Adaptasi

952 141 25
                                    

Hari pertama kembali bekerja setelah tiga hari beristirahat di rumah. Menghabiskan waktu bersama istri yang selama dua puluh empat jam siaga kapan pun Kenan butuh bantuan. Ternyata begini rasanya memiliki seorang istri. Ketika sakit, dia orang yang akan merawatmu dengan sabar. Tak pernah mengeluh meskipun ia tahu banyak kekuranganmu. Selama sakit dan beristirahat penuh di rumah, ia mulai memahami begitu banyak tentang gadis yang kini menjadi istrinya.

Jika dulu mereka saling abai, kini Kenan mulai berani membuka diri pada Anin. Ia berharap rumah tangganya selalu baik - baik saja, meski dimulai tanpa cinta.

Tok...tok...tok....

Pintu ruang kerja Kenan diketuk dari luar. Kenan mendongak tepat saat Jane, sekretarisnya melongokan kepala dari balik pintu.

"Kenapa Jane ?" tanya Kenan.

Jane tersenyum lebar. "Ada tamu."

Kenan mengerutkan kening, 'tamu ?' pasalnya laki - lak itu tidak merasa memiliki janji dengan siapa pun hari ini. Malahan tadi pagi Kenan meminta Jane untuk mengatur ulang jadwalnya, dan meminta siapapun untuk tidak mengganggunya hari ini. Kerjaan Kenan betul - betul menumpuk selama ditinggal sakit tempo hari. Kenan bahkan belum menyiapkan berkas yang harus ia bawa lusa untuk meninjau proyeknya di Jogja.

Tanpa menunggu jawaban dari Kenan, Jane menyuruh sang tamu untuk masuk.

Kenan sontak bangkit berdiri saat melihat orang yang masuk setelah Jane menghilang. Seseorang yang baru saja menari - nari dalam pikirannya.

Anin berjalan ragu masuk ke dalam ruangan Kenan. Ini pertama kalinya gadis itu berkunjung ke kantor suaminya selama mereka menikah. Anin melambaikan tangannya pada Kenan, tampak sekali gadis itu sedikit kikuk.

"Ning, kamu ke sini sama siapa ?" tanya Kenan, menghampiri istrinya. Ia mengajak Anin untuk duduk di sofa panjang yang biasa ia gunakan untuk menerima tamu atau klien bisnisnya.

"Tadi, a...aku naik ojek." Jawab Anin, terbata. Tak ada lagi kata baku 'saya' yang sering mereka gunakan. Tampaknya dalam beberapa hari ini ada sedikit kemajuan dalam hubungan keduanya.

"Kenapa nggak naik taksi aja ?"

"Nggak... apa - apa, Mas." Jawab Anin terbata. "Naik ojek lebih praktis buat menghindari macet."

Anin menyerahkan bekal makan siang yang dibawanya dari rumah.

"Ini... aku coba masak sendiri. Semoga mas Ken suka."

Kenan mengambil kotak makan dua susun berwarna hitam itu. Lalu, membukanya. Senyum Kenan terbit saat melihat isi di dalam kotak makan itu. Daging Yakiniku dan brokoli saus bawang. Bekal simpel yang menggugah selera.

"Makasih ya, Ning !" Ujar Kenan. Menyendok daging yakiniku itu dan memakannya. Alis kanannya terangkat dengan kepala yang terus mengangguk ketika mulai mengunyah makanan buatan sang istri, seperti tengah menilai rasa dari masakan Anin.

"Enak," gumam Kenan, ia kembali menyendok makanan itu dan memakannya Dengan lahap.

"Beneran enak ?" tanya Anin, memperhatikan ekspresi suaminya dengan serius.

"Kamu kenapa gitu sih ngeliatinnya ?" tanya Kenan saat menangkap tampang serius Anin ketika meminta tanggapannya. Wajah Anin terlihat lucu dan khawatir.

"Beneran enak kok. Aku nggak keracunan kan ?" lanjut Kenan, mengacak - acak rambut Anin dan kembali melanjutkan makan siangnya.

"Hah.... syukurlah. Aku takut aja nggak cocok sama selera kamu." Anin menghela napasnya lega.

Dalam hitungan menit makanan itu habis tak bersisa. Kenan kembali menumpuk kotak makannya seperti semula.

"Terima kasih untuk makan siangnya. Tapi, aku belum kenyang. Gimana nih ? Masakan kamu enak soalnya." Goda Kenan. Wajah Anin seketika bersemu merah mendengar pujian dari suaminya.

FIL ROUGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang