Anin masih betah berlama-lama di kafe buku tak jauh dari kampusnya. Setidaknya di sini ia tak merasa kesepian. Ada alunan musik lembut yang setia menemaninya menggarap skripsi, ada makanan enak yang membuat perutnya berhenti keroncongan karena lapar. Di Apartemennya ia merasa kesepian. Ia juga tak ingin Laras menemani, bisa rusak konsentrasinya karena gadis itu.
Bandung, menjelang malam. Sudah dua cangkir Mocca Latte ia tandaskan selama kurun waktu empat jam. Dan sudah sepiring mie goreng seafood dan sepiring banana cake habis ia makan. Kini gadis itu telah selesai. Anin merenggangkan sedikit otot-ototnya yang terasa kaku. Tak terasa sudah pukul delapan malam. Ia menghela napas alot. Merapikan segala peralatan tempurnya. Buku catatan, balpoin, stabilo dan laptop. Waktunya pulang. Ia sudah sangat lelah.
Usai membayar seluruh makanan dan minuman, Anin berjalan keluar. Ternyata, Bandung baru saja di guyur hujan. Ia terlampau hanyut dengan skripsinya hingga tak memperhatikan sekitar. Anin mengeratkan jaket warna merah marunnya. Berjalan sambil menikmati udara malam yang sejuk paska hujan. Sepasang headset menempel di telinganya, mendendangkan lagu 'Can We Kiss Forever' dari Kina featuring Adriana Proenza.
Bandung di malam hari. Anin mendadak merindukan Keano. Sedang apa si 'cowok berwajah arab' itu ? Rasanya baru kemarin mereka mengobrol di telpon. Keano sangat rajin menghubungi Anin beberapa hari ini. Membuat gadis itu terhibur dalam kesunyiannya. Dan seharian ini Keano belum menghubunginya sama sekali. Kenan ? Anin tak ingin berharap terlalu banyak dari pria itu. Bahkan semenjak terakhir suaminya meninggalkan Bandung, belum pernah satu kalipun telpon untuk menanyakan keadaan isterinya.
Anin tersenyum getir mengingat hal itu. Ia terlalu takut untuk berharap, itulah sebabnya Anin tak begitu menghiraukan hal itu.
"Aku selalu suka Bandung di malam hari." Ujar seseorang yang kini berjalan bersejajar sengan Anin.
Anin menoleh, dan matanya membelalak lebar melihat seseorang yang baru ia pikirkan kini telah berdiri tepat di samping kanannya dengan senyuman manis yang tak pernah terluput dari wajah tampannya.
"Key ?!" Seru Anin, wajahnya mendadak berseri. Antara senang dan tidak percaya dengan apa yang ia lihat saat ini.
"Hei... i'm here. " Jawab Keano sambil merentangkan tangannya.
"Nggak mau meluk nih ? Katanya kangen ?" goda Keano, jahil.
Anin langsung melotot, lalu meninju lengan laki-laki itu. Keano tergelak lalu merangkul Anin menyusuri sepanjang jalan Braga.
"Kok bisa pas gini sih. Aku lagi mikirin kamu, eh... kamunya muncul." Canda Anin.
"Serius lagi mikirin aku ?" tanya Keano tak percaya.
"Seriuslah. Masa bercanda."
Keano terdiam sambil mengusap janggutnya yang mulai ditumbuhi rambut halus.
"Bisa jadi kita jodoh." Keano berkelakar tanpa memperhatikan ekspresi wajah Anin yang berubah sendu.
Bagaimana mungkin mereka berjodoh ? Itu adalah hal paling tidak masuk akal yang terjadi dalam hidup Anin. Ia sudah menikah. Dan ia tidak lagi bisa memilih pada siapa ia bisa menjatuhkan hatinya.
"Nggak mungkinlah." Jawab Anin. Keano menoleh.
"Kenapa nggak mungkin ? kita kan nggak bisa menebak seperti apa takdir kita." Sahut Keano pantang menyerah. Itulah tujuannya kembali ke Bandung. Ia ingin memperjuangkan Anin. Meski mungkin gadis itu akan menolaknya ratusan kali. Keano sama sekali tak peduli.
"Ya karena aku udah..." belum sempat Anin melanjutkan kata-katanya, sebuah panggilan masuk ke ponselnya. Buru-buru gadis itu merogoh ponsel di saku jaket merahnya. Sebuah panggilan dari seseorang yang tak pernah ia duga.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIL ROUGE
Roman d'amourAnindya Ningrum, gadis berjiwa bebas dan penuh mimpi, sama sekali tidak menduga bahwa kehidupannya telah di atur sedemikian rupa. Dengan siapa dia akan menikah ? bagaimana ia harus bersikap ? Anin tidak pernah tahu, bahwa sejak kecil sang kakek tela...