di luar sana. Sungguh, ia bingung harus bersikap seperti apa pada Kenan ? Dia kembali dingin dan terhanyut dengan dunianya sendiri. Seolah-olah tak ada Anin di sekitarnya.

"Ning, saya mau keluar cari makanan. Kamu mau ikut nggak ?" tanya Kenan yang kini sudah berdiri diambang pintu kamar Anin.

Anin menoleh, "boleh." Jawabnya.

Kini mereka telah berada di dalam mobil Kenan. Mereka mengelilingi Dago, mencari tempat makan yang menarik.

"Kamu mau makan apa, Ning ?" tanya Kenan memecah keheningan diantara mereka.

"Apa aja." Jawab Anin.

Kenan menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah makan Bakmi Bangka. Anin masih menatap rumah makan itu dari dalam mobil.

"Jangan khawatir. Tempat makan ini halal." Ujar Kenan seolah dapat membaca kekhawatiran isterinya.

Akhirnya Anin turun dan mengikuti Kenan masuk ke dalam. Mereka duduk disalah satu bangku. Anin sama sekali tidak menyangka Kenan akan membawanya ke tempat makan seperti ini. Bukannya laki-laki sempurna dihadapannya ini terkenal begitu pemilih terhadap makanan ? Kali ini untuk kedua kalinya Kenan memilih makan di tempat seperti ini.

"Pesan apa, Ning ?" tanya Kenan. Anin yang semula sibuk dengan pikirannya sendiri tak mendengar apa yang dikatakan suaminya.

"Ning !"

"Eh... iya apa ?" tanya Anin gelagapan.

"Kamu mau pesan apa ?" tanya Kenan lagi dengan sabar.

"Oh... " buru-buru Anin membuka buku menu yang alakadarnya. Memilih menu yang akan ia pesan.

"Bakmi goreng seafood sama es teh manis." Pesan Anin.

"Saya bakmi bakso sama es teh tawar ya. Terima kasih"

Usai mencatat pesanan Anin dan Kenan, pelayan tadi pamit. Lalu, kembali hening. Kenan sibuk dengan ponselnya. Mengetik sesuatu entah apa itu. Sementara Anin hanya bisa memandang sekitar rumah makan itu tanpa minat. Rasanya seperti sedang makan dengan orang asing. Padahal Kenan adalah suaminya.

FIL ROUGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang