Terjebak Rasa...

964 130 61
                                    

Hari ini hari minggu. Gerimis mengguyur sebagian kota Jakarta. Anin terbangun dengan suara gemuruh petir yang tiba-tiba menggelegar. Memaksanya beringsut mencari kehangatan dalam dekapan suaminya. Kenan masih terlelap. Sama sekali tak terusik dengan gelegar petir di luar sana.

'Iih ... Mas Kenan kebo banget sih ..' batin Anin sedikit kesal.

Anin melirik jam weker yang ada di nakas sisi tempat tidurnya. Masih pukul enam pagi. Selepas sholat subuh tadi perasaan tidak ada tanda-tanda akan turun hujan.

Dhuaaarr ....

Suara petir itu kembali bersahut-sahutan. Lebih meringsek, di bawah tangan Kenan yang sempat ia jadikan bantalan. Tubuhnya gemetar menahan takut. Semakin ia eratkan pelukannya pada pinggang Kenan.

Kenan terusik dari tidurnya saat merasakan geli ketika kepala Anin mendadak bergerak di bawah ketiaknya. Ia melirik Anin yang meringkuk, mendekapnya erat. Tubuh istrinya gemetar.

"Ngghh ... Ning. Kamu ngapain?" tanya Kenan dengan suara parau. Belum sempat Anin menjawab suara petir kembali terdengar. Semakin dekat.

Barulah Kenan sadar, istri kecilnya takut petir. Kenan mengulum senyum, menutup mulutnya sendiri menggunankan tangan kanannya yang bebas. Bukan maksud hati ia menertawakan ketakutan Anin.

"Kamu takut petir?" tanya Kenan lagi. Anin mengangguk pelan. Kenan mengeratkan dekapannya.

"Nggak usah takut, ada saya." Bisik Kenan sambil mengecup puncak kepala Anin.

Hujan memang punya caranya sendiri untuk menciptakan suasana romantis pagi ini. Derai gemericik air yang bersahutan dengan suara petir. Hawa dingin yang menusuk tulang seolah-olah terbalik dengan keadaan yang terjadi di kamar Kenan-Anin. Rasanya justru panas. Anin tak berani mengangkat saat ia bisa mendengar suara detak jantung Kenan yang seirama dengan detak jantungnya sendiri.

Kenan berlari salivanya sendiri. Sebisa mungkin menahan gejolak yang tiba-tiba menyerangnya. Punggungnya terasa panas mana kala tubuh mungil Anin mendekapnya erat.

'Ken..tahan. Lo nggak boleh nyentuh dia. Lo harus jaga kesepakatan kalian. ' Batin Kenan gaduh mengingatkan.

Kenan meraih dagu Anin, hingga wajah gadis itu mendongak ke atas. Mata mereka saling beradu tatap. Anin menatap lekat pasangan mata elang itu. Yang lebih lama seakan lebih dalam menelisik. Perlahan Kenan mendekatkan wajahnya ke arah Anin, hingga ujung hidung mereka saling bersentuhan. Jantung Anin berdegup makin kencang saat ia merasakan nafas Kenan yang terasa menerpa kulit wajahnya. Apakah seperti ini rasanya akan dicium ?

Tok...tok...tok...

"Den Mas...Ndoro Putri... sarapannya sudah selesai !!" Suara Mbok Rumi menginterupsi.

Kenan membelalakan matanya, tersadar dengan apa yang hampir ia lakukan. Buru-buru ia terbangun dan duduk, semetara Anin tak kalah canggungnya. Gadis itu berguling memunggungi Kenan, menahan gejolak di hatinya yang mendadak gaduh tak karuan.

"I...iya, Mbok !" Jawab Kenan, ia langsung berlari masuk ke kamar mandi. Menutup pintunya rapat.

"Lu ngapain sih, Ken !!" pekik Kenan tertahan. Hampir saja ia mencium Anin dengan terang-terangan. Yah, walau selama ini ia sering mencium istrinya diam-diam. Jantungnya berdetak tak karuan. Ia memutuskan untuk mandi. Mengguyur kepalanya dengan air dingin untuk menghilangkan pikiran-pikiran aneh yang kini mengganggu otaknya.

Setelah hampir setengah jam ia berada di kamar mandi, Kenan keluar dengan kondisi tubuh lebih segar. Anin sudah tidak ada di kamar. Ranjang mereka sudah rapi. Kenan menyisir rambutnya, menyemprotkan sedikit parfum ke leher. Untuk sesaat ia tertegun menatap cermin. Kenapa ia mendadak genit ? Memakai parfum dihari libur bukan kebiasaannya. Kenan menggeleng sambil tersenyum.

FIL ROUGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang